Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara menyuarakan pelestarian kanguru mini dengan mengusung satwa berkantong itu sebagai maskot untuk Festival Pesona Meti Kei (FPMK) 2022 di daerah terluar Provinsi Maluku itu.
Ketua Panitia FPMK 2022 Budi Toffy di Langgur, Selasa, mengatakan salah satu misi yang dibawa pada festival tahun ini adalah pelestarian hewan endemik yang ada Malra, yakni kanguru yang habitatnya berada di Pulau Kei Besar.
Warga Malra juga menyebut satwa itu sebagai kanguru pendek dan kanguru tanah, sedangkan sebagian warga Kei Besar menyebutnya sebagai Aha.
Festival Meti Kei merupakan cara pemerintah daerah memanfaatkan fenomena alam surut air laut yang panjang (meti) menjadi sebuah festival di daerah pesisir. FPMK sudah menjadi kalender pariwisata tahunan Kemenparekraf untuk regional Indonesia timur.
Menurut Budi, penggunaan kanguru mini sebagai maskot diharapkan akan membangun kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian satwa yang makin sulit ditemukan itu.
"Menjadi salah satu misi kita saat ini yakni pelestarian hewan endemik, yakni kanguru mini yang dapat dijumpai di sejumlah hutan di Pulau Kei Besar, namun kini sulit untuk dijumpai atau berkurang sehingga kita jadikan maskot FPMK 2022," katanya.
Keberadaan kanguru mini belum terdokumentasi dengan lengkap di Indonesia karena selama ini kanguru mini lebih dikenal di daerah Taman Nasional Wasur, Papua. Populasi kanguru di Maluku Tenggara juga belum pernah dihitung secara pasti.
"Iya, (kanguru) belum pernah didata," kata Humas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku Seto Purwanto ketika dihubungi Antara dari Langgur.
Meski begitu, ia mengatakan BKSDA Maluku pernah melepasliarkan seekor kanguru mini di daerah konservasi di Maluku Tenggara. Di Maluku Tenggara terdapat Cagar Alam Dab, tepatnya di Kepulauan Kei Besar dengan luas area 14.218 hektare.
Kawasan itu berfungsi untuk perlindungan dan pemanfaatan flora dan fauna salah satunya kanguru pendek kei. Selain itu, ada juga burung nuri kei yang hanya dapat hidup di kawasan tersebut.
Sementara itu, keberadaan kanguru pendek Kei di Maluku belum diketahui secara luas oleh masyarakat bahkan bagi warga di Maluku Tenggara. Warga yang pernah melihat kanguru mini itu biasanya adalah mereka yang berasal maupun tinggal di sejumlah desa (ohoi) di Kecamatan Kei Besar.
"Kanguru mini ini ada di wilayah tiga ohoi, yakni Reamru, Weduar dan Ohoituf," kata Grendi Rada, warga asal Ohoi Reamru.
Ia mengatakan kanguru mini biasanya hidup berkelompok di daerah hutan dan pegunungan. Satwa itu paling sering terlihat saat musim angin timur, sekitar bulan Mei hingga pertengahan tahun, karena kanguru sering turun hingga ke daerah pesisir pantai.
"Uniknya saat pancaroba, atau sehari sebelum peralihan musim, kanguru itu sudah tidak terlihat lagi pasti sudah pergi ke pegunungan lagi," katanya.
Menurut dia, warga Kei Besar pada umumnya tidak mengganggu satwa tersebut, namun ada sebagian yang terpaksa memburunya ketika gelombang laut dan cuaca buruk saat musim timur membuat nelayan sulit melaut.
"Ketika musim timur warga sulit melaut sehingga memasang jerat untuk menangkap babi, tapi kadang dapatnya kanguru," kata Grendi seraya menambahkan kanguru yang terjerat juga ada yang akhirnya dipelihara warga.
Kace Ubro, yang juga warga Kei Besar, mengatakan tidak semua warga mengonsumsi kanguru mini karena merasa tidak tega.
"Dia terlalu lucu untuk dimakan," kata Kace.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Maluku Tenggara lestarikan kanguru mini lewat Festival Meti Kei
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022
Ketua Panitia FPMK 2022 Budi Toffy di Langgur, Selasa, mengatakan salah satu misi yang dibawa pada festival tahun ini adalah pelestarian hewan endemik yang ada Malra, yakni kanguru yang habitatnya berada di Pulau Kei Besar.
Warga Malra juga menyebut satwa itu sebagai kanguru pendek dan kanguru tanah, sedangkan sebagian warga Kei Besar menyebutnya sebagai Aha.
Festival Meti Kei merupakan cara pemerintah daerah memanfaatkan fenomena alam surut air laut yang panjang (meti) menjadi sebuah festival di daerah pesisir. FPMK sudah menjadi kalender pariwisata tahunan Kemenparekraf untuk regional Indonesia timur.
Menurut Budi, penggunaan kanguru mini sebagai maskot diharapkan akan membangun kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian satwa yang makin sulit ditemukan itu.
"Menjadi salah satu misi kita saat ini yakni pelestarian hewan endemik, yakni kanguru mini yang dapat dijumpai di sejumlah hutan di Pulau Kei Besar, namun kini sulit untuk dijumpai atau berkurang sehingga kita jadikan maskot FPMK 2022," katanya.
Keberadaan kanguru mini belum terdokumentasi dengan lengkap di Indonesia karena selama ini kanguru mini lebih dikenal di daerah Taman Nasional Wasur, Papua. Populasi kanguru di Maluku Tenggara juga belum pernah dihitung secara pasti.
"Iya, (kanguru) belum pernah didata," kata Humas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku Seto Purwanto ketika dihubungi Antara dari Langgur.
Meski begitu, ia mengatakan BKSDA Maluku pernah melepasliarkan seekor kanguru mini di daerah konservasi di Maluku Tenggara. Di Maluku Tenggara terdapat Cagar Alam Dab, tepatnya di Kepulauan Kei Besar dengan luas area 14.218 hektare.
Kawasan itu berfungsi untuk perlindungan dan pemanfaatan flora dan fauna salah satunya kanguru pendek kei. Selain itu, ada juga burung nuri kei yang hanya dapat hidup di kawasan tersebut.
Sementara itu, keberadaan kanguru pendek Kei di Maluku belum diketahui secara luas oleh masyarakat bahkan bagi warga di Maluku Tenggara. Warga yang pernah melihat kanguru mini itu biasanya adalah mereka yang berasal maupun tinggal di sejumlah desa (ohoi) di Kecamatan Kei Besar.
"Kanguru mini ini ada di wilayah tiga ohoi, yakni Reamru, Weduar dan Ohoituf," kata Grendi Rada, warga asal Ohoi Reamru.
Ia mengatakan kanguru mini biasanya hidup berkelompok di daerah hutan dan pegunungan. Satwa itu paling sering terlihat saat musim angin timur, sekitar bulan Mei hingga pertengahan tahun, karena kanguru sering turun hingga ke daerah pesisir pantai.
"Uniknya saat pancaroba, atau sehari sebelum peralihan musim, kanguru itu sudah tidak terlihat lagi pasti sudah pergi ke pegunungan lagi," katanya.
Menurut dia, warga Kei Besar pada umumnya tidak mengganggu satwa tersebut, namun ada sebagian yang terpaksa memburunya ketika gelombang laut dan cuaca buruk saat musim timur membuat nelayan sulit melaut.
"Ketika musim timur warga sulit melaut sehingga memasang jerat untuk menangkap babi, tapi kadang dapatnya kanguru," kata Grendi seraya menambahkan kanguru yang terjerat juga ada yang akhirnya dipelihara warga.
Kace Ubro, yang juga warga Kei Besar, mengatakan tidak semua warga mengonsumsi kanguru mini karena merasa tidak tega.
"Dia terlalu lucu untuk dimakan," kata Kace.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Maluku Tenggara lestarikan kanguru mini lewat Festival Meti Kei
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022