Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Meski sudah dinyatakan dilindungi, penyu terus dibantai dan telurnya diambil di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur.
Pengunjung juga masih bisa mendapatkan telur penyu dari penduduk daerah tujuan wisata andalan Kaltim itu. Satu telur dihargai Rp15.000. Cangkang penyu dewasa dihargai Rp200.000.
"Memang tidak terang-terangan, tapi tetap bisa dapat, kata Aina, turis dari Jakarta Minggu (1/9). Peredarannya telur bahkan hingga Samarinda dan Tarakan.Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, penyu dan telurnya dilarang untuk dibunuh atau pun dikonsumsi.
Menurut Idris, penduduk Kecamatan Maratua di Pulau Maratua, keadaan paling parah justru saat ini terjadi di Pulau Sangalaki, pulau yang paling banyak mendapat kunjungan penyu untuk bertelur.
"Sejak tidak lagi dijaga, di Sangalaki setiap malam setidaknya diambil telur dari 20-an penyu yang naik ke darat untuk bertelur," tutur Idris seraya menambahkan, artinya lebih kurang 3.000 butir per malam.
Seekor penyu dewasa yang telah berusia 30 tahun bisa mengeluarkan hingga 150 butir telur sekali naik ke darat. Selama 3 bulan, yaitu antara Juni-Agustus, ia bertelur di pantai yang sama tiap 12 hari sekali.
Karena banyaknya jumlah mereka yang mencari telur penyu, Idris menceritakan, pencari telur penyu bahkan selalu siap sedia untuk berkelahi dengan sesama pencari telur penyu.
Setiap malam pulau yang berjarak lebih kurang 90 menit dengan speedboat dari Pulau Derawan ini didarati antara 40-50 ekor penyu, bahkan kadang sampai 70 ekor.
Jenis penyu yang bertelur di sini adalah penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricate).
Di tahun 50-an, dituturkan Rustam, warga Tanjung Batu, tidak kurang 200-an ekor penyu bertelur setiap malam. Jumlah itu terus menurun sampai hanya tinggal 15 ekor per malam.
Telur penyu untuk dikonsumsi dan dipercaya berpengaruh baik bagi kesehatan. Cangkang penyu untuk perhiasan.
Dalam beberapa kesempatan, Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur Tandya Tjahjana menegaskan, lembaga yang dipimpinnya tidak bisa bekerja sendirian melindungi penyu dan telurnya.
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Pulau Derawan, misalnya, sudah kami proteksi," kata Tjahjana.
Caranya adalah dengan memindahkan (relokasi) segera telur penyu begitu induknya selesai menelurkannya. Tempat telur yang baru disamarkan dengan harapan mereka bisa terhindar dari penjarahan.
Di Pulau Sangalaki sebelumnya juga berjaga petugas dari World Wildlife Fund (WWF), namun masyarakat yang kesal karena salah satu sumber mata pencaharian mereka menghilang kemudian mengusir mereka September 2012 silam. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
Pengunjung juga masih bisa mendapatkan telur penyu dari penduduk daerah tujuan wisata andalan Kaltim itu. Satu telur dihargai Rp15.000. Cangkang penyu dewasa dihargai Rp200.000.
"Memang tidak terang-terangan, tapi tetap bisa dapat, kata Aina, turis dari Jakarta Minggu (1/9). Peredarannya telur bahkan hingga Samarinda dan Tarakan.Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, penyu dan telurnya dilarang untuk dibunuh atau pun dikonsumsi.
Menurut Idris, penduduk Kecamatan Maratua di Pulau Maratua, keadaan paling parah justru saat ini terjadi di Pulau Sangalaki, pulau yang paling banyak mendapat kunjungan penyu untuk bertelur.
"Sejak tidak lagi dijaga, di Sangalaki setiap malam setidaknya diambil telur dari 20-an penyu yang naik ke darat untuk bertelur," tutur Idris seraya menambahkan, artinya lebih kurang 3.000 butir per malam.
Seekor penyu dewasa yang telah berusia 30 tahun bisa mengeluarkan hingga 150 butir telur sekali naik ke darat. Selama 3 bulan, yaitu antara Juni-Agustus, ia bertelur di pantai yang sama tiap 12 hari sekali.
Karena banyaknya jumlah mereka yang mencari telur penyu, Idris menceritakan, pencari telur penyu bahkan selalu siap sedia untuk berkelahi dengan sesama pencari telur penyu.
Setiap malam pulau yang berjarak lebih kurang 90 menit dengan speedboat dari Pulau Derawan ini didarati antara 40-50 ekor penyu, bahkan kadang sampai 70 ekor.
Jenis penyu yang bertelur di sini adalah penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricate).
Di tahun 50-an, dituturkan Rustam, warga Tanjung Batu, tidak kurang 200-an ekor penyu bertelur setiap malam. Jumlah itu terus menurun sampai hanya tinggal 15 ekor per malam.
Telur penyu untuk dikonsumsi dan dipercaya berpengaruh baik bagi kesehatan. Cangkang penyu untuk perhiasan.
Dalam beberapa kesempatan, Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur Tandya Tjahjana menegaskan, lembaga yang dipimpinnya tidak bisa bekerja sendirian melindungi penyu dan telurnya.
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Pulau Derawan, misalnya, sudah kami proteksi," kata Tjahjana.
Caranya adalah dengan memindahkan (relokasi) segera telur penyu begitu induknya selesai menelurkannya. Tempat telur yang baru disamarkan dengan harapan mereka bisa terhindar dari penjarahan.
Di Pulau Sangalaki sebelumnya juga berjaga petugas dari World Wildlife Fund (WWF), namun masyarakat yang kesal karena salah satu sumber mata pencaharian mereka menghilang kemudian mengusir mereka September 2012 silam. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013