Nunukan (ANTARA Kaltim) - Balai Pelayanan, Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara mencatat sekitar 60 persen warga negara Indonesia (WNI) yang dideportasi melalui Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara masuk ke Malaysia secara ilegal.

Berkaitan dengan hal itu, Kepala BP3TKI Kabupaten Nunukan, Edi Sujarwo di Nunukan, Sabtu menyatakan, akan menyurati KOnsulat RI di Negeri Sabah, Malaysia mempertanyakan bentuk pelayanan WNI selama menjalani hukumannya termasuk proses pemulangannya (deportasi) ke Indonesia.

"Memang sesuai catatan BP3TKI Nunukan, terdapat 50-60 persen WNI yang dideportasi Malaysia karena masuk secara ilegal atau tidak menggunakan paspor sama sekali," aku dia.

Ia menjelaskan, sebagian WNI yang dideportasi tetap masuk secara legal dengan menggunakan dokumen keimigrasian (paspor) TKI tetapi setelah satu tahun tidak diperpanjang oleh majikan atau perusahaan tempatnya bekerja.

Edi Sujarwo juga mengatakan, sebagian lagi hanya menggunakan paspor lawatan/umum (48 halaman) dan pas lintas batas (PLB).

Hal yang paling menjadi perhatian BP3TKI Kabupaten Nunukan adalah adanya WNI yang dideportasi berulang-ulang sehingga telah membangun sistem (aplikasi) untuk mendata dengan mengambil sidik tiga jari nantinya.

Penerapan aplikasi yang akan dirancang tersebut mengajak aparat kepolisian di daerah itu guna memaksimalkan penanganannya. BP3TKI setempat mempertimbangkan akan melakukan input pada saat masih berada di atas kapal dalam perjalanan dari Tawau (Malaysia) menuju Kabupaten Nunukan, terang dia.

"Aplikasi pendataan deportasi bagi WNI yang dideportasi berulang-ulang akan dilaksanakan secepat mungkin agar seluruhnya tertampung," jelas Edi Sujarwo yang baru menjabat sebagai Kepala BP3TKI Kabupaten Nunukan menggantikan Muh Sapri yang pindah tugas ke Jakarta.

Melalui aplikasi ini juga, BP3TKI setempat akan mendata keluarga WNI deportasi yang menjemputnya atau menjamin mereka supaya jelas identitasnya guna memaksimalkan pelayanan kepada deportan.

Edi Sujarwo mencoba menjalankan aplikasi tersebut untuk memutuskan mata rantai terjadinya WNI dideportasi berulang-ulang karena selama ini dikembalikan ke Malaysia oleh keluarga atau penjaminnya tanpa menggunakan dokumen keimigrasian yang sah.

Setelah dilakukan pendataan dengan menggunakan aplikasi yang mulai dirancang itu, dapat mengetahui alasan WNI kembali ke Malaysia tanpa menggunakan dokumen, ujar dia.    (*)

Pewarta: M Rusman

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014