Tenggarong (ANTARA Kaltim) - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) AM Parikesit Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara mulai memberlakukan penyesuaian tarif pada 1 Januari 2016.
"Penyesuaian tarif diberlakukan karena sejak 2004, tidak pernah dilakukan penyesuaian, sementara telah terjadi beberapa kali inflasi yang mempengaruhi kenaikan harga berbagai komoditi barang dan jasa," ujar Direktur RSUD AM Parikesit dr Martina Yulianti, di Tenggarong, Senin.
Unit biaya operasional dan pelayanan rumah sakit kata Martina Yulianti, sudah dihitung sejak tahun lalu (2014) bersama para dokter spesialis dan konsultan dari Universitas Gajah Mada (UGM).
Meski tarif RSUD yang berbentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) itu cukup ditetapkan dengan peraturan bupati, namun pihak manajemen rumah sakit lanjut Martina Yulianti telah mengkomunikasikan hal tersebut dengan Komisi IV DPRD Kutai Kartanegara serta tokoh masyarakat dan sudah ada kesesuaian pendapat tentang penyesuaian tarif tersebut.
Selain itu yang menyebabkan perlunya penyesuaian tarif menurut Martina Yulianti diantaranya, telah terjadi beberapa kali kenaikan pengeluaran opesional seperti pembiayaan listrik, air dan telepon.
Dikatakannya, untuk menyesuaikan tarif rumah sakit, telah diperhitungkan biaya satuan rumah sakit untuk setiap tindakan pelayanan dan operasional yang dilakukan.
Sebagai contoh tambahnya, pasien mendapatkan gizi (makanan) tiga kali dalam sehari, asuhan keperawatan, pemeriksaan dokter (visite) dan beberapa fasilitas pelayanan lain yang menunjang proses kesembuhan pasien.
Ia menyatakan, jika tetap mengacu pada tarif lama, maka tarif tersebut tidak bisa mengakomodir operasional rumah sakit. "Sedangkan RSUD AM Parikesit berstatus BLUD yang dituntut agar bisa membiayai sendiri sebagian besar kegiatan operasionalnya. Penyesuaian tarif ini berkaitan dengan tindakan medis dan berlaku di semua kelas baik kelas 3, kelas 2, kelas 1 dan VIP," katanya.
"Kami tidak membedakan tarif pelayanannya. Semua akan dipukul rata. Misalnya, biaya operasi baik yang di kelas tiga maupun di VIP akan sama, yang membedakannya hanya tarif kamar, karena pelayanan medis untuk semua kelas juga sama," ujar Martina Yulianti.
Ia menyebutkan, penyesuaian tarif tersebut mempertimbangkan faktor keadilan karena berlaku bagi pasien-pasien yang mampu. "Bagi pasien yang tidak mampu sudah ada BPJS yang menjamin. Terhitung 1 Januari 2016, Jamkesda Kutai Kartanegara juga akan beralih ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan, dimana untuk masyarakat miskin dan tidak mampu iurannya akan dibayarkan oleh Pemerintah," ujarnya.
"Sedangkan bagi peserta JKN pekerja penerima upah dan pekerja bukan penerima upah, sudah diatur prosedur pendaftarannya. Penyesuaian tarif ini tidak berpengaruh pada pasien yang menggunakan BPJS karena sistem pembayaran BPJS adalah berdasarkan paket yang telah ditetapkan oleh pihak BPJS," kata Martina Yulianti.
Namun bagi pengguna BPJS yang menginginkan perawatan di atas kelas yang merupakan haknya, maka pasien kata dia, harus membayar biaya selisih antara tarif RS dengan nilai paket dari BPJS.
"Perlu diketahui hanya pasien non PBI (non Penerima Bantuan Iuran) yang diperkenankan `naik kelas`atau pasien yang menginginkan perawatan diatas kelas yang merupakan haknya. Tentu saja penyesuaian tarif tersebut akan diikuti dengan perbaikan layanan kesehatan di RSUD AM Parikesit," kata Martina Yulianti. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015
"Penyesuaian tarif diberlakukan karena sejak 2004, tidak pernah dilakukan penyesuaian, sementara telah terjadi beberapa kali inflasi yang mempengaruhi kenaikan harga berbagai komoditi barang dan jasa," ujar Direktur RSUD AM Parikesit dr Martina Yulianti, di Tenggarong, Senin.
Unit biaya operasional dan pelayanan rumah sakit kata Martina Yulianti, sudah dihitung sejak tahun lalu (2014) bersama para dokter spesialis dan konsultan dari Universitas Gajah Mada (UGM).
Meski tarif RSUD yang berbentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) itu cukup ditetapkan dengan peraturan bupati, namun pihak manajemen rumah sakit lanjut Martina Yulianti telah mengkomunikasikan hal tersebut dengan Komisi IV DPRD Kutai Kartanegara serta tokoh masyarakat dan sudah ada kesesuaian pendapat tentang penyesuaian tarif tersebut.
Selain itu yang menyebabkan perlunya penyesuaian tarif menurut Martina Yulianti diantaranya, telah terjadi beberapa kali kenaikan pengeluaran opesional seperti pembiayaan listrik, air dan telepon.
Dikatakannya, untuk menyesuaikan tarif rumah sakit, telah diperhitungkan biaya satuan rumah sakit untuk setiap tindakan pelayanan dan operasional yang dilakukan.
Sebagai contoh tambahnya, pasien mendapatkan gizi (makanan) tiga kali dalam sehari, asuhan keperawatan, pemeriksaan dokter (visite) dan beberapa fasilitas pelayanan lain yang menunjang proses kesembuhan pasien.
Ia menyatakan, jika tetap mengacu pada tarif lama, maka tarif tersebut tidak bisa mengakomodir operasional rumah sakit. "Sedangkan RSUD AM Parikesit berstatus BLUD yang dituntut agar bisa membiayai sendiri sebagian besar kegiatan operasionalnya. Penyesuaian tarif ini berkaitan dengan tindakan medis dan berlaku di semua kelas baik kelas 3, kelas 2, kelas 1 dan VIP," katanya.
"Kami tidak membedakan tarif pelayanannya. Semua akan dipukul rata. Misalnya, biaya operasi baik yang di kelas tiga maupun di VIP akan sama, yang membedakannya hanya tarif kamar, karena pelayanan medis untuk semua kelas juga sama," ujar Martina Yulianti.
Ia menyebutkan, penyesuaian tarif tersebut mempertimbangkan faktor keadilan karena berlaku bagi pasien-pasien yang mampu. "Bagi pasien yang tidak mampu sudah ada BPJS yang menjamin. Terhitung 1 Januari 2016, Jamkesda Kutai Kartanegara juga akan beralih ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan, dimana untuk masyarakat miskin dan tidak mampu iurannya akan dibayarkan oleh Pemerintah," ujarnya.
"Sedangkan bagi peserta JKN pekerja penerima upah dan pekerja bukan penerima upah, sudah diatur prosedur pendaftarannya. Penyesuaian tarif ini tidak berpengaruh pada pasien yang menggunakan BPJS karena sistem pembayaran BPJS adalah berdasarkan paket yang telah ditetapkan oleh pihak BPJS," kata Martina Yulianti.
Namun bagi pengguna BPJS yang menginginkan perawatan di atas kelas yang merupakan haknya, maka pasien kata dia, harus membayar biaya selisih antara tarif RS dengan nilai paket dari BPJS.
"Perlu diketahui hanya pasien non PBI (non Penerima Bantuan Iuran) yang diperkenankan `naik kelas`atau pasien yang menginginkan perawatan diatas kelas yang merupakan haknya. Tentu saja penyesuaian tarif tersebut akan diikuti dengan perbaikan layanan kesehatan di RSUD AM Parikesit," kata Martina Yulianti. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015