Tenggarong (ANTARA Kaltim) - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Kalimantan Timur menyarankan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara melakukan perbaikan dalam penyusunan serta pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kaltim Ari Dwikora Tono, Jumat mengatakan, gambaran umum pengelolaan anggaran Kutai Kartanegara yakni untuk tren belanja, jumlah realisasi dibandingkan anggaran tahun 2010 sampai 2013 berkisar antara 73 hingga 84 persen.
"Misalnya, pada 2013 pengelolaan anggaran Rp9,2 triliun terealisasi sebesar Rp7,3 triliun atau 79,8 persen," ungkap Ari Dwikora Tono.
Kemudian rasio belanja hibah dan bantuan sosial (Bansos), lanjut Ari Dwikora Tono, pada 2010 sampai 2013 melebihi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Misalnya, pada 2013, PAD Kutai Kartanegara Rp379,7 miliar, sedangkan belanja hibah dan bansos mencapai Rp608,8 miliar atau 160,34 persen.
Pada pengelolaan bansos, Kutai Kartanegara, menurut dia, juga dinilai kurang selektif dalam penyusunan anggaran, misalnya pada 2013, ada lima PNS yang menerima bansos biaya berobat.
"Padahal, PNS penerima bansos biaya berobat tidak termasuk dalam kriteria masyarakat yang terkena dampak risiko sosial. Kami sarankan agar ke depan pemberian bantuan lebih selektif dan sesuai ketentuan," kata Ari Dwikora Tono.
Ia juga menyampaikan kecenderungan sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) mengalami kenaikan dari 2010 sampai 2012, kemudian turun pada 2013.
"Silpa pada 2010 mencapai Rp879,8 miliar, kemudian pada 2011 menjadi Rp2,4 triliun, dan tahun 2012 naik hingga Rp3,4 triliun lalu turun pada 2013 yakni Rp1,9 rriliun," ujar Ari Dwikora Tono.
Penyebab masih tingginya Silpa di Kutai Kartanegara, menurut dia, karena kurangnya kompetensi sumber daya manusia (SDM) pada proses penganggaran atau penetapan program kegiatan serta ada kecenderungan memaksimalkan anggaran sehingga pelaksanaannya terhambat.
Untuk itu, ia menyarankan agar Kutai Kartanegara meningkatkan SDM bidang perencanaan atau penganggaran, kemudian cermat penyusunan anggaran.
"Pemkab Kutai Kartanegara juga harus melakukan optimalisasi penyerapan anggaran dengan tetap mengikuti ketentuan yang berlaku," kata Ari Dwikora Tono.
Sementara, Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, mengungkapkan, pihaknya berkomitmen melakukan perbaikan dan menyelesaikan masalah tersebut, yakni mengoptimalkan APBD melalui SKPD untuk kegiatan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pemkab Kutai Kartanegara, kata Rita Widyasari, juga akan meninjau kembali batas minimal pemberian bantuan hibah atau bansos agar tak lebih besar dari PAD.
Tentang tren Silpa yang masih tinggi, menurut Rita Widayasari, Pemkab Kutai Kartanegara akan terus melakukan optimalisasi anggaran, melakukan perencanaan matang sesuai kebutuhan penyerapan APBD.
"Kami sampaikan terima kasih atas perhatian BPKP Kaltim. Kami berkomitmen melakukan perbaikan sesuai yang disarankan itu," ujar Rita Widyasari. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kaltim Ari Dwikora Tono, Jumat mengatakan, gambaran umum pengelolaan anggaran Kutai Kartanegara yakni untuk tren belanja, jumlah realisasi dibandingkan anggaran tahun 2010 sampai 2013 berkisar antara 73 hingga 84 persen.
"Misalnya, pada 2013 pengelolaan anggaran Rp9,2 triliun terealisasi sebesar Rp7,3 triliun atau 79,8 persen," ungkap Ari Dwikora Tono.
Kemudian rasio belanja hibah dan bantuan sosial (Bansos), lanjut Ari Dwikora Tono, pada 2010 sampai 2013 melebihi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Misalnya, pada 2013, PAD Kutai Kartanegara Rp379,7 miliar, sedangkan belanja hibah dan bansos mencapai Rp608,8 miliar atau 160,34 persen.
Pada pengelolaan bansos, Kutai Kartanegara, menurut dia, juga dinilai kurang selektif dalam penyusunan anggaran, misalnya pada 2013, ada lima PNS yang menerima bansos biaya berobat.
"Padahal, PNS penerima bansos biaya berobat tidak termasuk dalam kriteria masyarakat yang terkena dampak risiko sosial. Kami sarankan agar ke depan pemberian bantuan lebih selektif dan sesuai ketentuan," kata Ari Dwikora Tono.
Ia juga menyampaikan kecenderungan sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) mengalami kenaikan dari 2010 sampai 2012, kemudian turun pada 2013.
"Silpa pada 2010 mencapai Rp879,8 miliar, kemudian pada 2011 menjadi Rp2,4 triliun, dan tahun 2012 naik hingga Rp3,4 triliun lalu turun pada 2013 yakni Rp1,9 rriliun," ujar Ari Dwikora Tono.
Penyebab masih tingginya Silpa di Kutai Kartanegara, menurut dia, karena kurangnya kompetensi sumber daya manusia (SDM) pada proses penganggaran atau penetapan program kegiatan serta ada kecenderungan memaksimalkan anggaran sehingga pelaksanaannya terhambat.
Untuk itu, ia menyarankan agar Kutai Kartanegara meningkatkan SDM bidang perencanaan atau penganggaran, kemudian cermat penyusunan anggaran.
"Pemkab Kutai Kartanegara juga harus melakukan optimalisasi penyerapan anggaran dengan tetap mengikuti ketentuan yang berlaku," kata Ari Dwikora Tono.
Sementara, Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, mengungkapkan, pihaknya berkomitmen melakukan perbaikan dan menyelesaikan masalah tersebut, yakni mengoptimalkan APBD melalui SKPD untuk kegiatan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pemkab Kutai Kartanegara, kata Rita Widyasari, juga akan meninjau kembali batas minimal pemberian bantuan hibah atau bansos agar tak lebih besar dari PAD.
Tentang tren Silpa yang masih tinggi, menurut Rita Widayasari, Pemkab Kutai Kartanegara akan terus melakukan optimalisasi anggaran, melakukan perencanaan matang sesuai kebutuhan penyerapan APBD.
"Kami sampaikan terima kasih atas perhatian BPKP Kaltim. Kami berkomitmen melakukan perbaikan sesuai yang disarankan itu," ujar Rita Widyasari. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014