Nunukan (ANTARA Kaltim) - Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Daerah (BP2KBD) Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur siap menangani pedagang asongan anak-anak di Pelabuhan Tunon Taka untuk menemukan solusi agar tidak putus sekolah.
Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Daerah (BP2KBD) Kabupaten Nunukan, Dra Hj Mardiah di Nunukan, Senin (18/2), menyatakan, masalah semakin bertambahnya anak-anak yang putus sekolah akibat menjadi pedagang asongan di Pelabuhan Tunon Taka memang perlu mendapatkan perhatian serius.
Ia mengakui, masalah ini juga menjadi bagian dari tanggung jawab di BP2KBD dalam hal perlindungan dan pemenuhan hak bagi anak-anak sehingga perlu mendapatkan dukungan dari semua "stakeholder".
Mardiah mengatakan, salah satu hak atas anak adalah pemenuhan pendidikannya sehingga apabila anak-anak di Pelabuhan Tunon Taka banyak yang memilih putus sekolah untuk fokus mencari nafkah maka suatu hal yang perlu mendapatkan perhatian.
"Memang masalah anak-anak ini menjadi tanggung jawab kita bersama walaupun leading sektornya adalah BP2KBD," katanya.
Bentuk perhatian Pemkab Nunukan, maka BP2KBD telah memprogramkan pada 2013 ini dalam rangka Hari Anak berupa seleksi kemampuan generasi muda dari kalangan anak-anak sekolah.
Mengenai pedagang asongan anak-anak tersebut, dia akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Nunukan karena termasuk pekerja anak.
Ia mengakui belum memprogramkan penanganan pedagang asongan anak-anak ini tetapi tetap akan melakukan pendekatan bekerja sama dengan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak).
Berkaitan dengan pedagang asongan anak-anak ini masih perlu dikaji kembali apakah benar sudah menjadi pekerjaan tetap atau hanya sekadar memanfaatkan waktu luang untuk membantu orangtuanya mencari nafkah, ujarnya.
Namun, kata dia, apabila benar pekerja anak-anak ini banyak yang putus sekolah maka tentunya peranan orangtua juga sangat dibutuhkan sebagai lingkungan terdekat.
Mardiah mengatakan lagi, orangtua yang perlu mendapatkan pemahaman agar bisa menuntun anak-anaknya untuk tidak berhenti sekolah meskipun mencari nafkah di pelabuhan setiap ada kapal yang akan berangkat.
"Jadi masalah anak-anak yang memilih menjadi pedagang asongan di pelabuhan dan berhenti sekolah semestinya orangtuanya yang menegur. Tapi kalau orangtuanya juga tidak melakukan langkah itu ya begitulah," ujarnya.
Tetapi dia berjanji, masalah ini akan dijadikan referensi untuk melakukan upaya-upaya mengantisipasi semakin banyaknya anak-anak yang putus sekolah karena menjadi pedagang asongan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Daerah (BP2KBD) Kabupaten Nunukan, Dra Hj Mardiah di Nunukan, Senin (18/2), menyatakan, masalah semakin bertambahnya anak-anak yang putus sekolah akibat menjadi pedagang asongan di Pelabuhan Tunon Taka memang perlu mendapatkan perhatian serius.
Ia mengakui, masalah ini juga menjadi bagian dari tanggung jawab di BP2KBD dalam hal perlindungan dan pemenuhan hak bagi anak-anak sehingga perlu mendapatkan dukungan dari semua "stakeholder".
Mardiah mengatakan, salah satu hak atas anak adalah pemenuhan pendidikannya sehingga apabila anak-anak di Pelabuhan Tunon Taka banyak yang memilih putus sekolah untuk fokus mencari nafkah maka suatu hal yang perlu mendapatkan perhatian.
"Memang masalah anak-anak ini menjadi tanggung jawab kita bersama walaupun leading sektornya adalah BP2KBD," katanya.
Bentuk perhatian Pemkab Nunukan, maka BP2KBD telah memprogramkan pada 2013 ini dalam rangka Hari Anak berupa seleksi kemampuan generasi muda dari kalangan anak-anak sekolah.
Mengenai pedagang asongan anak-anak tersebut, dia akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Nunukan karena termasuk pekerja anak.
Ia mengakui belum memprogramkan penanganan pedagang asongan anak-anak ini tetapi tetap akan melakukan pendekatan bekerja sama dengan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak).
Berkaitan dengan pedagang asongan anak-anak ini masih perlu dikaji kembali apakah benar sudah menjadi pekerjaan tetap atau hanya sekadar memanfaatkan waktu luang untuk membantu orangtuanya mencari nafkah, ujarnya.
Namun, kata dia, apabila benar pekerja anak-anak ini banyak yang putus sekolah maka tentunya peranan orangtua juga sangat dibutuhkan sebagai lingkungan terdekat.
Mardiah mengatakan lagi, orangtua yang perlu mendapatkan pemahaman agar bisa menuntun anak-anaknya untuk tidak berhenti sekolah meskipun mencari nafkah di pelabuhan setiap ada kapal yang akan berangkat.
"Jadi masalah anak-anak yang memilih menjadi pedagang asongan di pelabuhan dan berhenti sekolah semestinya orangtuanya yang menegur. Tapi kalau orangtuanya juga tidak melakukan langkah itu ya begitulah," ujarnya.
Tetapi dia berjanji, masalah ini akan dijadikan referensi untuk melakukan upaya-upaya mengantisipasi semakin banyaknya anak-anak yang putus sekolah karena menjadi pedagang asongan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013