Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pemprov Kalimantan Timur melalui pihak terkait mengimbau kepada pekebun menghindari pembelian bibit sawit palsu atau yang tidak dilengkapi sertifikasi, karena bibit ini berpotensi tidak berbuah sehingga merugikan pekebun.

"Kalau pun berbuah, tetapi tandan buah segar (TBS) yang diperoleh dari bibit sawit palsu kualitas dan kuantitasnya sangat rendah, sehingga petani akan rugi besar," ujar Kepala Unit Pelaksana Dinas Teknis Pengawasan Benih Perkebunan, Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim Irsal Syamsa di Samarinda, Jumat.

Imbauan itu kembali dilontarkan Irsal karena sejak Januari hingga Oktober 2016 pihaknya menemukan tujuh kasus transaksi bibit sawit ilegal.

Pekebun tertarik membeli benih sawit ilegal karena harganya jauh lebih murah ketimbang benih sawit yang bersertifikasi dari penangkar resmi.

Rincian dari tujuh kasus yang berhasil diungkap tersebut adalah tiga kasus terjadi di Kabupaten Kutai Kartanegara, tiga kasus di Penajam Paser Utara, dan satu kasus ditemukan di Kabupaten Kutai Timur.

Menurutnya, tujuh kasus transaksi itu terungkap berkat laporan masyarakat, sehingga UPTD Pengawasan Benih Perkebunan kemudian melakukan kerja sama dengan Polda Kaltim melakukan penanganan sekaligus langkah antisipasi.

Ia menjelaskan, TBS kelapa sawit yang menggunakan bibit unggul atau bibit bersertifikasi, per hektarenya bisa menghasilkan 2-3 ton dalam sekali berbuah atau sekali panen, sehingga bisa menghasilkan antara Rp3 juta-5 juta per hektare (ha).

Sedangkan jika menggunakan bibit ilegal, per hektar lahan hanya bisa menghasilkan sawit kurang dari 1 ton. Jumlah ini jika dinominalkan hanya menghasilkan Rp1 juta per ha.

Kerugian lain bagi pengguna bibit sawit ilegal adalah berpotensi menghasilkan buah sawit dengan mutu buruk, bahkan bisa tidak berbuah sama sekali sehingga hal ini sudah pasti merugikan karena petani sudah mengeluarkan biaya besar mulai dari persiapan lahan, pembelian bibit, hingga pemeliharaan tanaman.

"Memang sulit membedakan antara benih sawit yang legal dan ilegal, namun ada cara untuk mengatasinya, yakni dengan meminta bukti bahwa bibit sawit itu dari sumber benih resmi yang telah terdaftar, kemudian meminta bukti sertifikasinya," ucap Irsal.

Apabila pekebun juga masih belum paham mengenai hal itu, ia menganjurkan pekebun melakukan konsultasi kepada petugas UPTD Pengawasan Benih Perkebunan Dinas Perkebunan Kaltim, atau kepada petugas penyuluh di daerahnya. (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016