Nunukan (ANTARA Kaltim) - Tradisi membeli barang pecah belah dan yang terbuat dari plastik oleh masyarakat perbatasan Indonesia-Malaysia di Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur setiap tanggal 10 Muharram tidak diketahui asal muasalnya.

Ada yang mengsinyalir tradisi atau kebiasaan tersebut bermula dari Suku Bugis Sulawesi Selatan, tetapi ada pula yang menyangsikannya karena tradisi yang sama juga dilakukan masyarakat Kabupaten Bulungan dan Berau di Provinsi Kalimantan Timur.

Pemahaman masyarakat di wilayah perbatasan pada khususnya tentang tradisi membeli barang dari plastik yang terdiri dari alat-alat dapur itu diyakini dapat memberikan berkah berupa menambah rejeki satu tahun kemudian.

Makanya, ketika memasuki pergantian tahun Hijriyah warga serta merta mempersiapkan keuangannya dengan menyisihkan sebagian uang belanjanya hanya untuk membeli berbagai barang pada 10 Muharram.

Ketika 10 Muharram tiba seperti yang berlangsung kemarin, Sabtu (24/11) masyarakat mulai berbondong-bondong menuju pasar dan toko yang menjual barang pecah belah dan yang terbuat dari plastik sejak pagi hari agar tidak ketinggalan mendapatkan alat-alat yang dibutuhkannya.

"Sudah jadi tradisi, setiap 10 Muharram pasti banyak kalangan ibu-ibu rumah tangga yang berbondong-bondong ke pasar atau ke toko atau tempat lainnya yang menjual alat-alat dapur yang terbuat dari plastik ataupun besi," ujar Warnida, salah seorang ibu rumah tangga dari Mansapa Kecamatan Nunukan Selatan.

Walaupun ibu satu orang putra ini mengakui tidak tahu menahu soal asal muasal tradisi ini dan dirinya turut serta membeli barang-barang semecam itu hanya sebagai kebutuhan sekaligus menjalankan tradisi masyarakat untuk mendapatkan peruntungan.

Pengakuan yang sama dilontarkan ibu rumah tangga lainnya, Ny Samsir, ketika ditemui saat membeli barang-barang plastik di sebuah toko di Jalan Tanjung Kabupaten Nunukan, Sabtu (24/11), menyatakan dirinya setiap tahun melakukan hal yang sama hanya untuk menjalankan tradisi sebagaimana yang dilakukan ibu-ibu rumah tangga lainnya.

Menurut dia, tradisi itu dilakukan dengan harapan agar apa yang diyakini kaum ibu-ibu terkait pembelian barang pecah belah dan berbahan baku plastik benar-benar terjadi pada diri dan keluarganya.

"Kalau saya sih cuma ikut-ikutan aja, soal makna tradisi ini pun saya tidak tahu. Tetapi karena tanggal 10 Muharram ini dianggap sebagian masyarakat sebagai waktu yang sakral makanya harus membeli barang-barang berupa alat dapur baik yang terbuat dari plastik maupun yang terbuat dari besi atau aluminium," katanya.

Pada setiap 10 Muharram, memang tampak sekali kesibukan kaum ibu rumah tangga (IRT) untuk menyiapkan segalanya dengan mengunjungi toko alat dapur di Persimpangan Jalan Tanjung-Pasar yamaker Kabupaten Nunukan serta Pasar Yamaker, Pasar Inhutani dan Pasar Baru. Namun yang paling ramai dan sempat memacetkan arus lalu lintas adalah persimpangan Jalan Tanjung-Pasar Yamaker tersebut.

Kesibukan para pedagang atau pemilik toko mulai sejak pukul 8.30 Wita dan berakhir sekitar pukul 17.30 Wita. Sejumlah toko di sekitar persimpangan tersebut sangat sibuk melayani ratusan pembeli yang didominasi kaum IRT.

Tradisi yang hanya terjadi satu hari itu, dimanfaatkan pedagang untuk menyiapkan kebutuhan kaum IRT seperti baskom, ember, gayung, pisau dapur, sendok nasi dan lain-lainnya dengan berbagai warna dan ukuran jauh hari sebelumnya.

Seperti apa yang diungkapkan H Suardi, salah seorang pemilik toko alat-alat dapur di persimpangan Jalan Tanjung-Pasar Yamaker, Sabtu (24/11) bahwa sudah menjadi kebiasaan masyarakat di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan setiap 10 Muharram kaum IRT akan "menyerbu" untuk membeli barang-barang plastik dan aluminium maka sudah mempersiapkan segalanya sejak seminggu sebelumnya.

Dengan mendatangkan alat-alat dapur yang sangat digemari ibu-ibu rumah tangga berupa baskom, ember, gayung, sendok makan dan sendok nasi dari Surabaya Jawa Timur dan Tawau Malaysia.

"Barang-barang plastik ini saya sengaja datangkan sebagian dari Surabaya (Jatim) dan sebagian lagi dari Malaysia," ujarnya.

Menurut pemilik toko bahan-bahan plastik ini, barang-barang yang terbuat dari plastik paling dicari kalangan ibu-ibu berupa baskom, ember dan gayung dengan berbagai ukuran dan warna. Ketiga barang-barang yang dapat dijadikan wadah penampungan ini, diakuinya, menjadi incaran kaum ibu-ibu di Kabupaten Nunukan setiap 10 Muharram.

"Mungkin barang-barang yang dapat menjadi wadah air ini dianggap memiliki berkah dan membawa hoki bagi pemiliknya apabila dibeli opada 10 Muharram. Karena barang-barang seperti baskom, ember dan gayung memang sangat dicari setiap tahunnya, makanya ketiga barang ini yang paling banyak saya pesan dari Surabaya dan Tawau (Malaysia)," urai H Suardi.

Sepanjang satu hari (10 Muharram) itu, H Suardi mengaku meraup hasil penjualan sebanyak Rp10 juta dengan jumlah barang-barang yang terjual mencapai ratusan buah.

Bukan hanya barang pecah belah atau yang terbuat dari plastik dan aluminium saja yang digemari kalangan ibu-ibu rumah tangga pada setiap 10 Muharram itu, tetapi ada "sesuatu" yang paling dinilai memiliki "tuah" dalam kehidupan manusia yaitu sebuah bungkusan yang dikenal dapat memberikan berkah lain berupa pelaris usaha.

Bungkusan yang diyakini dapat menambah penghasilan bagi pengusaha atau pedagang ini berisi beras putih, buah pala sebanyak satu sampai dua buah, kayu manis, benang dan jarum serta selembar daun yang diberi nama oleh Suku Bugis adalah "daun penno".

Penjual bungkusan "pelaris usaha` ini tampak di pintu masuk Pasar Yamaker dan simpang Jalan Tanjung-Pasar Yamaker dengan harga Rp3.000 sampai Rp5.000 per bungkusnya. Perbedaan harga ditentukan oleh jumlah buah pala di dalamnya. Harga Rp3.000 per bungkus hanya berisi satu buah pala sedang bungkusan yang berisi dua buah pala dijual seharga Rp5.000 per bungkus.

Rahma (32), warga Jalan Tanjung yang menjual bungkusan "pelaris usaha" itu mengatakan aktivitasnya dengan menjual barang yang sama sudah dilakoninya sejak tiga tahun berturut-turut. Meskipun dia juga tidak mengetahui berkah yang dimiliki dari barang yang dijualnya tersebut.

"Saya juga tidak tahu apa makna dan berkah yang dimiliki barang ini. Tapi kata orang, barang ini diyakini dapat dijadikan sebagai pelaris usaha," ujarnya.

Ia pun mengatakan seandainya bungkusan yang berisi berbagai macam benda di dalamnya itu tidak berberkah, mungkin masyarakat tidak mencari atau tidak membelinya setiap 10 Muharram.

Tetapi pada kenyataannya, kata Rahma, selama tiga tahun berturut-turut menjual pada lokasi yang sama selalu habis bahkan tidak mencukupi hingga sore hari dari ribuan bungkus yang disiapkan khusus satu hari itu.

"Saya cuma sekadar jual saja, soal makna dan berkah dari bungkusan ini saya pun tidak tahu. Karena setiap tahun selalu habis terjual sampai ribuan bungkus berarti bungkusan ini benar-benar berberkah atau bermanfaat bagi yang menyimpannya," sebut ibu rumah tangga ini.

Ia mengatakan pembeli barang "pelaris usaha" yang dijualnya dari berbagai kalangan mulai dari ibu-ibu rumah tangga berusia muda hingga yang berusia tua. Dari 500 bungkus yang disiapkan pada Sabtu (24/11), dia mengatakan hingga pukul 12.00 Wita sudah hampir habis terjual sehingga meminta dari rumahnya untuk membuat kembali sekitar 500 bungkus lagi.

Kemudian, penjual "pelaris usaha" lainnya bernama Sumiati (37) tinggal di Pasar Baru Kabupaten Nunukan juga mengaku sesuai pengalamannya selama tiga tahun sebelumnya menjual barang pelaris ini selalu habis terjual berapapun yang disiapkan.

Pada 10 Muharram 1434 Hijriyah tahun ini, Sumiati mengatakan menyiapkan 800 bungkus untuk harga Rp3.000 per bungkus dan 500 bungkus untuk harga Rp5.000 per bungkus.

Ia pun mengaku tidak pernah tahu berkah dari bungkusan yang dijualnya itu, dan tidak pernah mendengarkan berkah yang telah dialami masyarakat yang membelinya.

Menurutnya, dirinya hanya sekadar menjual dan memanfaatkan tradisi masyarakat perbatasan Kabupaten Nunukan setiap 10 Muharram yang ramai membeli bungkusan yang berisi aneka macam benda di dalamnya itu. Dari keduanya, hasil penjualan "pelaris usaha" meraup hingga Rp10 juta. (*)

Pewarta: M Rusman

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012