Pengamat Hukum Universitas Mulawarman Samarinda, Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah memberikan catatan terkait rentetan terjeratnya sejumlah kasus korupsi yang melibatkan sejumlah kepala daerah di wilayah Kaltim oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Informasi terbaru lembaga anti rasuah tersebut telah menangkap Bupati Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim), Abdul Gafur Mas'ud beserta 10 orang lainnya atas kasus dugaan korupsi pada Rabu (12/1).

"Iya, saya sudah dengar desas desus OTT di PPU itu sejak semalam. Tapi untuk memastikan siapa saja pihak yang terlibat serta dalam perkara apa, kita mesti menunggu konferensi pers yang dilakukan KPK. Biasanya dalam kurun waktu 1×24 jam. Termasuk kepastian status hukum terhadap bupati PPU, sekda, dan kepala dinas yang kabarnya ikut terjaring dalam OTT ini. Tapi sembari menunggu konferensi pers KPK, saya pikir ada beberapa catatan bagi publik kaltim," kata Herdiansah Hamzah dikonfirmasi di Samarinda, Kamis.

Menurut Herdiansyah Hamzah kejadian ini lagi-lagi mengkonfirmasi kalau kepala daerah di kaltim memang rentan dengan perkara korupsi, terutama kasus suap dan gratifikasi. 

Terlebih jika daerah dikelola tidak secara terbuka, transparan, dan partisipatif. Termasuk dalam hal pemilihan atau seleksi pejabat publik yang tidak berdasarkan merit system, tapi cenderung berdasarkan relasi personal dan politik transaksional. 

Selain itu, pria yang akrab disapa Castro itu menilai kasus korupsi yang menjerat kepala-kepala daerah di kaltim, biasanya beriringan dengan kebijakan-kebijakan kontroversial. 

Semisal menguatnya politik dinasti atau jabatan-jabatan strategis yang dikuasai klan tertentu, pos anggaran APBD untuk pembangunan infrastruktur yang tidak urgen termasuk proyek besar di tengah pandemi.

"Sebenarnya kabar OTT ini tidak mengherankan buat saya. Karena kabarnya PPU sudah lama terpantau radar KPK karena kebijakan yang kontroversial. Mulai dari Bupati yang tak mau lagi mengurusi COVID-19 karena enggan diperiksa, hingga rumah dinas mewah 34 miliar yang dibangun di tengah pandemi," kata dosen Fakultas Hukum Unmul Samarinda itu.

Castro menilai kasus yang menjerat Bupati PPU ini tidak ada kaitannya dengan masa persiapan menjelang tahun politik 2024 baik Pemilihan Gubernur Kaltim ataupun Pemilu Legislatif, mengingat Bupati PPU Gafur Masud tengah bersaing memperebutkan kursi Ketua DPD Demokrat Kaltim, dan disisi lain sudah tersiar kabar kolega dari Bupati PPU tersebut bakal maju pada Pilgub Kaltim 2024 mendatang.

" Penilaian saya dalam kasus bupati PPU ini tidak ada kaitannya dengan tahun politik," tegasnya.

Dengan berbagai kejadian tersebut, Castro mengingatkan kepada semua kepala daerah untuk lebih menguatkan kontrol publik dalam pengeloaan keuangan daerah.

"Tapi itu hanya bisa terjadi kalau tata kelola kebijakan dilakukan secara terbuka, transparan, dan partisipatif. Karena mustahil kontrol berjalan tanpa informasi yang memadai," tegas Castro.

Penangkapan Bupati PPU Abdul Gafur Mas'ud oleh KPK menambah daftar panjang sejumlah Kepala Daerah di Kaltim yang juga tersandung perkara yang sama oleh lembaga anti rasuah diantanya Bupati Kutai Timur Ismunandar, Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari dan Bupati Kukar Syakani HR.

Pewarta: Arumanto

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022