Balikpapan (ANTARA Kaltim) – Panitia Khusus Raperda Bantuan Penyelenggaran Jamaah Haji Kaltim DPRD Kaltim harus mewaspadai potensi duplikasi anggaran. Khususnya anggaran untuk komponen yang selama ini sudah di-cover oleh pemerintah pusat untuk jamaah haji se-Tanah Air.
“Saya sarankan bantuan katering untuk jamaah selama di Makkah ditiadakan. Begitu juga transportasi lokal selama jamaah di Makkah,†kata Hidayanti, salah satu pembicara dalam Uji Publik Raperda Bantuan Penyelenggaran Jamaah Haji Kaltim di Hotel Gran Senyiur, Balikpapan, Jumat (30/5). Pembicara lainnya adalah Imam Syaukani dan Arif dari Kementerian Agama (Kemenag) RI dan Suriansyah Hanafi dari Kemenag Kaltim.
Uji Publik Raperda ini dibuka Wakil Ketua DPRD Kaltim Agus Santoso dan dihadiri mayoritas anggota DPRD Kaltim.
Hidayanti menyinggung soal rencana pemberian bantuan katering dan transportasi lokal bagi jamaah haji Kaltim karena termaktub dalam raperda ini. Menurutnya bantuan katering selain berpotensi duplikasi anggaran juga berpotensi menimbulkan persoalan.
Katering jamaah haji selama di Makkah memang tak diberikan oleh pemerintah pusat. Sebagai gantinya jamaah mendapat living cost sebesar 1.500 riyal. Karena itu, bantuan katering menurut Hidayanti berpeluang tumpang tindih anggaran.
“Belum lagi jika kateringnya basi, terlambat tiba, atau penyedia makanan tak mendapat izin dari pemerintah Arab Saudi. Karena itu disarankan ditiadakan,†katanya.
Saran yang sama untuk transportasi lokal. Sebab menurutnya, transportasi lokal bagi jamaah haji sudah termasuk komponen yang ditanggung pemerintah pusat.
Lalu mana celah bantuan yang bisa diakomodasi dalam raperda? Hidayanti sepakat, bantuan bisa diberikan untuk transportasi dari daerah asal jamaah ke Embarkasi. Misalnya jamaah haji asal Sebatik, tentu tak bisa disamakan dengan jamaah haji asal Balikpapan.
Sebab meski sama-sama asal Kaltim, jamaah asal Sebatik harus merogoh kocek lebih untuk membayar biaya perjalanan dari utara Kaltim ini ke Embarkasi di Balikpapan.
Imam Syaukani menyatakan, sebagaimana amanat UU No.13/2008 tentang Penyelenggaraan Haji, kepala daerah termasuk pihak yang bertanggung dalam penyelengaraan haji.
Mengacu UU No.13/2008, ia sepakat pemerintah daerah bisa mencari celah untuk membantu jamaah haji, dengan catatan menghindari dobel anggaran agar tak menjadi persoalan di mata institusi pemeriksa keuangan.
Ketua Pansus Abdul Djalil Fatah menyatakan, semangat pembuatan perda ini adalah agar jamaah haji mendapatkan kenyamanan, kelancaran dan bisa khusyuk beribadah.
Sejumlah masukan dalam uji publik akan dirangkum sebelum raperda disahkan menjadi perda. Yang jelas, perda ini akan disahkan sebelum musim haji tahun ini tiba. Kloter pertama jamaah haji asal Indonesia tahun ini diplot 1 September, dan jadwal terakhir pemberangkatan 28 September (closing date). (Humas DPRD Kaltim/adv/hms)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014
“Saya sarankan bantuan katering untuk jamaah selama di Makkah ditiadakan. Begitu juga transportasi lokal selama jamaah di Makkah,†kata Hidayanti, salah satu pembicara dalam Uji Publik Raperda Bantuan Penyelenggaran Jamaah Haji Kaltim di Hotel Gran Senyiur, Balikpapan, Jumat (30/5). Pembicara lainnya adalah Imam Syaukani dan Arif dari Kementerian Agama (Kemenag) RI dan Suriansyah Hanafi dari Kemenag Kaltim.
Uji Publik Raperda ini dibuka Wakil Ketua DPRD Kaltim Agus Santoso dan dihadiri mayoritas anggota DPRD Kaltim.
Hidayanti menyinggung soal rencana pemberian bantuan katering dan transportasi lokal bagi jamaah haji Kaltim karena termaktub dalam raperda ini. Menurutnya bantuan katering selain berpotensi duplikasi anggaran juga berpotensi menimbulkan persoalan.
Katering jamaah haji selama di Makkah memang tak diberikan oleh pemerintah pusat. Sebagai gantinya jamaah mendapat living cost sebesar 1.500 riyal. Karena itu, bantuan katering menurut Hidayanti berpeluang tumpang tindih anggaran.
“Belum lagi jika kateringnya basi, terlambat tiba, atau penyedia makanan tak mendapat izin dari pemerintah Arab Saudi. Karena itu disarankan ditiadakan,†katanya.
Saran yang sama untuk transportasi lokal. Sebab menurutnya, transportasi lokal bagi jamaah haji sudah termasuk komponen yang ditanggung pemerintah pusat.
Lalu mana celah bantuan yang bisa diakomodasi dalam raperda? Hidayanti sepakat, bantuan bisa diberikan untuk transportasi dari daerah asal jamaah ke Embarkasi. Misalnya jamaah haji asal Sebatik, tentu tak bisa disamakan dengan jamaah haji asal Balikpapan.
Sebab meski sama-sama asal Kaltim, jamaah asal Sebatik harus merogoh kocek lebih untuk membayar biaya perjalanan dari utara Kaltim ini ke Embarkasi di Balikpapan.
Imam Syaukani menyatakan, sebagaimana amanat UU No.13/2008 tentang Penyelenggaraan Haji, kepala daerah termasuk pihak yang bertanggung dalam penyelengaraan haji.
Mengacu UU No.13/2008, ia sepakat pemerintah daerah bisa mencari celah untuk membantu jamaah haji, dengan catatan menghindari dobel anggaran agar tak menjadi persoalan di mata institusi pemeriksa keuangan.
Ketua Pansus Abdul Djalil Fatah menyatakan, semangat pembuatan perda ini adalah agar jamaah haji mendapatkan kenyamanan, kelancaran dan bisa khusyuk beribadah.
Sejumlah masukan dalam uji publik akan dirangkum sebelum raperda disahkan menjadi perda. Yang jelas, perda ini akan disahkan sebelum musim haji tahun ini tiba. Kloter pertama jamaah haji asal Indonesia tahun ini diplot 1 September, dan jadwal terakhir pemberangkatan 28 September (closing date). (Humas DPRD Kaltim/adv/hms)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014