Muara Wahau, Kaltim (ANTARA Kaltim) - Rombongan Tim Ekspedisi Indonesia 4X4 ke Perbatasan atau "Indonesia 4X4 Expedition to Border" harus melewati jalan yang rusak pada rute Sangatta-Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Syamsu Setiabudi, pemimpin perjalanan yang juga pengemudi paling senior dalam tim Ekspedisi Indonesia 4X4 ke Perbatasan, Senin, mengatakan, saat melewati rute Sangatta-Muara Wahau, mesin Toyota FJ 55 yang dikendarai peserta bernama Umar dan Wita dari tim Jawa Timur, Minggu (27/10), sempat mengalami overheat atau kepanasan.
Mobil pickup itu pun, katanya, mogok di pertigaan jalan aspal dari Rantau Pulung, 160 km dari Sangatta, Kutai Timur.
"Segera juga seluruh anggota tim berhenti dan menolong FJ 55 tersebut. Mesinnya harus didinginkan sebentar, baru masukkan air tambahan ke dalam radiator," kata Syamsu Setiabudi.
Setelah beberapa saat, air tambahan dimasukkan. Mesin yang panas bereaksi dengan menyemburkan uap putih, tanda air yang baru dimasukkan tersebut menemui logam yang dalam kondisi panas melebihi titik didih air.
Mesin kembali didiamkan dan didinginkan sebentar sebelum diberi radiator dipenuhi lagi dengan air pendingin.
Setelah setengah jam, mobil yang kadang juga dijuluki Toyota Badak itu pun bisa kembali melanjutkan perjalanan. Rombongan kembali bergerak pada pukul 16.30 Wita.
Pada pukul 18.00 tim kembali berhenti saat mencapai Km 182. Kali ini untuk istirahat sejenak dan menunaikan salat magrib. Tim berhenti di warung yang dikelola Syafruddin dan istrinya, dan shalat di rumah panggung ala Bugis milik Syafruddin.
"Di sini kami berkebun menanam sawit, juga menanam palawija, selain menjalankan warung ini," tutur Syafruddin yang merantau dari Pare-pare, Sulawesi Selatan.
Pada kesempatan ini juga Ketua Indonesian Offroad Federation (IOF) Jenderal Purn Roesmanhadi mentraktir seluruh anggota rombongan minum kopi.
"Biar semua segar lagi," kata Pak Roesman sambil berdiri untuk mengambil wudhu.
Lepas magrib perjalanan diteruskan dan setelah menempuh perjalanan selama 13 jam dari Samarinda, Tim mencapai Muara Wahau, lebih kurang 300 km ke utara pada pukul 21.00 Wita, untuk kemudian beristirahat guna meneruskan perjalanan pada Senin (28/10).
Dilepas Gubernur
Sebelumnya, Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak melepas rombongan dari Lamin Etam, Kantor Gubenur Kaltim, pada Minggu (27/10) pukul 07.00 Wita.
Tim kemudian berkonvoi menuju Sangatta, ibu negeri Kabupaten Kutai Timur, sebagai tujuan pertama hingga tiba waktu istirahat pukul 13.00 Wita. Kecepatan konvoi rata-rata 50 km per jam.
"Karena perjalanan ini bukan untuk mengejar waktu meski ada target yang harus dicapai," kata Syamsu.
Satu topik yang ramai dibicarakan anggota Tim sepanjang perjalanan melalui radio adalah kondisi jalan negara, jalan Trans Kalimantan yang pembangunan dan pemeliharaannya dibebankan kepada anggaran nasional.
Dalam rute Sangatta-Muara Wahau, Tim disajikan jalan tanah sebagai jalan pintas, melewati tambang batubara milik PT Kaltim Prima Coal, perkebunan kelapa sawit, dan saat kembali ke jalan poros, selang-seling jalan beton yang belum selesai dan jalan aspal yang dihiasi lubang-lubang besar.
Khrisna Anggakusuma, pengemudi Range Rover dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, mengatakan, mestinya dengan pendapatan Rp420 triliun sebagai PDRB (pendapatan domestik bruto) tidak ada lagi jalan yang tidak selesai seperti ini.
"Bayangkan, kita hanya melewati jalan ini sekali-sekali, bagaimana dengan masyarakat di sini yang mesti melewatinya setiap hari," imbuh Zainal Arifin, peserta dari DKI Jakata. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
Syamsu Setiabudi, pemimpin perjalanan yang juga pengemudi paling senior dalam tim Ekspedisi Indonesia 4X4 ke Perbatasan, Senin, mengatakan, saat melewati rute Sangatta-Muara Wahau, mesin Toyota FJ 55 yang dikendarai peserta bernama Umar dan Wita dari tim Jawa Timur, Minggu (27/10), sempat mengalami overheat atau kepanasan.
Mobil pickup itu pun, katanya, mogok di pertigaan jalan aspal dari Rantau Pulung, 160 km dari Sangatta, Kutai Timur.
"Segera juga seluruh anggota tim berhenti dan menolong FJ 55 tersebut. Mesinnya harus didinginkan sebentar, baru masukkan air tambahan ke dalam radiator," kata Syamsu Setiabudi.
Setelah beberapa saat, air tambahan dimasukkan. Mesin yang panas bereaksi dengan menyemburkan uap putih, tanda air yang baru dimasukkan tersebut menemui logam yang dalam kondisi panas melebihi titik didih air.
Mesin kembali didiamkan dan didinginkan sebentar sebelum diberi radiator dipenuhi lagi dengan air pendingin.
Setelah setengah jam, mobil yang kadang juga dijuluki Toyota Badak itu pun bisa kembali melanjutkan perjalanan. Rombongan kembali bergerak pada pukul 16.30 Wita.
Pada pukul 18.00 tim kembali berhenti saat mencapai Km 182. Kali ini untuk istirahat sejenak dan menunaikan salat magrib. Tim berhenti di warung yang dikelola Syafruddin dan istrinya, dan shalat di rumah panggung ala Bugis milik Syafruddin.
"Di sini kami berkebun menanam sawit, juga menanam palawija, selain menjalankan warung ini," tutur Syafruddin yang merantau dari Pare-pare, Sulawesi Selatan.
Pada kesempatan ini juga Ketua Indonesian Offroad Federation (IOF) Jenderal Purn Roesmanhadi mentraktir seluruh anggota rombongan minum kopi.
"Biar semua segar lagi," kata Pak Roesman sambil berdiri untuk mengambil wudhu.
Lepas magrib perjalanan diteruskan dan setelah menempuh perjalanan selama 13 jam dari Samarinda, Tim mencapai Muara Wahau, lebih kurang 300 km ke utara pada pukul 21.00 Wita, untuk kemudian beristirahat guna meneruskan perjalanan pada Senin (28/10).
Dilepas Gubernur
Sebelumnya, Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak melepas rombongan dari Lamin Etam, Kantor Gubenur Kaltim, pada Minggu (27/10) pukul 07.00 Wita.
Tim kemudian berkonvoi menuju Sangatta, ibu negeri Kabupaten Kutai Timur, sebagai tujuan pertama hingga tiba waktu istirahat pukul 13.00 Wita. Kecepatan konvoi rata-rata 50 km per jam.
"Karena perjalanan ini bukan untuk mengejar waktu meski ada target yang harus dicapai," kata Syamsu.
Satu topik yang ramai dibicarakan anggota Tim sepanjang perjalanan melalui radio adalah kondisi jalan negara, jalan Trans Kalimantan yang pembangunan dan pemeliharaannya dibebankan kepada anggaran nasional.
Dalam rute Sangatta-Muara Wahau, Tim disajikan jalan tanah sebagai jalan pintas, melewati tambang batubara milik PT Kaltim Prima Coal, perkebunan kelapa sawit, dan saat kembali ke jalan poros, selang-seling jalan beton yang belum selesai dan jalan aspal yang dihiasi lubang-lubang besar.
Khrisna Anggakusuma, pengemudi Range Rover dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, mengatakan, mestinya dengan pendapatan Rp420 triliun sebagai PDRB (pendapatan domestik bruto) tidak ada lagi jalan yang tidak selesai seperti ini.
"Bayangkan, kita hanya melewati jalan ini sekali-sekali, bagaimana dengan masyarakat di sini yang mesti melewatinya setiap hari," imbuh Zainal Arifin, peserta dari DKI Jakata. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013