Ketua Asosiasi Pemerintah Desa (APDESI) Kabupaten Paser M. Nasri mengatakan bakal calon Kepala Desa (Kades) memiliki hak untuk mengajukan keberatan jika dinilai ada kejanggalan dalam seleksi pencalonan.
"Silahkan saja jika ada yang keberatan, sampaikan dimana keberatannya. Itu merupakan hak bakal calon," kata M. Nasri di Tanah Grogot, Rabu (26/10).
Menurut pandangan dia, seleksi calon peserta Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) itu sudah memenuhi standar yang ditentukan Undang-Undang.
Berdasarkan aturan dalam seleksi Pilkades, jika dalam satu desa, jumlah bakal calon lebih dari lima orang, maka panitia pemilihan perlu melakukan seleksi.
Nasri juga mendapat informasi ada bakal calon yang mengajukan keberatan terkait adanya bobot nilai pada seleksi berkas.
Menurutnya, hal itu sudah menjadi ketentuan, di mana panitia seleksi akan memberikan bobot nilai sesuai dokumen yang dimiliki setiap bakal calon.
Ia menegaskan, setiap berkas dokumen memiliki bobot nilai masing-masing. Misalnya bobot nilai latar belakang pendidikan formil tentu akan berbeda dengan pendidikan non formal.
"Contohnya, calon ada tujuh orang, kemudian yang lima berijazah formal dan sisanya berijazah non formal, itu bisa jadi bahan untuk digugurkan," paparnya.
Dikemukakannya bahwa untuk menjadi seorang kepala desa, dibutuhkan adalah jiwa kepemimpinan, terlepas dari latar belakang pendidikan yang dimiliki calon.
"Bagi saya, latar belakang pendidikan tinggi bukan parameter bagus tidaknya calon Kades. Tapi kalau kita bicara lokal, calon yang memiliki ketokohan pasti akan dipilih, yang jadi persoalan jika calon Kades yang ditokohkan tidak lolos seleksi," ucapnya.
Pendidikan formal, kata Nasri, juga tidak menjamin seseorang menjadi seorang kepala desa yang baik. Begitu sebaliknya, apakah tokoh lokal bisa jadi Kades yang baik, Nasri juga tidak bisa menjamin.
"Barangkali tergantung pengalaman, yang terpenting dia memiliki kepedulian sosial yang tinggi kepada warganya," ujar Nasri.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022
"Silahkan saja jika ada yang keberatan, sampaikan dimana keberatannya. Itu merupakan hak bakal calon," kata M. Nasri di Tanah Grogot, Rabu (26/10).
Menurut pandangan dia, seleksi calon peserta Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) itu sudah memenuhi standar yang ditentukan Undang-Undang.
Berdasarkan aturan dalam seleksi Pilkades, jika dalam satu desa, jumlah bakal calon lebih dari lima orang, maka panitia pemilihan perlu melakukan seleksi.
Nasri juga mendapat informasi ada bakal calon yang mengajukan keberatan terkait adanya bobot nilai pada seleksi berkas.
Menurutnya, hal itu sudah menjadi ketentuan, di mana panitia seleksi akan memberikan bobot nilai sesuai dokumen yang dimiliki setiap bakal calon.
Ia menegaskan, setiap berkas dokumen memiliki bobot nilai masing-masing. Misalnya bobot nilai latar belakang pendidikan formil tentu akan berbeda dengan pendidikan non formal.
"Contohnya, calon ada tujuh orang, kemudian yang lima berijazah formal dan sisanya berijazah non formal, itu bisa jadi bahan untuk digugurkan," paparnya.
Dikemukakannya bahwa untuk menjadi seorang kepala desa, dibutuhkan adalah jiwa kepemimpinan, terlepas dari latar belakang pendidikan yang dimiliki calon.
"Bagi saya, latar belakang pendidikan tinggi bukan parameter bagus tidaknya calon Kades. Tapi kalau kita bicara lokal, calon yang memiliki ketokohan pasti akan dipilih, yang jadi persoalan jika calon Kades yang ditokohkan tidak lolos seleksi," ucapnya.
Pendidikan formal, kata Nasri, juga tidak menjamin seseorang menjadi seorang kepala desa yang baik. Begitu sebaliknya, apakah tokoh lokal bisa jadi Kades yang baik, Nasri juga tidak bisa menjamin.
"Barangkali tergantung pengalaman, yang terpenting dia memiliki kepedulian sosial yang tinggi kepada warganya," ujar Nasri.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022