Samarinda (ANTARA Kaltim) - Nilai tukar petani dari berbagai subsektor di Provinsi Kalimantan Timur pada November 2016 mengalami kenaikan tipis hanya 0,13 persen, dari 98,37 poin pada Oktober meningkat jadi 98,49 poin.

"Meski mengalami kenaikan, namun secara umum tingkat kesejahteraan petani Kaltim masih rendah karena indeks nilai tukarnya masih di bawah 100 poin," ucap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kaltim M Habibullah di Samarinda, Jumat.

Menurutnya, angka keseimbangan nilai tukar petani (NTP) adalah 100 yang berarti kehidupan petani pas-pasan. Jika NTP di bawah 100 berarti petani merugi, namun jika NTP di atas 100 berarti petani mengalami keuntungan.

Ia melanjutkan, apabila NTP dilihat per subsektor, maka NTP subsektor peternakan merupakan jenis pertanian yang paling menguntungkan karena paling tinggi yang mencapai 104,22.

"Hal ini menggambarkan petani ternak masih lebih sejahtera ketimbang subsektor pertanian lainnya," jelasnya.

Berada di peringkat kedua adalah subsektor perikanan dengan NTP 100,65, kemudian perkebunan rakyat dengan NTP 99,18, tanaman pangan 97,74, dan subsektor petani hortikultura menempati posisi terendah dengan NTP 92,19 poin.

Perkembangan NTP menurut subsektor pada November, terjadi penurunan pada dua subsektor, yakni petani tanaman pangan minus 0,08 persen dan petani ternak yang minus 1,23 persen.

Sedangkan tiga subsektor lainnya mengalami peningkatan, yaitu petani hortikultura naik 0,51 persen, petani perkebunan rakyat naik 0,99 persen, dan subsektor pertanian perikanan naik 0,09 persen.

Ia melanjutkan NTP diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan daya beli petani di perdesaan.

NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi, sehingga semakin tinggi angka NTP, maka semakin tinggi pula tingkat daya beli masyarakat petani.

"Hasil pantauan harga di perdesaan pada November yang NTP-nya tercatat 98,49, maka rata-rata daya beli petani Kaltim menurun karena penerimaan hasil produksi lebih kecil ketimbang kenaikan harga yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan konsumen rumah tangga petani," tutur Habibullah. (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016