Samarinda (ANTARA Kaltim) - Ratusan orang dari Hizbut Tahrir Indonesia, Forum Ulama, dan Dewan Masjid Kaltim melakukan unjuk rasa di depan pintu gerbang kantor DPRD Kaltim, Samarinda, Senin (8/4), menolak Rancangan Undang-Undang Ormas yang sedang digodok DPR RI.

Mereka menilai RUU itu mengusung semangat mengontrol dan melakukan tindakan represif ala Orde Baru.

Beberapa perwakilan pengunjukrasa diterima Wakil Ketua DPRD Kaltim Hadi Mulyadi, Sekretaris Komisi I Syaparudin, Ketua Komisi IV Ahmad Abdullah dan anggota Komisi I, Hermanto Kewot.

Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim Syaparudin mengaku mengapresiasi aksi tersebut sebagai bentuk kebebasan dalam menyampaikan pendapat, dan berjanji akan menindaklanjutinya sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

"Jadi tidak bisa dewan berdasarkan adanya aksi ini langsung mengirimkan surat penolakan terhadap RUU Ormas tersebut, karena ada mekanisme yang harus ditaati oleh semua anggota dewan. Kendati demikian, secara pribadi saya mendukung dan akan membicarakannya kepada fraksi untuk kemudian disampaikan kepada fraksi PPP yang ada di DPR RI," kata Syaparudin.

Adapun aspirasi ini segera akan disampaikan kepada pimpinan untuk segera ditindaklanjuti, kemudian bagaimana kebijakan pimpinan, apakah akan dibawa dalam rapat para pimpinan, atau mendisposisikan kepada komisi I untuk menindak lanjuti, atau tindakan lainnya.

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua DPRD Kaltim Hadi Mulyadi yang mengatakan persoalan pro dan kontra terhadap RUU Ormas memang terus bergulir, tidak hanya di kalangan masyarakat luas akan tetapi juga di DPR RI.

Hal itu, katanya, yang membuat kemungkinan pengesahannya yang dijadwalkan 9 April 2013 akan tertunda.

"Informasi yang saya terima, pasal yang dinilai menimbulkan keresahan bagi Ormas Islam di Indonesia yaitu pasal memuat pancasila sebagai asas tunggal sehingga mengharuskan seluruh organisasi kemasyarakatan beridiologikan lima asas tersebut sudah dicabut," kata Hadi Mulyadi.

Kendati RUU tersebut merupakan inisiatif Pemerintah, akan tetapi Hadi Mulyadi optimis, mengingat adanya beberapa fraksi di DPR yang menolak pengesahan rancangan undang-undang ormas, sehingga sangat memungkinkan pengesahan RUU akan tetunda sampai seluruh pasal yang dinilai merugikan sejumlah pihak terutama ormas Islam, dapat dihilangkan.

Menurut juru bicara Hizbut Tahrir Saifullah Abu Zahra, RUU ini represif ala Orde Baru, dan hal ini bisa dilihat dari ketentuan asas tunggal (Pasal 2 RUU Ormas), larangan berpolitik bagi ormas (Pasal 7 RUU Ormas) dan kontrol ketat ormas oleh pemerintah (Pasal 59, Pasal 61, dan Pasal 62 RUU Ormas).

Juga terlihat dari begitu luasnya cakupan dari definisi ormas, sehingga alih-alih RUU ini akan memberikan ruang gerak yang lebih longgar untuk kemajuan masyarakat melalui partisipasi ormas dalam pemberdayaan masyarakat.

"RUU ini justru sangat berpotensi membungkam sikap kritis masyarakat terhadap pemerintah dengan berbagai dalih. RUU ini juga bisa dituding membangkitkan trauma masyarakat terhadap otoritarianisme gaya Orde Baru," tegas Saifullah. (Humas DPRD Kaltim./adv/bar/mir)

Pewarta:

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013