Samarinda (ANTARA Kaltim) - Bank Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Kaltim mulai menggencarkan sosialisasi pembayaran tanpa uang tunai melalui Gerakan Nasional Nontunai (GNNT), mengingat warga Kaltim masih lebih suka menggunakan uang kes.
"Berdasarkan data 2014, warga Kaltim yang melakukan pembayaran masih tinggi, yakni tercermin dari kebutuhan uang di Kaltim pada 2014 dengan net outflow mencapai Rp8,38 triliun," ujar Deputi Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur (Kaltim) Harry Aginta di Samarinda, Senin.
Hal itu dikatakan Harry ditemui setelah mewakili Kepala BI Kaltim Mawardi Ritonga, membuka acara Sosialisasi GNNT dan Program Elektronifikasi di Kantor BI Kaltim di Samarinda.
Sosialisasi yang dihadiri berbagai elemen dan dilakukan di BI Kaltim ini merupakan langkah awal untuk melanjutkan sosialisasi ke sejumlah lembaga dan pemerintahan, bahkan ke depan pihaknya akan menyasar ke perguruan tinggi untuk melakukan sosialisasi GNNT tersebut.
Menurutnya, tingginya pembayaran menggunakan uang tunai di Kaltim tersebut, ternyata kondisinya hampir sama dengan yang terjadi di daerah lain, sehingga secara nasional kondisi masyarakat yang lebih menyukai transaksi menggunakan uang kes memang lebih banyak.
Padahal katanya, alat pembayaran ada dua, yakni tunai dan non tunai. Tetapi berdasarkan survei yang dilakukan McKinsey & Company pada 2013, dibandingkan Negara-negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura, penggunaan uang tunai untuk transaksi ritel di Indonesia sangat dominan yang mencapai 99,4 persen.
Hal ini juga didukung hasil survei rumah tangga oleh BI pada 2012, yakni hanya 48 persen dari total rumah tangga di Indonesia yang belum memiliki rekening tabungan, sehingga otomatis mereka tidak memiliki alat pembayaran menggunakan kartu (APMK).
Dia juga mengatakan secara perkembangan, pertumbuhan transaksi menggunakan APMK nasional baik dari sisi nominal maupun volume terlihat positif dari tahun ke tahun, namun peningkatan tersebut masih perlu digenjot terus.
"Transaksi APMK di Indonesia pada semester I 2014 tercatat lebih dari Rp12 triliun untuk ATM dan debit, kemudian menyentuh Rp700 miliar melalui kartu kredit dan lebih dari 100 juta kartu APMK telah diedarkan," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015
"Berdasarkan data 2014, warga Kaltim yang melakukan pembayaran masih tinggi, yakni tercermin dari kebutuhan uang di Kaltim pada 2014 dengan net outflow mencapai Rp8,38 triliun," ujar Deputi Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur (Kaltim) Harry Aginta di Samarinda, Senin.
Hal itu dikatakan Harry ditemui setelah mewakili Kepala BI Kaltim Mawardi Ritonga, membuka acara Sosialisasi GNNT dan Program Elektronifikasi di Kantor BI Kaltim di Samarinda.
Sosialisasi yang dihadiri berbagai elemen dan dilakukan di BI Kaltim ini merupakan langkah awal untuk melanjutkan sosialisasi ke sejumlah lembaga dan pemerintahan, bahkan ke depan pihaknya akan menyasar ke perguruan tinggi untuk melakukan sosialisasi GNNT tersebut.
Menurutnya, tingginya pembayaran menggunakan uang tunai di Kaltim tersebut, ternyata kondisinya hampir sama dengan yang terjadi di daerah lain, sehingga secara nasional kondisi masyarakat yang lebih menyukai transaksi menggunakan uang kes memang lebih banyak.
Padahal katanya, alat pembayaran ada dua, yakni tunai dan non tunai. Tetapi berdasarkan survei yang dilakukan McKinsey & Company pada 2013, dibandingkan Negara-negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura, penggunaan uang tunai untuk transaksi ritel di Indonesia sangat dominan yang mencapai 99,4 persen.
Hal ini juga didukung hasil survei rumah tangga oleh BI pada 2012, yakni hanya 48 persen dari total rumah tangga di Indonesia yang belum memiliki rekening tabungan, sehingga otomatis mereka tidak memiliki alat pembayaran menggunakan kartu (APMK).
Dia juga mengatakan secara perkembangan, pertumbuhan transaksi menggunakan APMK nasional baik dari sisi nominal maupun volume terlihat positif dari tahun ke tahun, namun peningkatan tersebut masih perlu digenjot terus.
"Transaksi APMK di Indonesia pada semester I 2014 tercatat lebih dari Rp12 triliun untuk ATM dan debit, kemudian menyentuh Rp700 miliar melalui kartu kredit dan lebih dari 100 juta kartu APMK telah diedarkan," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015