Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI) mendesak pemerintah agar segera mengupayakan pembebasan tujuh kru "tugboat" atau kapal tunda Charles, menyusul tenggak waktu yang diberikan kelompok Al Habsy Misaya, salah satu faksi Abu Sayyaf Grup, tersisa tujuh hari.

"Kelompok Al Habsy Misaya, pada 1 Agustus memberikan tenggak waktu 15 hari atau hingga 15 Agustus 2016 untuk membayar tebusan sesuai yang mereka minta. Saat ini, tersisa tujuh hari dari batas waktu yang diberikan penyandera sehingga kami mendesak pemerintah agar mengupayakan pembebasan sandera," ujar salah seorang pengurus PPI Samarinda, Amrullah, yang didampingi sejumlah pelaut, kepada wartawan di Mess Pelaut di Jalan Biawan Samarinda, Senin petang.

Apalagi, kata Amrullah, saat ini terjadi ketegangan di kawasan Mindanau menyusul konflik antara kelompok Abu Sayyaf Grup pejuang "Moro National Liberation Front" atau MNLF dibawah pimpinan Nur Misuari.

Ditambah, lanjut dia, penyerangan besar-besaran militer Filipina ke kelompok Abu Sayyaf Grup sehingga sangat mengancam keselamatan tujuh kru kapal tunda Charles yang disandera Al Habsy.

"Kami juga mendengar informasi bahwa terjadi konflik antara MNLF dengan Abu Sayyaf Grup ditambah penyerangan yang dilakukan oleh militer Filipina. Kondisi ini tentunya sangat membahayakan kru kapal tunda yang disandera," ujarnya.

"Jadi, kami mendesak pemerintah agar segera melakukan upaya untuk membebaskan sandera. Upaya apapun yang dilakukan, keselamatan ke tujuh kru kapal tunda Charles dan seluruh WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf Grup menjadi prioritas. Kami berharap mereka segera pulang dengan selamat," tutur Amrullah, yang juga ikut mendampingi istri dan keluarga kru kapal tunda Charles saat berkunjung ke "Crisis Center" di Jakarta, Pekan lalu.

PPI, kata Amrullah, juga meminta pemerintah untuk mendesak Pemerintah Filipina agar menahan diri, tidak melakukan penyerangan yang dapat membahayakan jiwa warga negara Indonesia yang tengah disandera.

"Pemerintah mungkin bisa berdiplomasi dengan Pemerintah Filipina tetapi yang sulit adalah meminta MNLF agar menahan diri dan memberi peluang kepada kita untuk melakukan perundingan pembebasan sandera," ujarnya

"Berdasarkan informasi, sampai saat ini pun pasukan Nur Misuari masih mengepung kelompok Abu Sayyaf Grup dan ke tujuh rekan kami di bawah ke atas gunung. Inilah yang menjadi kekhawatiran kami dan meminta pemerintah segera melakukan upaya-upaya untuk membebaskan teman-teman kami," kata Amrullah.

Tujuh kru kapal tunda Charles milik PT Rusianto Bersaudara, disandera kelompok bersenjata Filipina Abu Sayyaf sejak 22 Juni 2016.

Saat itu, kapal tunda Charles berlayar pulang ke Samarinda setelah mengantar batu bara ke Filipina.

Namun, saat melintas di wilayah perairan Pulau Jolo, mereka dicegat oleh dua kelompok bersenjata dalam waktu berbeda.

Kelompok pertama menyandera Ferry Arifin (nahkoda) bersama Muhammad Mahbrur Dahri (KKM) dan Edi Suryono (Masinis II).

Kemudian kelompok kedua menyandera Ismail (Mualim I), Muhammad Nasir (Masinis III), Muhammad Sofyan (Oliman), serta Muhammad Robin Piter (juru mudi).

Sementara, enam kru kapal tunda Charles yakni, Andi Wahyu (Mualim II), Syahril (Masinis IV), Albertus Temu Slamet (juru mudi), Reidgar Frederik Lahiwu (juru mudi), Rudi Kurniawan (juru mudi) dan Agung E Saputra (juru masak).

Hingga saat ini, pemerintah masih terus berupaya melakukan pembebasan terhadap tujuh kru kapal tunda Charles serta tiga ABK berkebangsaan Indonesia yang juga disandera kelompok Abu Sayyaf Grup. (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016