Samarinda (ANTARA Kaltim) - Seluruh etnis tidak terkecuali suku Dayak dan Bugis di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur hidup rukun dan harmonis, berdampingan satu sama lainnya.

"Kondisi demikian diharapkan tetap dapat dipelihara dan dipertahankan di masa-masa mendatang, meskipin selama ini tidak pernah terjadi gejolak, apalagi bentrok," kata Sekretaris Umum Persekutuan Dayak Kalimantan Timur (PDKT), Ferminus Kunum, Minggu.

Ia mengemukakan hal itu pada konferensi pers bersama Persekutuan Dayak Kalimantan Timur (PDKT) dan Dewan Adat Dayak (DAD) dengan KKSS (Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan) di Samarinda.

"Saya asli kelahiran Kabupaten Kutai Barat tepatnya di Kecamatan Tering sehingga saya tahu betul bagaimana interaksi dan kehidupan masyarakat di sana," ungkap Ferminus Kunum.

Di daerah Tering lanjut dia, terdapat perkampungan yang khusus didiami oleh etnis Bugis.

"Di Kecamatan Tering ada dua kampung yakni Tering Lama yang didiami orang-orang Dayak dan Tering Seberang oleh orang Bugis dan sejak 1950-an mereka hidup berdampingan dan tidak pernah ada masalah," kata Ferminus Kunum.

Amuk massa yang dilakukan sekelompok orang di Barong Tongkok lanjut mantan Kepala Dinas Pariwisata Kaltim itu, hanyalah masalah kecil yakni perselisihan antara seorang warga dan petugas APMS (agen premium dan minyak solar).

"Kasus ini sebenarnya berawal dari masalah kecil namun kebetulan yang berselisih itu orang Dayak dengan Bugis dan ironisnya masyarakat dengan mudahnya tersulut isu Sara, padahal itu hanya masalah pribadi," ungkap Ferminus Kunum.

Ferminus Kunum meminta aparat keamanan segera bertindak menghidnari terjadi bentrok antarwarga tersebut.

"Kami meminta aparat keamanan bertindak tegas, tepat dan cepat sebab masalah ini sangat rentan disusupi oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan atas kisruh di Kutai Barat," kata Ferminus Kunum.

Sementara, Sekertaris Umum Dewan Pimpinan Wilayah KKSS, Ambo Dalle, mengatakan, peristiwa di Kutai Barat bukan konflik antaretnis, tetapi hanya masalah pribadi.

"Kami sepakat, baik tokoh masyarakat Dayak maupun KKSS bahwa apa yang terjadi di Kutai Barat bukan konflik antaretnis, tetapi hanya masalah pribadi. Kami juga sepakat agar pelaku segera diproses sesuai hukum yang berlaku. Jadi, tidak pernah ada konflik antaretnis di Kutai Barat ," ungkap Ambo Dalle.

DPW KKSS Kaltim lanjut dia telah meminta seluruh warga asal Sulawesi Selatan agar tidak mudah terprovokasi oleh isu yang banyak berkembang.

"Kami telah meminta semua pilar KKSS di daerah khususnya yang ada di Kutai Barat agar menyampaikan bahwa, masalah itu bukan konflik Sara, tetapi murni kriminal dan kami juga meminta setiap warga bisa meredam semua informasi yang dapat memancing provokasi," kata Ambo Dalle.

Pengrusakan rumah-rumah dan pasar tradisional di Kabupaten Kutai Barat dipicu cekcok antara seorang warga dengan petugas APMS (agen penyalur minyak dan solar) di Kecamatan Barong Tongkok pada Jumat (23/11).

Saat itu, salah seorang warga hendak membeli bensin dan oleh petugas APMS dijawab habis, namun warga tadi tetap ngotot sebab melihat ada warga lainnya yang dilayani sehingga terjadi cekcok mulut yang berujung pengeroyokan yang dialami warga tersebut.

Tidak terima dikeroyok, warga tadi kemudian melaporkan kejadian itu ke keluarganya dan Bersama 500 orang yang menggunakan atribut etnis tertentu kembali mendatangi APMS untuk mencari pelaku pemukulan.

Namun karena tidak menemukan para pelaku massa kemudian merusak APMS hingga berlanjut pada pengrusakan rumah-rumah warga milik salah satu etnis pendatang.

Pada Minggu dinihari, sebuah pasar yang berada di depan Mapolres Kutai barat dibakar sekelompok massa.

"Pada Minggu dinihari, pasar tradisional yang berada di depan Kantor Polres Kutai Barat dibakar massa dan sebelumnya juga beberapa rumah dari etnis tertentu sempat dirusak dan dibakar. Saat ini, situasi masih mencekam dan beberapa warga terpaksa mengungsi di kantor polisi dan Kodim setempat," ungkap salah seorang warga Barong Tongkok, Kutai Barat, Anton, dihubungi Minggu siang. (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012