Penajam (ANTARA Kaltim) - Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (Pemkab PPU) memprediksi realisasi penyerapan APBD 2012 sampai akhir tahun hanya mencapai 85 persen, sehingga menyisakan anggaran yang tidak bisa digunakan mencapai Rp350 miliar dari total Rp1,5 triliun.

Sekretaris Kabupaten (Sekkab) PPU Sutiman, Senin, mengatakan, serapan anggaran tahun 2012 tidak bisa mencapai 100 persen. Hal tersbut, dikarenakan sejumlah kegiatan tidak bisa terlaksana.

"Ada beberapa proyek yang tidak bisa terlaksana karena ada kendala di lapangan," ucapnya.

Sutiman menjelaskan, sesuai hasil evaluasi sementara diprekirakan serapan anggaran hanya berkisar antara 70 persen sampai 85 persen. Dengan perkiraan tersebut, maka anggaran yang tidak bisa terserap mencapai Rp350 miliar.

"Penyerapan anggaran yang tidak bisa terserap pada umumnya belanja modal," ujarnya.

Bahkan ada beberapa bantuan provinsi yang tidak bisa terserap untuk tahun ini. Namun untuk pengadaan barang dan jasa kata Sutiman, tidak menjadi masalah karena masih bisa terlaksana sampai akhir tahun.

"Besaran bantuan keuangan provinsi yang tidak bisa terserap sekitar Rp20 miliar," katanya.

Namun Sutiman menyatakan, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan provinsi agar anggaran Rp20 miliar tersebut, bisa ditransfer ke rekening Pemkab PPU. Karena ada beberapa proyek tahun jamak atau multiyears yang dibiayai dari anggaran provinsi, belum mencapai kemajuan.

"Kami sedang merumuskan untuk membiayai tahun jamak. mudah-mudahan provinsi setuju untuk menyerahkan anggaran itu ke Pemkab PPU untuk selanjutnya dimasudkan di APBD 2013," jelasnya.

Meskipun anggaran yang tidak terserap sekitar Rp350 miliar kata Sutiman, sekitar Rp100 miliar merupakan anggaran defisit pada tahun 2012. Sehingga anggaran murni yang tidak terserap sekitar Rp250 miliar.

Selain itu, Sutiman mengaku, bantuan sosial (bansos) di sejumlah SKPD juga menjadi pemicu besarnya anggaran yang tidak terserap. Seperti bansos di Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan (DP3K).

Karena untuk bansos tahun ini, lanjutnya berbeda dengan tahun sebelumnya, dimana harus melalui surat keputusan (SK) bupati.

"Kalau tahun sebelumnya kan satu orang bisa tercatat di sejumlah kelompok tani, tapi sekarang tidak boleh lagi," ujarnya. (*)

Pewarta: Bagus Purwa

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012