Balikpapan (ANTARA Kaltim) -  Asosiasi Pengusaha Kepiting Balikpapan (Askib) berencana menggelar pertemuan para pihak yang terlibat dalam bisnis kepiting, lobster, dan rajungan untuk memberi masukan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Kami akan gelar sesegera mungkin di Balikpapan, barangkali bentuknya sarasehan. Kami ingin memberi masukan bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," kata Ketua Askib H Awaluddin, di Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu.

Menurut Awaluddin, pihaknya mengharapkan kehadiran mulai dari para pengambil kebijakan di Jakarta, tim ahli KKP, para akademisi, para pelaku bisnis, dan perwakilan para nelayan dan petambak.

Askib akan berupaya menghadirkan ilmuwan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) selain dari Universitas Mulawarman.

Keinginan Askib untuk menggelar sarasehan ini sebab larangan KKP untuk menangkap lobster (Panurilus spp), kepiting bakau (Scylla spp), dan rajungan (Portunus pelagicus sp) di bawah berat dan ukuran yang ditetapkan Menteri Susi Pudjiastuti.

Larangan itu tercantum dalam Peraturan Menteri (Permen) KKP Nomor 01/2015, dan kemudian Surat Edaran (SE) Menteri KKP Nomor 18/2015.

Di Permen tersebut, lobster yang boleh ditangkap hanyalah yang sudah mencapai ukuran badan 8 cm, kepiting dengan ukuran karapas 15 cm, dan rajungan berkarapas 10 cm.

Dalam Surat Edaran Nomor 18/2015, Menteri Susi menambahkan syarat baru mengenai bobot hewan yang boleh ditangkap.

Mulai Januari 2016, lobster yang boleh ditangkap adalah yang sudah mencapai ukuran 8 cm dan berat minimal 300 g, kepiting dengan lebar karapas 15 cm dan berat minimal 350 gram, rajungan dengan lebar karapas 10 cm dan berat minimal 150 gram, serta kepiting soka juga minimal 150 g.

Namun, SE itu juga menunda pemberlakuan syarat yang ditetapkan Permen Nomor 1 hingga Januari 2016 tersebut.

Untuk masa antara Januari-Desember 2015 dibuatkan aturan ukuran yang mengakomodasi sebagian keinginan para pengusaha-nelayan. SE membolehkan untuk ditangkap dan diperjualbelikan kepiting dengan berat sekurangnya 200 gram, rajungan 55 gram, lobster 200 gram, dan kepiting soka 150 gram.

Kepiting soka adalah sebutan untuk kepiting yang sedang mounting, mengganti cangkangnya. Diketahui kepiting berganti cangkang setiap 20 hari untuk mengakomodasi ukuran tubuhnya yang membesar.

"Sebab cangkang tidak bisa membesar, maka ia dilepas seluruhnya, ganti cangkang baru, seperti ular ganti kulit," kata Rian, petambak kepiting di Gunung Tembak.

Saat sedang ganti cangkang itulah kepiting dipanen. Sebab tanpa cangkang, makan kepiting soka lebih mudah daripada makan kepiting biasa.



Rontok



Permen No 1 merontokkan bisnis kepiting di Balikpapan dan lain-lain daerah di Indonesia. Menurut Alimuddin, kepiting yang ada hampir semuanya di bawah ukuran yang disyaratkan.

Ia juga menambahkan, penerapan aturan tersebut terlalu terburu-buru dan tanpa penelitian yang menyeluruh. Balikpapan, dan Kalimantan Timur, jelasnya, memiliki kekhasan tersendiri sehingga harus dibedakan dari daerah lain yang juga menghasilkan kepiting.

"Jumlah kepiting di sini sangat banyak. Kami mengirim sampai 15 ton per hari. Karena itu saya percaya kecuali tak ada lagi bakau, baru tak ada lagi kepiting," kata Alimuddin.

Scylla spp memang hidup di perairan payau hutan bakau. Semua nelayan yang menangkap kepiting berasal dari kawasan berhutan bakau yang lebat mulai dari muara Sungai Segah di Berau, sepanjang pesisir Kutai Timur, delta Mahakam yang memiliki banyak labirin pasang surut dimana ada Sungai Mariam di Anggana, Sangasanga, Muara Jawa, Handil, dan Samboja, dekat muara sungai-sungai pendek di Gunung Tembak, Teritip, Lamaru, dan Manggar, hingga ke sekitaran Teluk Adang dan Teluk Apar di Paser.

Kalimantan Utara pun masih mengirim kepiting lewat Balikpapan sebab pintu untuk ekspor ada di Bandara Sepinggan.

"Karena banyaknya, kepiting juga menjadi hama bagi tambak udang atau bandeng," kata Rian.

Kepiting bisa melubangi dinding tambak, atau merayap naik pematang, dan masuk ke tambak bandeng atau udang. Bila sudah demikian, kata Rian, bisa habis udang yang sudah disebar di dalam tambak.

Kepiting juga memiliki sifat kanibal. Bila masuk tambak, tidak hanya udang atau bandeng yang digasak. Kepiting yang hidup bebas di alam dan menyerbu masuk ke tambak pembesaran kepiting akan memakan habis kepiting yang dipelihara di tambak.

"Kepiting dari luar tambak itu yang kami tangkap dan kami jual juga sebagai upaya menjaga tambak dari hama," sambung Rian.

Dengan dasar itu, sebut Alimuddin, ada atau tidak ada peraturan Menteri, kepiting tidak jarang dianggap sebagai hama dan tetap ditangkap oleh nelayan pembudidaya. Hanya saja bila dahulu masih bisa dijual, sekarang hanya dikembalikan ke habitatnya jika masih hidup.

"Sebab, ya, jarang ada yang ukurannya sebesar yang disyaratkan itu," kata Rian lagi.

Para petambak sendiri mengakali sifat kanibal kepiting dengan mengurungnya dalam sangkar seperti sel isolasi. Setiap kepiting menempati satu sel tempat dia tumbuh membesar hanya dengan memakan pakan yang diberikan, bukan dengan memakan saudaranya sesama kepiting. Cara ini, sebut Rian, mengurangi kematian kepiting hingga lebih dari 60 persen di dalam tambak.

"Itu antara lain fakta-fakta kepiting di Kaltim. Hal-hal seperti itu yang kami ingin sampaikan kepada Kementerian," kata Alimuddin.

Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan bermaksud melestarikan alam dan keberlanjutan bisnis kepiting, rajungan, dan lobster.

"Sudah jelas kita tidak bisa mengembangbiakkan lobster dari yang sudah digoreng pakai tepung," kata Menteri Susi dalam sebuah kesempatan rapat dengan para pengusaha di KKP. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015