Samarinda (ANTARA Kaltim) - Centre for Orangutan Protection (COP) bersama dengan International Animal Rescue (IAR) dan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) mendesak perusahaan kelapa sawit Bumitama Agri untuk menghentikan pembabatan kawasan berhutan yang menjadi habitat orangutan.

Siaran pers COP yang diterima ANTARA Kaltim, Kamis, menyebutkan, hal itu bertujuan untuk mencegah jatuhnya korban orangutan dan satwa liar langka lainnya yang dilindungi oleh undang-undang.

Pada tanggal 18-24 Maret 2013, tim penyelamat dari Kementerian Kehutanan dan International Animal Rescue terpaksa mengevakuasi 4 orangutan dari kawasan konsesi PT. Ladang Sawit Mas, anak perusahaaan Bumitama Agri di Ketapang, Kalimantan Barat. Korban orangutan dipastikan akan terus berjatuhan jika land clearing tidak segera dihentikan.

Hardi Baktiantoro, Executive Director COP menilai bahwa Bumitama tidak serius berkomitmen untuk turut melindungi keanekaragaman hayati di Indonesia. Mereka mengelabui tim penyelamat di lapangan dengan memberikan arahan keliru mengenai lokasi translokasi orangutan.

Perusahaan Singapura ini juga terindikasi kuat sedang mengancam orangutan di Tumbang Koling dan buffer zone Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah.

"Laporan kami kirimkan ke Kementerian Kehutanan untuk mengusut dugaan-dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Bumitama, konsultan dan kontraktornya. Laporan juga dikirimkan ke Sekretariat RSPO agar Bumitama bisa dipecat dari keanggotaan RSPO," katanya.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, pasal 21 ayat 2 point (e): "Setiap orang dilarang untuk mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi".

"Telah jelas dan terang bahwa aktivitas Bumitama, perusahaan yang terdaftar di Bursa Saham Singapura ini, sangat berpotensi melanggar hukum yang berlaku di Republik Indonesia," kata Hardi.

Bumitama adalah anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dengan nomor anggota 1-0043-07-000-00 sejak tanggal 8 Oktober 2007.

Sebagai anggota RSPO, ujarnya, sudah seharusnya Bumitama menjalankan prinsip dan kriteria kelapa sawit yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Hardi Baktiantoro mengatakan, telah jelas dan terang bahwa Bumitama telah melanggar Prinsip 7 mengenai Penanaman baru yang bertanggung jawab, dan Kriteria 7.3 bahwa Penanaman baru sejak November 2005, tidak seharusnya menggusur hutan primer atau area-area yang mengandung satu atau lebih nilai konservasi yang tinggi.

"Cukup adalah cukup. Saatnya Bumitama bertanggung jawab," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013