Jakarta (ANTARA News) - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kombes Pol
Rikwanto mengatakan apabila ada demonstrasi susulan setelah aksi damai 4
November 2016 lalu, maka unjukr rasa itu sudah tidak revelan lagi.
"Kalau dikaitkan unjuk rasa yang 4 November temanya proses Ahok, sekarang sudah diproses hukum sedang berjalan dan kami proses secepatnya. Jadi kalau ada niat unjuk rasa lagi sesungguhnya sudah tidak relevan lagi," kata Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta, Jumat.
Dia menghimbau sebaiknya tidak usah ada unjuk rasa kembali dan lebih baik mengawal kasus Ahok sampai selesainya Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) dan dikirimkan ke Kejaksaan Agung.
"Itu lebih baik dan lebih fokus dari pada ada unjuk rasa lagi," ucap Rikwanto.
Namun, ia menegaskan polisi tetap menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi apabila ada unjuk rasa kembali.
"Ada undang-undang yang memperbolehkan tetapi unjuk rasa tidak boleh anarkistis, tidak boleh merusak, dan tidak boleh menganiaya," ucap Rikwanto.
Pada 4 November silam, sejumlah organisasi masyarakat, keagamaan dan mahasiswa berunjuk rasa menolak penistaan agama di sekitar Silang Monumen Nasional (Monas) Jakarta.
Awalnya, aksi berjalan damai namun massa mulai anarkistis selepas shalat Isya sehingga polisi melepaskan tembakan gas air untuk membubarkan pengunjuk rasa.
Akibat kerusuhan itu 350 orang dari aparat gabungan dan massa pengunjuk rasa terluka dan 21 kendaraan hancur dirusak demonstran.
Bareskrim Polri sendiri telah resmi menetapkan Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka kasus penistaan agama terkait ucapan yang dilontarkan saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
"Kalau dikaitkan unjuk rasa yang 4 November temanya proses Ahok, sekarang sudah diproses hukum sedang berjalan dan kami proses secepatnya. Jadi kalau ada niat unjuk rasa lagi sesungguhnya sudah tidak relevan lagi," kata Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta, Jumat.
Dia menghimbau sebaiknya tidak usah ada unjuk rasa kembali dan lebih baik mengawal kasus Ahok sampai selesainya Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) dan dikirimkan ke Kejaksaan Agung.
"Itu lebih baik dan lebih fokus dari pada ada unjuk rasa lagi," ucap Rikwanto.
Namun, ia menegaskan polisi tetap menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi apabila ada unjuk rasa kembali.
"Ada undang-undang yang memperbolehkan tetapi unjuk rasa tidak boleh anarkistis, tidak boleh merusak, dan tidak boleh menganiaya," ucap Rikwanto.
Pada 4 November silam, sejumlah organisasi masyarakat, keagamaan dan mahasiswa berunjuk rasa menolak penistaan agama di sekitar Silang Monumen Nasional (Monas) Jakarta.
Awalnya, aksi berjalan damai namun massa mulai anarkistis selepas shalat Isya sehingga polisi melepaskan tembakan gas air untuk membubarkan pengunjuk rasa.
Akibat kerusuhan itu 350 orang dari aparat gabungan dan massa pengunjuk rasa terluka dan 21 kendaraan hancur dirusak demonstran.
Bareskrim Polri sendiri telah resmi menetapkan Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka kasus penistaan agama terkait ucapan yang dilontarkan saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016