Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Meskipun produksinya terus menurun, Kalimantan Timur saat ini menjadi pengekspor terbesar udang windu (penaeus monodon) dengan produksi 12.000 ton per tahun sejak 2013 lampau.

"Sementara harga udang windu saat ini lebih kurang Rp200.000 per kg di Jepang," kata Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kalimantan Timur Iwan Mulyana, di Balikpapan, Rabu.

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kaltim menjadi pembicara kunci dalam diskusi potensi perairan yang digelar Chevron Indonesia Company.

Selain diekspor ke Jepang, udang windu Kaltim juga menjadi makanan kegemaran di Eropa. Kesadaran untuk makan makanan sehat membuat udang windu Kaltim menjadi primadona di Benua Biru.

"Karena udang windu dari Kaltim itu tidak makan makanan buatan pabrik atau buatan manusia. Semuanya organik," jelas Iwan Mulyana. Rasanya juga berbeda dari udang yang dibesarkan dengan makanan buatan. Begitu pula ukuran udang.

Tambak-tambak di Kaltim, jelas Kepala DKP, umumnya tambak yang sederhana. Setelah bibit udang disebar, nyaris tidak ada lagi campur tangan manusia selain menjaga jangan sampai udangnya dicuri orang. Udang tidak diberi makan pelet atau makanan buatan manusia. Semua dibuat alami. Bahkan, karena memiliki sifat kanibal, udang windu bisa saling memakan untuk tumbuh besar.

Udangnya hidup alami di dalam tambak itu. Bahkan, cerita Iwan, setiap tahun ada tim dari Uni Eropa yang datang ke Kaltim untuk memastikan keorganikan tersebut. Mereka meninjau tambak-tambak dan memberikan rekomendasi-rekomendasi.

"Mereka misalnya minta agar tidak ada ternak, atau anjing yang berada di dekat tambak," kata Iwan. Kotoran dari hewan-hewan itu ditakutkan mencemari air tempat hidup udang.

Namun demikian, karena organik itu, produksinya tidak banyak bila dibandingkan dengan tambak intensif. Saat ini tambak udang windu di Balikpapan, Penajam Paser Utara, Paser, atau Kutai Kartanegara hanya menghasilkan lebih kurang 70-100 kg per hektare.

Menurut Iwan, capaian produksi petani tambak Kalimantan Timur (saat itu masih ada wilayah-wilayah yang kini menjadi Kalimantan Utara) pernah menghasilkan hingga 17.000 ton per tahun. Di awal 90-an, petambak bisa dapat 400-500 kg udang dari dua kali panen dari satu hektare tambak.

"Tapi dengan produksi 12.000 itu pun saat ini Kaltim masih jadi pengekspor terbesar udang windu, sebab daerah-daerah lain juga mengalami penurunan yang signifikan," jelas pejabat yang sudah dua kali diperpanjang masa baktinya itu.

Penyebab penurunan produksi adalah terjadinya pendangkalan pada kawasan tambak untuk produksi, dan faktor tanah di Kaltim yang tingkat keasamannya cukup tinggi sehingga sangat mempengaruhi produksi akhir.

Pendangkalan tambak sendiri terjadi karena banyaknya sedimen yang terperangkap saat air pasang memenuhi tambak. Sedimen ini terbawa air karena degradasi lingkungan, yakni banyaknya penebangan pohon di sekitarnya maupun di hulu sungai.   (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014