Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pembina Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Majelis Ta`lim Ukhuwwah Samarinda, Sumaryono membantah lembaganya terkait penggandaan uang yang menjerat Dimas Kanjeng Taat Pribadi.

"Majelis Ta`lim Ukhuwwah adalah murni dan merupakan sarana dakwah kami. Jadi, walaupun bagian dari Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng, tetapi majelis ta`lim murni dan yayasan adalah bersifat umum," ujar Sumaryono dihubungi Antara di Samarinda, Kamis.

"Jadi, kami meminta jangan dikaitkan dengan masalah hukum yang saat ini menjerat Dimas Kanjeng Taat Pribadi secara personal, karena itu keliru. Kalau yayasan itu sifatnya umum dan di sana ada umatnya dan saya mengikuti semua kegiatan Padepokan Dimas Kanjeng, sehingga saya pengikutnya. Tetapi, jangan dikaitkan jika pimpinannya secara personal terjerat kasus hukum, kemudian umatnya juga dituding ikut bermasalah, itu keliru," katanya.

Ia juga membantah tudingan beberapa orang yang mengklaim telah melakukan transfer sejumlah uang ke rekening Michael Budiyanto, orang yang disebut sebagai salah satu pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi.

Pembina Yayasan Padepokan Majelis Ta`lim Ukhuwwah yang disebut telah dinobatkan sebagai Sultan Agung Ustad Sumaryono oleh Dimas Kanjeng Taat Pribadi pada November 2015 itu, dengan tegas membantah ada nama Michael Budiyanto pada padepokan tersebut.

"Jika merujuk pada nama yang disebutkan di media (Michael), saya tegaskan tidak ada nama itu, baik sebagai pengikut majelis ta`lim maupun Padepokan Dimas Kanjeng. Jadi, itu saya katakan tidak benar dan tidak ada nama itu," tegas Sumaryono.

Namun, ia membenarkan jika dirinya dinobatkan menjadi Sultan Agung Ustad Sumaryono sebagai penghormatan.

"Gelar itu bisa diberikan kepada siapa saja dan yang jelas saya tidak meminta. Begitupun dengan gelar ustad, itu sebagai penghormatan dan kecintaan umat kepada pimpinannya, walaupun saya sudah menolak dan menyatakan tidak pantas menyandang gelar itu, tetapi panggilan itu tetap disematkan," ucapnya.

Terkait sejumlah mahar, Sumaryono mengungkapkan bahwa selama ini Majelis Ta`lim Ukhuwwah hanya menerima iuran dari jamaah untuk biaya operasional pada setiap kegiatan dan itu pun dilakukan secara sukarela tanpa paksaan.

Ia juga menyampaikan bahwa Suhartono yang disebut-sebut sebagai adik Novi, yang telah menyetorkan sejumlah uang, memang menjadi salah satu pengikut di Majelis Ta`lim Ukhuwwah.

"Terkait pengakuan Novi yang mengklaim sahabat dan kerabat sepertinya memang saya kenal, tetapi dia tidak ada kaitan secara langsung dengan Majelis Ta`lim Ukhuwwah maupun padepokan. Sementara, nama Suhartono yang disebut sebagai adiknya, memang benar dia pengikut tetapi yang bersangkutan tidak keberatan dengan kegiatan yang dilakukan di majelis ta`lim maupun Padepokan Dimas Kanjeng," jelasnya.

"Iuran yang disebutkan untuk operasional. Misalnya, pada setiap minggu, kami mengeluarkan biaya paling sedikit Rp3,5 juta untuk memberi makan jamaah serta kegiatan lainnya, dan itu dilakukan atas kesadaran dan keikhlasan sebagai bentuk solidaritas. Begitu pula jika ada kegiatan padepokan, kita harus membeli tiket. Membeli itu merupakan jual beli dan itulah yang disebut mahar dan dilakukan dengan senang hati. Seperti halnya kami membantu pembangunan masjid dan padepokan di sana, itu dilakukan secara suka rela tanpa paksaan," kata Sumaryono

Ia meminta masyarakat dan pihak-pihak yang tidak mengetahui secara detail kegiatan yang dilakukan Majelis Ta`lim Ukhuwwah agar tidak langsung menuding lembaganya melakukan pelanggaran agama dan aturan hukum.

"Kami juga membantah tudingan yang menyebut bahwa kegiatan di Majelis Ta`lim Ukhuwwah mengganggu warga, karena menggunakan pengeras suara dan berlangsung hingga larut malam. Jadi, itu tidak benar sebab kegiatan kami laksanakan hingga pukul 22.00 Wita, kecuali jika ada ustad atau kyai, tetapi pengeras suaranya tidak terlalu keras seperti yang dituduhkan," ujar Sumaryono.      (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016