Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Investor asal Korea Selatan tertarik untuk membangun pabrik pencairan batu bara di Kalimantan Timur dan segera diawali dengan kegiatan studi kelayakan atas rencana proyek tersebut.

"Mereka sudah mengajukan izin untuk melakukan studi kelayakan itu," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kaltim Amrullah, Kamis.

Rencana pembangunan pabrik tersebut diperhitungkan akan mampu mencairkan batu bara lebih dari 20.000 barrel per hari.

"Kita menawarkan agar pabriknya dibangun di Maloy yang menjadi Kawasan Ekonomi Khusus di Kalimantan. Di sana akan jadi pusat ekonomi," kata Kadistamben menjelaskan.

Batu bara yang dicairkan diambil dari jenis berkalori rendah atau yang masih muda dan harganya di pasar internasional jatuh.

Menurut Amrullah, pabrik pencairan batu bara itu sangat pas dengan kebijakan pembatasan ekspor mineral mentah yang segera diterapkan.

"Dengan adanya hilirisasi produk, tentu akan ada penambahan nilai terhadap batu bara tersebut dan berdampak terhadap harga jual produk," ujarnya.

Kepala Badan Perizinan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Kaltim Diddy Rusdiansyah belum bisa menyebutkan rencana nilai investasi dari pembangunan pabrik pencairan batu bara itu, karena masih menunggu hasil studi kelayakan.

"Nanti setelah ada studi kelayakannya baru bisa dihitung, berapa investasi yang harus dikucurkan," kata Diddy Rusdiansyah.

Kadistamben juga menjelaskan, batu bara yang harganya terus merosot, membuat keuntungan pengusaha dari eksplorasi emas hitam itu kecil.

Karena itu tambang-tambang kecil rata-rata kini sudah tidak beroperasi lagi.

"Mereka untuk sementara berhenti karena biaya operasional yang dikeluarkan tidak seimbang dengan pendapatan dari harga jual," ucapnya.

Kini yang masih beroperasi di Kaltim hanya perusahaan tambang skala besar. Sebab hanya pengusaha besar dengan modal kuat yang mampu bertahan dengan keuntungan hanya berkisar 3%-5%.

"Yang skala kecil memang harus berpikir dua kali untuk beroperasi kembali, jika kondisi harga masih terus menurun," ucapnya.

Apalagi, kata Diddy, harga batu bara kemungkinan juga masih sulit untuk kembali membaik akibat semakin banyaknya produsen emas hitam itu.

China yang dulu hanya mengimpor batu bara dari Indonesia kini mulai menggali sendiri, antara lain karena dipicu mahalnya harga batu bara saat itu.

Kemudian Amerika Serikat yang menemukan sumber energi baru untuk pembangkit listrik, yaitu shell gas, melempar persedian batu bara ke pasar internasional, tambahnya. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013