Samarinda (ANTARA Kaltim) - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Kalimantan Timur menilai instruksi Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak kepada penyelenggara siaran televisi lokal dan televisi kabel agar menyiarkan siaran TVRI merupakan kebijakan salah kaprah.
"Instruksi yang berisi permintaan Awang Faroek selaku Gubernur Kaltim agar televisi lokal dan siaran TV kabel me-`relay` siaran TVRI merupakan kebijakan salah kaprah sebab terkait dengan `content` atau isi siaran itu menjadi kewenangan KPI," kata Komisioner KPID Kaltim Bidang Pengawasan Isi Siaran Zainal Abidin di Samarinda, Rabu.
Ketika memberikan keterangan itu kepada wartawan, Zainal didampingi Wakil Ketua KPID Kaltim Lazuari serta tiga komisioner KPID lainnya, yakni Nurliah Simolah, Suarno, dan Syaripuddin.
KPID, lanjut Zainal Abidin, menilai instruksi Gubernur Kaltim dengan nomor 483/6075/Diskominfo tertanggal 12 Juni 2013 itu tidak akan efektif sebab tidak memiliki kekuatan sehingga pengelola siaran TV lokal dan TV kabel tidak ada kewajiban mematuhinya.
Menurut Zainal Abidin, izin lembaga penyiaran diterbikan oleh pemerintah pusat sehingga kepala daerah tidak memiliki kewenangan untuk menginstruksikan lembaga penyiaran tersebut.
"Instruksi itu baik sebab meminta lembaga penyiaran lokal dan TV kabel agar ikut menyiarkan kegiatan pembangunan di daerah. Namun, seharusnya dikoordinasikan dengan KPID dan nanti kamilah yang nanti mengeluarkan instruksi itu," katanya.
Jika KPID yang mengeluarkan instruksi itu, menurut dia, tentu akan ada sanksi jika TV lokal dan TV kabel tidak mengindahkannya. Namun, instruksi yang dikeluarkan Awang Faroek itu tidak akan efektif sebab tidak ada kewajiban pengelola TV kabel dan lokal itu mematuhinya.
Seharusnya, instruksi Gubernur Kaltim itu, lanjut dia, memiliki nilai tambah dan sangat membantu masyarakat untuk mendapatkan isi siaran yang bersifat lokal, seperti pencapaian pembangunan, pengenalan budaya dan kesenian daerah yang tidak didapatkan dari siaran TV lain di luar Kaltim.
"Berdasarkan pantauan kami di Kota Tarakan, siaran TVRI yang sebelumnya dapat ditonton, saat ini tidak dapat lagi dinikmati melalui siaran TV kabel masyarakat di sana (Tarakan). Begitu pula, di Kabupaten Kutai Kartanegara dan beberapa kabupatn/kota lainnya di Kaltim dan Kalimantan Utara, tidak lagi dapat menerima siaran TVRI," ujar Zainal Abidin.
Sementara itu, Wakil Ketua KPID Kaltim Lazuardi menilai terdapat dua kelemahan dari instruksi gubernur tersebut, yakni adanya kesalahan dalam perencanaan perpindahan penggunaan satelit Telkom ke Satelit Asiasat 4 frekuesni 3935 sr 3500 h yang merupakan kewenangan Dinas Kominfo Kaltim.
Perubahan itu, kata dia, berakibat pada ketidakmampuan perangkat teknologi yang dimiliki penyelenggara TV kabel menerima siaran dari satelit 4 frekuesni 3935 sr 3500 h.
"Akibatnya, siaran TVRI Kaltim, tidak dapat disiarkan kembali TV kabel di wilayah tersebut," katanya.
Kelemahan kedua, lanjut dia, sebelum instruksi gubernur diterbitkan, Dinas Kominfo Kaltim tidak berkoordinasi dan melibatkan KPID yang menurut UU Nomor 32 Tahun 2002 menyatakan bahwa pengawasan isi siaran dan rekomendasi izin lembaga penyiaran merupakan kewenangan KPID.
"Kesalahan perencanaan ini tentunya sangat berdampak terhadap terganggunya penyampaian informasi kepada masyarakat mengenai pencapaian pembangunan di Kaltim. Khususnya saat ini, penyiaran pemilihan gubernur tidak dapat diterima oleh masyarakat," katanya.
"Padahal, seyogianya masyarakat berhak mengetahui dan mendapatkan informasi berkenaan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur tesebut," kata Lazuardi.
Keterbatasan "broadcast coverage" atau cakupan wilayah layanan siaran itu, menurut Lazuardi, masih terdapat daerah di Kaltim dan Kalimantan Utara yang masih tidak dapat menerima siaran "free to air", seperti Kota Samarinda.
"Masyarakat pemirsa penonton justru mengandalkan TV kabel untuk mengakses siaran TVRI Kaltim dan siaran TV swasta nasional," ujar Lazuardi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
"Instruksi yang berisi permintaan Awang Faroek selaku Gubernur Kaltim agar televisi lokal dan siaran TV kabel me-`relay` siaran TVRI merupakan kebijakan salah kaprah sebab terkait dengan `content` atau isi siaran itu menjadi kewenangan KPI," kata Komisioner KPID Kaltim Bidang Pengawasan Isi Siaran Zainal Abidin di Samarinda, Rabu.
Ketika memberikan keterangan itu kepada wartawan, Zainal didampingi Wakil Ketua KPID Kaltim Lazuari serta tiga komisioner KPID lainnya, yakni Nurliah Simolah, Suarno, dan Syaripuddin.
KPID, lanjut Zainal Abidin, menilai instruksi Gubernur Kaltim dengan nomor 483/6075/Diskominfo tertanggal 12 Juni 2013 itu tidak akan efektif sebab tidak memiliki kekuatan sehingga pengelola siaran TV lokal dan TV kabel tidak ada kewajiban mematuhinya.
Menurut Zainal Abidin, izin lembaga penyiaran diterbikan oleh pemerintah pusat sehingga kepala daerah tidak memiliki kewenangan untuk menginstruksikan lembaga penyiaran tersebut.
"Instruksi itu baik sebab meminta lembaga penyiaran lokal dan TV kabel agar ikut menyiarkan kegiatan pembangunan di daerah. Namun, seharusnya dikoordinasikan dengan KPID dan nanti kamilah yang nanti mengeluarkan instruksi itu," katanya.
Jika KPID yang mengeluarkan instruksi itu, menurut dia, tentu akan ada sanksi jika TV lokal dan TV kabel tidak mengindahkannya. Namun, instruksi yang dikeluarkan Awang Faroek itu tidak akan efektif sebab tidak ada kewajiban pengelola TV kabel dan lokal itu mematuhinya.
Seharusnya, instruksi Gubernur Kaltim itu, lanjut dia, memiliki nilai tambah dan sangat membantu masyarakat untuk mendapatkan isi siaran yang bersifat lokal, seperti pencapaian pembangunan, pengenalan budaya dan kesenian daerah yang tidak didapatkan dari siaran TV lain di luar Kaltim.
"Berdasarkan pantauan kami di Kota Tarakan, siaran TVRI yang sebelumnya dapat ditonton, saat ini tidak dapat lagi dinikmati melalui siaran TV kabel masyarakat di sana (Tarakan). Begitu pula, di Kabupaten Kutai Kartanegara dan beberapa kabupatn/kota lainnya di Kaltim dan Kalimantan Utara, tidak lagi dapat menerima siaran TVRI," ujar Zainal Abidin.
Sementara itu, Wakil Ketua KPID Kaltim Lazuardi menilai terdapat dua kelemahan dari instruksi gubernur tersebut, yakni adanya kesalahan dalam perencanaan perpindahan penggunaan satelit Telkom ke Satelit Asiasat 4 frekuesni 3935 sr 3500 h yang merupakan kewenangan Dinas Kominfo Kaltim.
Perubahan itu, kata dia, berakibat pada ketidakmampuan perangkat teknologi yang dimiliki penyelenggara TV kabel menerima siaran dari satelit 4 frekuesni 3935 sr 3500 h.
"Akibatnya, siaran TVRI Kaltim, tidak dapat disiarkan kembali TV kabel di wilayah tersebut," katanya.
Kelemahan kedua, lanjut dia, sebelum instruksi gubernur diterbitkan, Dinas Kominfo Kaltim tidak berkoordinasi dan melibatkan KPID yang menurut UU Nomor 32 Tahun 2002 menyatakan bahwa pengawasan isi siaran dan rekomendasi izin lembaga penyiaran merupakan kewenangan KPID.
"Kesalahan perencanaan ini tentunya sangat berdampak terhadap terganggunya penyampaian informasi kepada masyarakat mengenai pencapaian pembangunan di Kaltim. Khususnya saat ini, penyiaran pemilihan gubernur tidak dapat diterima oleh masyarakat," katanya.
"Padahal, seyogianya masyarakat berhak mengetahui dan mendapatkan informasi berkenaan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur tesebut," kata Lazuardi.
Keterbatasan "broadcast coverage" atau cakupan wilayah layanan siaran itu, menurut Lazuardi, masih terdapat daerah di Kaltim dan Kalimantan Utara yang masih tidak dapat menerima siaran "free to air", seperti Kota Samarinda.
"Masyarakat pemirsa penonton justru mengandalkan TV kabel untuk mengakses siaran TVRI Kaltim dan siaran TV swasta nasional," ujar Lazuardi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013