Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menggelar rapat koordinasi dan evaluasi Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, mengingat hingga kini penyaluran dan penyerapan dana desa masuk kategori merah atau rendah.

"Banyak yang akan kita bahas dalam Rakor P3MD (Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa), di antaranya tentang penyaluran dana desa yang masih rendah," ujar Kabid Ketahanan dan Sosial Budaya Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Provinsi Kaltim Musa Ibrahim di Samarinda, Selasa.

Dana desa untuk Kaltim pada 2016 sebesar Rp540,7 miliar dan dari jumlah tersebut, penyaluran dari kas negara ke kas kabupaten mencapai 80,99 persen atau sekitar Rp437 miliar.

Sedangkan untuk penyaluran dari rekening kabupaten ke rekening kas desa hingga 25 November 2016 baru sebesar Rp358 miliar atau sekitar 57 persen, sehingga pemerintah pusat menilai penyaluran dana di Kaltim kategori merah.

Dari hasil analisa sementara, lanjut Musa, dapat diketahui bahwa rendahnya penyaluran dana desa disebabkan lambatnya pemerintah pusat menempatkan pendamping desa baik tingkat kabupaten, kecamatan maupun pendamping lokal desa.

Sedangkan untuk mengetahui secara pasti tentang kendala apa saja yang menghambat sehingga dana desa Kaltim masuk kategori merah, BPMPD Kaltim akan menggelar Rakor P3MD pada Rabu (30/11).

Selain melakukan evaluasi, rakor juga untuk menyamakan persepsi sekaligus membahas langkah ke depan.

"Ada dua hal mengapa kita masuk kategori merah, yakni terkait masalah eksternal dan internal. Kalau untuk masalah eksternal tentu sulit kita campur tangan karena di luar kemampuan kita. Tapi hal-hal yang terkait internal, maka harus diperbaiki supaya penyaluran dana desa tahun depan bisa lebih cepat ketimbang tahun ini," ujarnya.

Untuk masalah eksternal, lanjutnya, seperti terkait perekrutan dan penempatan pendamping desa yang terlambat dilakukan pemerintah pusat, kemudian lambatnya SK Bupati terkait besaran dana desa setelah adanya pergantian kepala daerah.

Sedangkan masalah internal di antaranya bisa saja terkait lemahnya SDM pendamping desa, kepala desa atau perangkatnya, bahkan bisa jadi kepala desa tidak mau menggunakan dana desa karena ketakutan menjadi tersangka atau bermasalah dengan hukum mengingat ketidakpahaman menggunakan dana tersebut.

"Selama ini kita sering mendengar, jika ada kepala desa yang salah menggunakan dana desa, maka akan terjerat hukum mengingat pengawasan penggunaan dana itu mulai dari kepolisian, kejaksaan, BPK, bahkan hingga KPK turut memantau. Hal inilah yang bisa jadi menciptakan ketakutan bagi kades sehingga mereka lebih memilih tidak menggunakan dana desa," ujar Musa. (*)

Pewarta: Muhammad Ghofar

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016