Samarinda, 22/11 (Antara) - Pada 2017 semua desa di Provinsi Kalimantan Timur akan mendapatkan alokasi dana desa dari APBN senilai Rp692,42 miliar, untuk dibagikan kepada 841 desa yang tersebar di 83 kecamatan pada tujuha kabupaten.

 

      

"Jika dibandingkan dengan dana desa (DD) 2016 yang senilai Rp540,76 miliar, maka terjadi peningkatan sebesar Rp151,66 miliar," ujar Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Provinsi Kaltim Moh Jauhar Efendi di Samarinda, Selasa.

 

       

Pada 2015, lanjutnya, jumlah desa di Kaltim sebanyak 836 desa sehingga satu desa rata-rata mendapat DD senilai Rp646 juta, namun pada 2017 jumlah desa di Kaltim bertambah lima desa sehingga satu desa rata-rata akan mendapatkan DD sekitar Rp720 juta.

 

       

Terkait dengan meningkatnya anggaran DD dari APBN, maka hal ini tentu menjadi salah satu tugas Pendamping Lokal Desa (PLD) dalam melakukan pengawalan, agar penggunaan DD tersebut tepat sasaran dan manfaatnya langsung bersentuhan dengan masyarakat, karena di antara tujuan diberikan DD adalah untuk meningkatkan ekonomi desa.

 

       

"Inilah mengapa PLD harus mengikuti pelatihan, supaya mengetahui apa saja kegiatan prioritas yang bisa dilakukan dari DD baik untuk pembangunan infrastruktur maupun untuk pemberdayaan masyarakat desa," ujar Jauhar sehari sebelumnya, saat membuka pelatihan bagi PLD di Kota Balikpapan.

 

       

Pelatihan yang digelar di Hotel Pacifik Balikpapan itu diikuti oleh 34 PLD dari dua kabupaten, yakni Penajam Paser Utara dan Kabupaten Paser. 34 PLD ini ada yang hasil rekrutmen 2015 dan sebagian lagi hasil rekrutmen 2016.

 

       

Di depan peserta pelatihan, Jauhar mengingatkan supaya dalam bekerja tidak banyak mengeluh, karena keluhan tidak akan menyelesaikan masalah, namun keluhan justru dapat memunculkan penilaian bahwa orang yang mengeluh tersebut tidak kompeten dan terkesan malas.

 

       

Untuk itu, ia meminta kepada semua PLD harus selalu membangkitkan semangat diri sendiri dan ikhlas dalam melakukan pendampingan, apalagi setiap PLD melakukan pendampingan antara 3-4 desa sehingga pasti muncul bermacam karakter masyarakat yang akan dihadapi.

 

       

Kadang-kadang, lanjutnya, di lapangan akan menghadapi persoalan berbeda dari hasil pelatihan yang telah diserap, tentu saja hal ini lumrah karena tiap desa memiliki keragaman budaya dan kultur yang berbeda sehingga pola pikir dan pola pandang kehidupan sosialnya juga berbeda.

 

      

"Sebagi pendamping, ketika menghadapi masalah ini harus mengambil keputusan bijak, yakni bagaimana memperbesar dampak postif dan memperkecil dampak negatif. Ini tentu harus melalui analisis sehingga harus berpikir terlebih dulu dan mengamati persoalan tersebut sebelum mengambil keputusan bijak," ujarnya. *

Pewarta: Muhammad Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016