Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Para aktivis yang bergabung dalam Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam melaporkan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak kepada Ombudsman Republik Indonesia di Kantor Perwakilan Kaltim di Balikpapan, Senin, terkait masalah izin pertambangan batu bara.

"Kami melaporkan dugaan adanya maladministrasi yang dilakukan Gubernur, karena tidak segera mencabut izin-izin usaha pertambangan yang berstatus non-`Clean and Clear` (CnC)," kata koordinator Kelompok Kerja (Pokja) 30 Carolus Tuah.

Padahal, pencabutan IUP yang tidak CnC itu adalah rekomendasi dari Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi.

Hasil Korsup KPK yang pertama kali digelar tahun 2014 di Balikpapan, dikuatkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 43 Tahun 2015 yang memberi pedoman IUP mana saja yang layak dicabut.

Sebuah IUP dinilai dari pelaksanaan kewajiban keuangan, seperti kepatuhan pajak dan retribusi dan iuran-iuran, pengawasan produksi pertambangan, pengawasan penjualan dan pengapalan, serta pengolahan dan pemurnian hasil tambang.

"Kalau menurut Permenkeu Nomor 43/2015, batas akhir evaluasi untuk penentuan mana yang harus dicabut dan mana yang bisa meneruskan usahanya itu 2 Januari 2017. Sudah lewat 4 bulan," tambah Pradharma Rupang, dinamisator Jaringan Tambang (Jatam) Kaltim.

Ia menegaskan wewenang gubernur adalah mencabut atau mengakhiri IUP yang non-CnC dan yang sudah berakhir masa izinnya.

Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam melaporkan Gubernur Kaltim ke Ombudsman, karena dianggap melalaikan rekomendasi tersebut.

Menurut Rupang, berdasarkan data yang dirilis Pemprov Kaltim, ada sebanyak 826 IUP yang berpotensi dicabut.

Ke-826 IUP itu berada di luasan lahan 2,48 juta hektare dan jumlah 826 itu juga adalah 58,83 persen dari seluruh IUP yang ada di Kaltim, yaitu 1.404 IUP.

Bahkan, Kementerian ESDM juga menyebutkan ada 275 IUP yang jelas-jelas non-CnC di Kalimantan Timur.

"Akan tetapi, sampai hari ini Gubernur hanya berwacana tanpa melakukan tindakan nyata," tandas Carolus Tuah, seraya menambahkan Pemprov Kaltim juga tidak melengkapi angka 826 IUP tersebut dengan daftar nama perusahaan pemegang IUP.

Pradharma Rupang juga mengingatkan bahwa tambang-tambang di Samarinda dan Kutai Kartanegara sejak 2011 sudah mengorbankan hingga 26 nyawa, yang hampir semuanya anak-anak.

Mereka tewas tenggelam di kolam serupa danau yang terbentuk dari lubang tambang yang ditinggalkan begitu saja tanpa upaya reklamasi.

"Padahal, reklamasi juga kewajiban, sehingga bisa dipastikan tambang yang ditinggalkan begitu saja seperti itu melalaikan kewajibannya untuk reklamasi. Tambah lagi kemudian makan korban masyarakat," tegas Rupang.

Kepada para pelapor, yang juga ada Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, Stabil Balikpapan, Jaringan Advokat Lingkungan, Prakarsa Borneo, Yayasan Bumi, dan KBCF, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Syarifah Rodiah berjanji segera menindaklanjuti laporan ini, karena ada masa 14 hari kerja untuk proses awal administrasi dan konfirmasi.

Koalisi juga menyampaikan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan, termasuk perseorangan yang membantu pemerintah memberikan pelayanan publik yang menimbulkan kerugian materiil dan atau imateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.

"Sehingga tindakan Gubernur Kaltim yang tidak mencabut IUP-IUP yang bermasalah merupakan bentuk potensi mal administrasi," kata Jufriansyah dari Stabil Balikpapan.

Pada awal pekan kedua April 2017, Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak menegaskan dirinya akan mencabut IUP yang bermasalah, menyusul banjir besar yang melanda Samarinda, ibu kota Kalimantan Timur.

Gubernur juga menegaskan akan menutup 16 IUP yang berlokasi di sepanjang Sungai Karang Mumus dan selanjutnya 18 IUP yang ada di Samarinda. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017