Sangata (ANTARA News - Kaltim) - Sebagian besar petani kebun kopi di Desa Suka Damai, Kecamatan Teluk Pandan, Kutai Timur (Kalimantan Timur) kini "merana", yakni terkait minimnya perhatian pemerintah terhadap mereka sehingga kesulitan untuk mendapatkan modal usaha.
      
Dilaporkan di Sangata, Selasa bahwa umumnya petani kebun kopi di kawasan itu adalah warga miskin atau keluarga pra sejahtera. Hal itu bisa dilihat dari kondisi kehidupan mereka sehari-hari.
      
Masalah permodalan menyebabkan mereka tidak mampu meningkatkan usahanya. Permodalan itu untuk membeli alat produksi dalam pengolahan kopi. Petani hampir semua mengolah kopi tersebut menggunakan alat tradisional, yakni lesung dan alu kayu. Begitu pula alat penggorengan masih dilakukan secara tradisional.
     
Padahal, jika mereka memiliki alat produksi mekanik tentu produksinya akan meningkat sehingga mampu meningkarkan pendapatan petani kebun kopi.
     
Misalnya, Nonci (62),  salah satu petani kopi mengatakan bahwa buah kopi miliknya bisa panen dua sampai tiga kali dalam sebulan tetapi tidak bisa mengumpulkan dalam jumlah banyak. Karena tidak memiliki mesin pengupas kulit kopi. Saya hanya bisa mengumpulkan dalam jumlah berkisar antara 70-90 kilogram.
    
"Mengupas kulit kopi dari bijinya dengan cara tradisional, menggunakan lesung terbuat dari kayu berukuran kecil dengan penumbuk yang juga terbat dari kayu bulat (alu),"kata  Nonci
     
Mengupas kulit kopi dengan alat tradisional, dengan cara menumbuk menurut Nonci, sangat melelahkan. Tetapi, hanya cara itu kami bisa menjual kopi tanpa biji ke pasaran.
     
Saat ditemui dirumahnya, Senin, Nonci sedang mengupas buah kopi untuk dipisahkan dari bijinya yang baru dipanen dengan cara menumbuk. Sambil menghisap rokok kretek, Nonci hanya memakai celana pendek wara coklat tua, tanpa mengenakan baju.
     
Setelah kulitnya terpisah dari bijinya, kopi dijemur lagi, hingga kering, kemudian dipisahkan lagi dengan ampas-ampasnya, supaya bersih. Seteleh itu siap untuk dipasarkan. Namun, karena mengupas secara tradisional, tentu hasilnya tidak banyak
     
"Kami menjual kopi biji bersih seharga Rp20.000 per kilogram. Dan berapapun kopi kami jual, pasti laku, bahkan tidak sedikit pedagang langsung datang mencari kepetani," katanya sambil menunjuk kopi kering dalam rumahnya dalam jumlah besar yang siap dipasarkan
    
Pihaknya  berharap agar pemerintah bisa memperhatikan kebaradaan petani kopi, terutama dukungan peralatan untuk memproduksi dan meningkatkan hasil petani
    
"Nonci menambahkan, rata-rata penduduk Desa, memiliki kebu kopi antara satu  hektar hingga tiga hektar tetapi kesulitannya masalah alat pengupas. Kalau bisa  bantu atau sistem kredit juga kami mau," katanya.

Pewarta:

Editor : Iskandar Zulkarnaen


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2011