Samarinda (ANTARA Kaltim) - Masyarakat Provinsi Kalimantan Timur untuk melakukan usaha diversifikasi pangan atau penganekaragaman pangan masih rendah, sehingga berdampak terhadap rendahnya tingkat konsumsi masyarakat selain pangan dari beras.

"Makanan pengganti nasi seperti dari singkong dan jenis umbi-umbian lain masih sangat rendah. Ini terbukti dari tingginya konsumsi nasi, bahan gandum, dan tidak terbiasanya penduduk menyelingi nasi dengan bahan pangan alternatif," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Kaltim Fuad Asaddin di Samarinda, Kamis.

Menurutnya, penduduk Kaltim umumnya tidak suka mengkonsumsi bahan pangan selain dari beras seperti dari singkong, talas, ubi rambat, sukun, maupun pisang, padahal makanan pengganti selain beras sama saja kandungan gizi, kalori, maupun kandungan lain yang dibutuhkan tubuh.

Budaya mengkonsumsi jenis umbi-umbian yang rendah ini juga diperparah dengan tingkat mengkonsumsi buah-buahan dan sayur yang tercatat hanya 20,4 persen dari minimal 30 persen.

Menurut Fuad, produksi singkong di Kaltim telah melebihi target atau surplus sejak beberapa tahun lalu akibat minimnya warga yang melakukan diversifikasi pangan selain dari beras.

"Makanan olahan yang merupakan turunan singkong di Kaltim masih sangat terbatas. Ini yang menyebabkan konsumsi ubi kayu di Kaltim rendah," ujarnya.

Selain singkong, ujar Fuad, Kaltim kaya akan sumber pangan seperti pisang kepok, talas, sukun, bahkan saat ini dikembangkan tanaman padi-padian bernama jelai dan umbi-umbian bernama kentang udara.

Padahal, lanjutnya, tanaman pangan alternatif selain harganya murah juga mudah tumbuh di seluruh wilayah Kaltim. Baik dari pesisir hingga ke pedalaman berhutan lebat, sehingga kondisi ini yang seharusnya dijadikan pendorong untuk melakukan diversifikasi.

Ia juga mengatakan peningkatan produksi pangan di Kaltim masih mengalami masalah karena terbatasnya ketersediaan pangan berbasis lokal, termasuk masih rendahnya produksi dan produktivitas tanaman pangan khususnya padi, jagung, dan kedelai.

Di sisi lain, tingkat inflasi turut mempengaruhi pendapatan penduduk, terutama pada sisi konsumsi pangan. Tingkat kesejahteraan petani juga masih rendah akibat produksi yang melimpah cenderung harganya turun.

"Diversifikasi pangan sangat penting untuk menghadapi harga pangan yang terus meningkat di Kaltim, karena menjadi salah satu penyumbang inflasi tertinggi yang sekitar 48 persen pengeluaran penduduk Kaltim digunakan untuk belanja pangan," kata Fuad lagi. (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016