Samarinda (ANTARA Kaltim) - Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Muhammad Adam Sinte menilai pemberian proper atau ketaatan dalam melakukan kegiatan pertambangan oleh pemerintah daerah kepada perusahaan tambang adalah salah kaprah dan mengarah kepada pembohongan publik. Karena proper hanya ada pada tingkat nasional, tidak dikenal adanya proper daerah.
"Jika dirunut dari aturan dan sesuai hasil diskusi Komisi III dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di Jakarta beberapa waktu lalu jelas hal itu tidak diperbolehkan. Pemberian proper hanya dari pemerintah pusat," ungkap Adam.
Politikus Hanura ini membeberkan kasus seperti yang terjadi di beberapa daerah yang pernah melaksanakan proper, tapi sudah dihentikan oleh KLH. Jawa Timur misalnya sudah tidak memberikan proper lagi.
"Kekhawatiran KLH itu beralasan. Bisa saja terjadi jual beli di proper tersebut. Jika daerah juga memberikan proper kepada perusahaan - perusahaan bisa berbeda dalam penilaian dengan KLH, karena indikator penilaiannya sangat variabel.
Misalnya ada perusahaan tambang yang oleh laporan masyarakat dikatakan mencemari lingkungan baik air dan tanah, tapi tetap mendapatkan peringkat biru atau hijau dalam pemberian proper," ucap politikus asal daerah pemilihan Balikpapan ini.
Fatalnya lagi panitia tidak melibatkan KLH dalam melakukan penilaian. Harusnya KLH disertakan karena kompetensi yang dimilikinya.
"KLH meminta DPRD Kaltim untuk menegur pihak-pihak yang masih memberikan proper dalam rangka penilaian kegiatan mereka. Pemberian proper di daerah bisa karena ada permainan sponsor. Berbeda jika proper dilakukan oleh pusat karena hasilnya bisa diumumkan oleh media.
Jika penilaian menghasilkan tidak ramah lingkungan pasti kegiatan ekspor ditolak oleh negara tujuan ekspor," papar Adam. (Humas DPRD kaltim/adv/dit/met)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
"Jika dirunut dari aturan dan sesuai hasil diskusi Komisi III dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di Jakarta beberapa waktu lalu jelas hal itu tidak diperbolehkan. Pemberian proper hanya dari pemerintah pusat," ungkap Adam.
Politikus Hanura ini membeberkan kasus seperti yang terjadi di beberapa daerah yang pernah melaksanakan proper, tapi sudah dihentikan oleh KLH. Jawa Timur misalnya sudah tidak memberikan proper lagi.
"Kekhawatiran KLH itu beralasan. Bisa saja terjadi jual beli di proper tersebut. Jika daerah juga memberikan proper kepada perusahaan - perusahaan bisa berbeda dalam penilaian dengan KLH, karena indikator penilaiannya sangat variabel.
Misalnya ada perusahaan tambang yang oleh laporan masyarakat dikatakan mencemari lingkungan baik air dan tanah, tapi tetap mendapatkan peringkat biru atau hijau dalam pemberian proper," ucap politikus asal daerah pemilihan Balikpapan ini.
Fatalnya lagi panitia tidak melibatkan KLH dalam melakukan penilaian. Harusnya KLH disertakan karena kompetensi yang dimilikinya.
"KLH meminta DPRD Kaltim untuk menegur pihak-pihak yang masih memberikan proper dalam rangka penilaian kegiatan mereka. Pemberian proper di daerah bisa karena ada permainan sponsor. Berbeda jika proper dilakukan oleh pusat karena hasilnya bisa diumumkan oleh media.
Jika penilaian menghasilkan tidak ramah lingkungan pasti kegiatan ekspor ditolak oleh negara tujuan ekspor," papar Adam. (Humas DPRD kaltim/adv/dit/met)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013