Samarinda (ANTARA Kaltim) - Fraksi Partai Hanura-PDS DPRD Kalimantan Timur menilai penyaluran beasiswa yang dikucurkan Pemprov Kaltim dengan nilai Rp70 miliar pada 2012 melalui sistem online, belum memenuhi unsur keadilan bagi masyarakat.
"Masyarakat Kaltim masih banyak yang tinggal di daerah terpencil, pinggiran, dan kawasan perbatasan sehingga belum mengenal internet," ujar Maria Margareta Rini Puspa, saat membacakan pandangan Fraksi Partai Hanura-PDS dalam Sidang Paripurna DPRD Kaltim ke-35 di Samarinda, Rabu.
Menurutnya, dengan diberlakukannya pendaftaran beasiswa melalui sistem online tersebut, maka para pelajar di kawasan itu tidak akan bisa mengakses karena masih banyak warga di kawasan perdesaan dan perbatasan yang belum memiliki atau terdapat jaringan internet.
Dia juga menilai bahwa beasiswa yang telah disalurkan, kebanyakan masih belum tepat sasaran karena yang menerima justru pelajar dan mahasiswa yang orang tuanya sudah mampu secara ekonomi, termasuk orang-orang yang dekat dengan pejabat di Kaltim.
Untuk itu, dia berharap agar Rancangan Anggaran dan Belanja Daerah (R-APBD) Kaltim 2013, khususnya untuk anggaran penyaluran beasiswa agar mendapat perbaikan, sehingga mereka yang menerima beasiswa adalah orang-orang yang memang membutuhkannya.
Dalam APBD Kaltim 2012 senilai Rp10,6 triliun, kemudian dalam R-APBD Kaltim 2013 diestimasikan sebesar Rp13 triliun. Dari jumlah itu, dialokasikan 20 persen untuk anggaran pendidikan sebagai amanat Undang-undang Nomor 20 tahun 2003.
"Namun sangat disayangkan, ternyata anggaran 20 persen itu belum mampu menyelesaikan sejumlah masalah pendidikan di Kaltim, karena masih banyak ruang kelas terutama jenjang SD yang rusak dan guru kurang kompetensi. Untuk itu Pemprov Kaltim perlu merumuskan regulasi yang tepat untuk menyelesaikan masalah itu," kata Margareta.
Dia juga mempertanyakan pola distribusi anggaran yang 20 persen pendidikan tersebut, pasalnya sejumlah permasalahan pendidikan itu paling banyak terjadi di kawasan perbatasan dan daerah terpencil.
Bahkan, selama ini juga dinilai masih terjadi dikotomi antara sekolah negeri dan swasta, perkotaan dan perdesaan. Hal semacam ini dimintanya tidak terjadi berlarut-larut.
Dalam sidang paripurna yang dihadiri Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, 29 anggota DPRD Kaltim, sejumlah kepala dinas/instansi, dan puluhan undangan itu, Margareta juga mempertanyakan mengapa sebagian besar guru tidak lulus uji kompetensi baru-baru ini, bahkan ada yang nilainya nol, padahal banyak proyek untuk meningkatkan sumber daya guru. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
"Masyarakat Kaltim masih banyak yang tinggal di daerah terpencil, pinggiran, dan kawasan perbatasan sehingga belum mengenal internet," ujar Maria Margareta Rini Puspa, saat membacakan pandangan Fraksi Partai Hanura-PDS dalam Sidang Paripurna DPRD Kaltim ke-35 di Samarinda, Rabu.
Menurutnya, dengan diberlakukannya pendaftaran beasiswa melalui sistem online tersebut, maka para pelajar di kawasan itu tidak akan bisa mengakses karena masih banyak warga di kawasan perdesaan dan perbatasan yang belum memiliki atau terdapat jaringan internet.
Dia juga menilai bahwa beasiswa yang telah disalurkan, kebanyakan masih belum tepat sasaran karena yang menerima justru pelajar dan mahasiswa yang orang tuanya sudah mampu secara ekonomi, termasuk orang-orang yang dekat dengan pejabat di Kaltim.
Untuk itu, dia berharap agar Rancangan Anggaran dan Belanja Daerah (R-APBD) Kaltim 2013, khususnya untuk anggaran penyaluran beasiswa agar mendapat perbaikan, sehingga mereka yang menerima beasiswa adalah orang-orang yang memang membutuhkannya.
Dalam APBD Kaltim 2012 senilai Rp10,6 triliun, kemudian dalam R-APBD Kaltim 2013 diestimasikan sebesar Rp13 triliun. Dari jumlah itu, dialokasikan 20 persen untuk anggaran pendidikan sebagai amanat Undang-undang Nomor 20 tahun 2003.
"Namun sangat disayangkan, ternyata anggaran 20 persen itu belum mampu menyelesaikan sejumlah masalah pendidikan di Kaltim, karena masih banyak ruang kelas terutama jenjang SD yang rusak dan guru kurang kompetensi. Untuk itu Pemprov Kaltim perlu merumuskan regulasi yang tepat untuk menyelesaikan masalah itu," kata Margareta.
Dia juga mempertanyakan pola distribusi anggaran yang 20 persen pendidikan tersebut, pasalnya sejumlah permasalahan pendidikan itu paling banyak terjadi di kawasan perbatasan dan daerah terpencil.
Bahkan, selama ini juga dinilai masih terjadi dikotomi antara sekolah negeri dan swasta, perkotaan dan perdesaan. Hal semacam ini dimintanya tidak terjadi berlarut-larut.
Dalam sidang paripurna yang dihadiri Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, 29 anggota DPRD Kaltim, sejumlah kepala dinas/instansi, dan puluhan undangan itu, Margareta juga mempertanyakan mengapa sebagian besar guru tidak lulus uji kompetensi baru-baru ini, bahkan ada yang nilainya nol, padahal banyak proyek untuk meningkatkan sumber daya guru. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012