Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Komite Pengawas Perpajakan mendapatkan tambahan kewenangan dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan diperbolehkan mengambil peran mediasi, edukasi, bahkan turut membuat kebijakan.

"Cakupan tugas Komite Pengawas Perpajakan awalnya tidak dapat mengambil kebijakan, misalnya masalah tarif yang ketinggian. Sebelumnya tidak boleh, sekarang kita bisa masuk ke sana," kata Ketua KPP Daeng Nazier di Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu.

"Soal mediasi boleh dan kita juga diberikan kewenangan melakukan edukasi. Kan banyak masyarakat yang belum paham pajak karena sosialisasi dari petugas pajak kurang," tambahnya.

Menurut ia, penambahan kewenangan ini untuk lebih memberdayakan peran KPP dalam tugasnya mengawasi penagihan pajak dan penyetorannya kepada negara.

"Kewenangan yang belum kami dapat adalah melaporkan hasilnya keluar kepada publik. Hasil yang dimaksud terutama adalah hasil kebijakan tersebut dan hasil mediasi," ujar Nazier.

Nazier juga menuturkan bahwa lembaga serupa yang dipimpinnya juga ada di negara lain, bahkan mereka memiliki kewenangan yang lebih besar.

"Di Australia, misalnya, komite pajaknya boleh menyampaikan ke publik kegiatan mereka," tambahnya.

KPP dibentuk sejak 2014 berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perpajakan. Komisi ini adalah badan nonstruktural yang bertugas membantu Menteri Keuangan melakukan pengawasan pelaksanaan tugas perpajakan, baik di Direktorat Jenderal Pajak maupun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Menurut Nazier, keberadaan KPP saat ini mendapat respon positif dengan masuknya sejumlah laporan masyarakat mengenai kasus-kasus perpajakan yang mereka alami.

Pengaduan pajak yang masuk kepada KPP umumnya adalah penagihan yang tidak sesuai kondisi terkini, bahkan wajib pajak dikenakan pemeriksaan berdasarkan laporan pajak tahun yang silam.

"Misalnya dalam keadaan sekarang, ekonomi lagi sulit, PHK mulai banyak, tiba-tiba perusahaan harus bayar pajak yang jumlahnya seperti saat jayanya dulu," kata Nazier memberi contoh pengaduan dari wajib pajak perusahaan.

Padahal, lanjutnya, saat perusahaan sukses dan jaya serta punya banyak uang, pajaknya dibiarkan tidak ditagih, sehingga ketiga dalam kondisi sulit dan pajaknya ditagih, perusahaan itu kesulitan memenuhi kewajibannya.

Ia menambahkan penyitaan aset tidak menyelesaikan persoalan sebab apabila aset disita, pengusaha justru tidak bisa menjalankan usaha.

"Tidak ada perusahaan, tidak ada juga yang bayar pajak. Hal-hal seperti ini yang perlu ada solusi," paparnya.

Berdasarkan data laporan dan pengaduan masyarakat, KPP mendapat 83 pengaduan dari masyarakat pada 2014, selanjutnya naik menjadi 114 pengaduan pada 2015, dan sampai Maret 2016 terdapat 34 pengaduan.

Sebanyak 35 persen menyangkut pengaduan keberatan pajak atau banding, 27 persen pengaduan berdasarkan fungsi pemeriksaan, 12 persen pengaduan fungsi penagihan, dan 9 persen menyangkut pelayanan.

Pengaduan masyarakat ditujukan ke Ditjen Pajak sebanyak 218 laporan atau 94 persen, sedangkan Ditjen Bea Cukai sebanyak enam kasus dan lainnya tujuh kasus.

"Misi dari Komite Pengawas Perpajakan adalah mendorong terwujudnya kultur baru, nilai baru dan tata kelola yang baik di lingkungan instansi perpajakan. Mendorong peningkatan kualitas pelaksanaan kebijakan dan administrasi perpajakan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap instansi perpajakan," jelas Daeng Nazier. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016