Samarinda (ANTARA Kaltim) - Saat ini di Kaltim masih mudah ditemui pekerja anak, baik yang dipekerjakan dengan layak maupun tidak. Salah satunya sebagai pekerja jalanan di banyak sudut kota seperti di Samarinda. Semestinya hal ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah dalam menuntaskan program pekerja anak.
Demikian disampaikan Anggota DPRD Kaltim HM Darlis Pattalongi berkait peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli. Menurutnya peringatan tersebut seharusnya menjadi momen bagi daerah untuk membebaskan diri dari pekerja anak.
"Jika merujuk target Menaketrans, Indonesia akan terbebas dari pekerja anak pada 2020. Terlalu lama sekali. Tentu harapan kita semua untuk Kaltim bisa terlaksana secepatnya," kata Darlis.
Faktanya, sering dijumpai pekerja anak di ruas-ruas perhentian lampu lalu lintas jalan raya. "Memang umumnya pekerja-pekerja anak sebagian besar bekerja di usaha yang kelas beromset kecil, seperti berjualan koran atau makan-minum makan di perhentian lampu lalu lintas. Ini nyata di depan mata kita, ini harus ditangani, jangan dibiarkan," kata Politikus Partai Amanat Nasional ini.
Meski ada realita pekerja anak tersebut mayoritas bekerja di luar jam aktif sekolah. Beragam kemungkinan mengapa mereka dipekerjakan muncul. Mulai dari membantu perekonomian keluarga, korban ketidakharmonisan keluarga sampai sebab yang sangat memprihatinkan : terikat sindikat pengeksploitasi anak.
"Prihatin melihat kondisi tersebut, peringatan Hari Anak Nasional semestinya dapat menjadi momen mengevaluasi kondisi seperti ini," harap Darlis. Darlis menambahkan, pada sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) lain pekerja anak juga dimanfaatkan oleh para pemilik usaha.
"Bisa jadi sebenarnya, pemilik usaha tidak ingin mempekerjakan anak. Hanya karena desakan ekonomi keluarga dari si anak tersebut, mereka terpaksa mempekerjakan. Ini memang dilema," ungkap Darlis.
Darlis pun merujuk pada 29 anak yang terjerat hukum di Kabupaten Berau. Menurutnya kondisi itu sangat memprihatinkan. Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) harus menjadi perhatian serius. Sesuai data dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Redeb, jumlah tersebut terhitung mulai Januari hingga Juni 2013.
"Dalam waktu enam bulan, ini angka yang mengkhawatirkan. Apalagi jumlah itu belum termasuk beberapa kasus anak di bawah umur yang penyelesaiannya secara kekeluargaan," sebut Darlis.
Tak heran jika Darlis menganggap permasalahan-permasalahan anak perlu menjadi agenda serius untuk ditangani. "Persoalan anak adalah persoalan bersama karena menyangkut masa depan bangsa. Apalagi saat ini keterikatan masalah anak dan penyalahgunaan narkoba semakin erat.
Ikatan yang harus kita urai bersama. Bukan hal yang tak mungkin dan bukan pekerjaan yang mudah.Tapi di situlah semua peran aktif kita semua tanpa terkecuali diperlukan," pungkasnya. (DPRD Prov Kaltim /adv/lia/dhi/met)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
Demikian disampaikan Anggota DPRD Kaltim HM Darlis Pattalongi berkait peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli. Menurutnya peringatan tersebut seharusnya menjadi momen bagi daerah untuk membebaskan diri dari pekerja anak.
"Jika merujuk target Menaketrans, Indonesia akan terbebas dari pekerja anak pada 2020. Terlalu lama sekali. Tentu harapan kita semua untuk Kaltim bisa terlaksana secepatnya," kata Darlis.
Faktanya, sering dijumpai pekerja anak di ruas-ruas perhentian lampu lalu lintas jalan raya. "Memang umumnya pekerja-pekerja anak sebagian besar bekerja di usaha yang kelas beromset kecil, seperti berjualan koran atau makan-minum makan di perhentian lampu lalu lintas. Ini nyata di depan mata kita, ini harus ditangani, jangan dibiarkan," kata Politikus Partai Amanat Nasional ini.
Meski ada realita pekerja anak tersebut mayoritas bekerja di luar jam aktif sekolah. Beragam kemungkinan mengapa mereka dipekerjakan muncul. Mulai dari membantu perekonomian keluarga, korban ketidakharmonisan keluarga sampai sebab yang sangat memprihatinkan : terikat sindikat pengeksploitasi anak.
"Prihatin melihat kondisi tersebut, peringatan Hari Anak Nasional semestinya dapat menjadi momen mengevaluasi kondisi seperti ini," harap Darlis. Darlis menambahkan, pada sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) lain pekerja anak juga dimanfaatkan oleh para pemilik usaha.
"Bisa jadi sebenarnya, pemilik usaha tidak ingin mempekerjakan anak. Hanya karena desakan ekonomi keluarga dari si anak tersebut, mereka terpaksa mempekerjakan. Ini memang dilema," ungkap Darlis.
Darlis pun merujuk pada 29 anak yang terjerat hukum di Kabupaten Berau. Menurutnya kondisi itu sangat memprihatinkan. Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) harus menjadi perhatian serius. Sesuai data dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Redeb, jumlah tersebut terhitung mulai Januari hingga Juni 2013.
"Dalam waktu enam bulan, ini angka yang mengkhawatirkan. Apalagi jumlah itu belum termasuk beberapa kasus anak di bawah umur yang penyelesaiannya secara kekeluargaan," sebut Darlis.
Tak heran jika Darlis menganggap permasalahan-permasalahan anak perlu menjadi agenda serius untuk ditangani. "Persoalan anak adalah persoalan bersama karena menyangkut masa depan bangsa. Apalagi saat ini keterikatan masalah anak dan penyalahgunaan narkoba semakin erat.
Ikatan yang harus kita urai bersama. Bukan hal yang tak mungkin dan bukan pekerjaan yang mudah.Tapi di situlah semua peran aktif kita semua tanpa terkecuali diperlukan," pungkasnya. (DPRD Prov Kaltim /adv/lia/dhi/met)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013