Pengamat politik Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Herdiansyah Hamzah menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) semestinya terus berupaya mendorong masyarakat untuk menciptakan demokrasi yang berkualitas, bukan semata prosedural.

“Sejauh ini fokus isu Pemilu masih didominasi oleh penyelenggara, dalam hal ini KPU. Itu pun terbatas pada urusan teknis saja, padahal KPU itu tidak hanya pada dirinya sendiri mengurusi teknis, tapi juga bertanggung jawab bagaimana mendorong demokrasi substansial di tengah-tengah masyarakat. Karena publik butuh demokrasi yang berkualitas, bukan semata demokrasi prosedural,” ujar  Herdiansyah Hamzah yang akrab disapa Castro di Samarinda, Jumat.

Menurutnya, Dinamika masyarakat Kaltim menjelang Pemilu tidak seramai di Jakarta, di mana Kaltim cenderung masih berposisi pasif menunggu asupan informasi dari Jakarta.

Padahal, katanya, sebagai lokasi Ibu Kota Negara baru, Kaltim harusnya sudah mulai membiasakan diri jadi pusat isu dan wacana. Maka perlu adanya inisiatif-inisiatif mendiskusikan segala hal berkaitan dengan momentum politik, dan itu harus dimulai dari provinsi ini.

“Hal yang menjadi pekerjaan rumah bagi Penyelenggara Pemilu, bagaimana meningkatkan partisipasi masyarakat Kaltim menyambut pesta demokrasi lima tahunan  tersebut, di tengah rendahnya tingkat partisipasi pemilih di beberapa kabupaten dan kota,” beber Castro.

Terkait peningkatan partisipasi pemilih, ia beberapa kali menyampaikan ke penyelenggara, dalam melakukan kegiatan sosialisasi harus base on research, membuka data golongan putih (golput) ke publik.

Lanjutnya, dari situ tentu terlihat wilayah mana, kecamatan, RW hingga RT dan tempat pemilihan Suara yang paling banyak golputnya. Dari data tersebut bisa  terlihat wilayah dengan  kesenjangan antara jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan yang mencoblos.

“Ini sudah sering saya sampaikan ke penyelenggara. Harus base on research, buka data golputnya ke publik. Di wilayah mana saja yang paling banyak golputnya, maksimalkan semua kegiatan di sana, seperti sosialisasi, diskusi, dan lainnya,” ujar Castro.

Menurutnya, pihak penyelenggara Pemilu masih belum tepat sasaran melakukan program peningkatan partisipasi pemilih, sebab kantong-kantong golput tersebut harus disasar sesuai arah yang jelas.

“Kalau sosialisasi di hotel-hotel dengan peserta yang itu-itu saja, bagaimana  mau efektif, itu ibarat kepala yang gatal, punggung yang digaruk,” selorohnya.

Selain itu, Castro juga menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD tentang tingginya indeks kerawanan Pemilu Kaltim, bahwa itu memang berdasarkan data, kalkulasi tersebut benar.  
Data tersebut katanya bisa dibuka pada website Bawaslu yang  menayangkan skor indeks kerawanan pemilu (https://sipekapilu.bawaslu.go.id/), kaltim memang memiliki tingkat kerawanan tinggi dengan skor 74,04.

Lanjutnya, ada beberapa variabel yang menentukan tingkat kerawanan, mulai dari konteks sosial politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi hingga partisipasi, seluruh variabel tersebut saling terkait.

“Jadi anggap saja pernyataan Mahfud itu jadi semacam early warning bagi warga Kaltim, terkhusus bagi penyelenggara pemilu beserta seluruh stakeholders agar bekerja keras bahu membahu untuk pemilu 2024 nanti. Sebab tanggungjawab pemilu itu bukan hanya di penyelenggara, tapi kepada seluruh warga tanpa terkecuali,” tutur Castro.
 

Pewarta: Ahmad Rifandi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023