Samarinda (ANTARA Kaltim) - Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak meminta dukungan Komisi VII DPR RI, terkait dengan penghentian beroperasinya 11 perusahaan tambang batu bara yang dianggap melanggar ketetuan dan menyebabkan 14 korban jiwa yang tenggelam di kolam bekas tambang.
Hal itu diungkapkan Gubernur, sebagai bagian dari upaya memperjuangkan hak rakyat Kaltim, khususnya korban kolam bekas tambang batu bara yang selama ini terjadi di Samarinda dan Kutai Kartanegara.
Sejumlah perusahaan tambang yang disanksi itu, termasuk perusahaan yang mengantong izin berupa Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
“Saya sudah putuskan, ternyata perusahaan tersebut tidak mengikuti. Bahkan mengatakan hal itu keputusan pusat, jadi pusat yang bertanggungjawab. Saya ini Wakil Pemerintah Pusat di daerah, wajar keputusan itu saya berikan. Saya minta Komisi VII bantu sampaikan ini ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),†kata Awang Faroek Ishak di hadapan anggota Komisi VII DPR RI yang berkunjung ke Kaltim di Kantor Gubernur Kaltim, Senin (21/12).
Awang mengatakan penghentian operasi sejumlah perusahaan tambang, bukan tanpa sebab, tetapi sudah lama meresahkan warga, karena sejumlah kolam bekas tambang telah menelan korban jiwa, hingga kini jumlah korban tenggelam di kolam bekas tambang mencapai 14 jiwa
Sayangnya, ketika Pemprov Kaltim yang memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi tegas pada sejumlah perusahaan tambang batu bara itu, ternyata ada perusahaan yang tidak mengindahkan karena merasa mengantongi izin dari pemerintah pusat.
Menurut Awang, ini adalah masalah yang harus diperjuangkan Komisi VII di Pusat. Sebab, di Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, ternyata yang dialihkan perizinannya adalah Izin Usaha Pertambangan (IUP) saja, yang dikeluarkan bupati maupun walikota, sementara untuk PKP2B tidak.
Kendati demikian, Awang berharap sejumlah perusahan pemegang izin PKP2B juga seharusnya menghormati pemerintah setempat, karena akibat keteledoran yang dibuat perusahaan tambang itu, telah menimbulkan korban jiwa yang merupakan rakyat Kaltim.
“Ini juga menyulitkan Pemerintah Provinsi Kaltim. Sebab, di daerah ini ada salah satu perusahaan PKP2B yang dihentikan, tetapi mereka menolak menghentikan kegiatan,†kata Awang Faroek.
Dia berharap dengan kedatangan Komisi VII DPR-RI, bisa memperkuat keputusan Pemprov Kaltim, sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat Kaltim, terutama sejumlah korban jiwa akibat kolam tambang.
Pemprov meminta agar Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memperkuat keputusan Pemprov Kaltim, dengan menegur atau bila perlu memberi sanksi tambahan kepada perusahaan tambang batu bara pemegang izin PKP2B.
Perusahaan tersebut harus segera melakukan reklamasi atau penanaman kembali dan penutupan kembali lahan tambang batu bara yang sudah tidak dimanfaatkan. Karena di Kaltim banyak yang melanggar.
Seharusnya, lanjut Awang, selesai melakukan penambangan, meski kontraknya belum habis, reklamasi atau penutupan kembali wajib dilakukan.
“Jika para anggota Komisi VII terbang di atas Kota Samarinda dan Kutai Kartanegara pasti sedih bahkan menangis melihat lubang tambang yang menganga. Bahkan, Kaltim hampir sama dengan Bangka Belitung. Jika Bangka Belitung rusak karena timah, Kaltim rusak karena tambang batu bara,†jelasnya.
Sementara itu Pimpinan Rombongan Komisi VII dari Fraksi Partai Golkar Satya Widya Yudha mengatakan prinsipnya Komisi VII siap menerima masukan dan aspirasi rakyat tersebut. Apalagi, korbannya sudah banyak.
“Komisi VII sangat mendukung apa yang dilakukan Gubernur. Kami akan sampaikan ini sebelum masa sidang berakhir. Sehingga mendapat respon dari Pemerintah Pusat untuk ditindaklanjuti. Karena, sangat menyedihkan, sudah 14 nyawa yang hilang akibat korban tambang ini,†jelasnya.
Pada dasarnya Komisi VII sangat apresiasi terhadap tindakan Gubernur dan menjadi perhatian khusus, agar perusahaan tambang batu bara lebih memperhatikan kewajiban dan kepentingan rakyat di daerah,†jelasnya.(Humas Prov Kaltim/jay).
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015