Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menilai pernyataan Presiden Joko Widodo soal "Pak Lurah" saat berpidato pada Sidang Tahunan MPR Tahun 2023 merupakan sebuah candaan.
"Kalau ada, ya, barangkali perumpamaan semua peraturan harus atas persetujuan 'Pak Lurah' saya pikir hanya sebagai sebuah jokes saja, ada sense of humor bagus juga di negeri ini, ya, kan?" kata Paloh usai menghadiri Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2023 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu.
Paloh mengaku dirinya mengikuti dinamika perkembangan di tengah masyarakat dan tidak ada sesuatu hal yang luar biasa terjadi.
"Mengikuti seluruh perkembangan dinamika yang ada di tengah-tengah kehidupan kemasyarakatan kita, tidak ada hal yang luar biasa juga, ya," ucap Paloh.
Baca juga: Jokowi tahu sebutan "Pak Lurah" dan dijadikan tameng Pilpres 2024
Sementara itu, terkait hasil pencapaian dari upaya penyiapan sumber daya manusia (SDM), sebagaimana disebut Presiden Jokowi dalam pidatonya, Paloh menyebut bahwa hal itu merupakan sesuatu yang luar biasa apabila benar adanya.
Presiden Jokowi mengatakan Indonesia telah berhasil menurunkan angka kekerdilan pada anak atau stunting di Indonesia menjadi 21,6 persen dan menaikkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi 72,9 pada tahun 2022.
Dalam anggaran perlindungan sosial tahun 2015-2023, Jokowi juga menjelaskan terdapat sejumlah program, seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), KIP Kuliah, Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, serta perlindungan kepada warga lanjut usia (lansia).
"Tapi, apakah kita menganggap pikiran dan harapan tadi cukup berbasis realisme yang ada atau memang itu hanya sekadar untuk memacu motivasi kita agar bergerak ke arah seperti itu; karena menurut saya, kalau pencapaian seperti itu bisa kita capai, kita patut syukuri dan itu spektakuler menurut saya," jelasnya.
Baca juga: Jokowi: Koalisi pemilihan presiden jadi urusan partai
Paloh juga merespons pidato Ketua MPR RI Bambang Soesatyo yang menyebut bahwa selayaknya pemimpin partai politik dan tokoh bangsa di Tanah Air ikut bertanggung jawab dalam mempersiapkan keberlanjutan kepemimpinan nasional.
Sehingga, siapa pun yang nantinya terpilih menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia pada Pilpres 2024 wajib didukung untuk menjalankan misi Indonesia Maju.
Menurut Paloh, sudah sepatutnya dukungan diberikan kepada Presiden Jokowi hingga akhir masa kepemimpinannya pada 2024 mendatang. Namun, dia mengingatkan bahwa dukungan yang diberikan Jokowi kepada figur tertentu, setelah berakhirnya masa kepemimpinannya, sifatnya personal.
"Saya pikir dalam proses sampai akhir masa jabatan beliau itu wajiblah, bagus, ya, dukungannya kan itu. Kalau dukungan lain setelah selesai masa jabatan beliau, itu dukungan personal, ya, yang bisa saja berkelanjutan," kata Surya Paloh.
Baca juga: Presiden Jokowi akan sampaikan kepastian upacara HUT RI 2024 di IKN
Sementara itu, terkait dukungan kerja sama politik Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, sebagai bakal calon presiden (capres) pada Pilpres 2024, merupakan sesuatu yang baik.
"Bagus sekali, semuanya yang bergabung dan melaksanakan hak konstitusional yang ada dan itu semua bagus sekali," jelasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku dirinya kerap disebut sebagai "Pak Lurah" dan dijadikan sebagai tameng oleh sejumlah yang berkepentingan politik menjelang Pilpres 2024.
"Kita saat ini sudah memasuki tahun politik. Suasananya sudah hangat-hangat kuku dan sedang tren ini di kalangan politisi dan parpol. Setiap ditanya soal siapa capres, cawapresnya, jawabannya 'Belum ada arahan (dari) Pak Lurah'," kata Jokowi.
Dia pun sempat berpikir siapa yang dimaksud dengan sebutan "Pak Lurah" tersebut.
"Siapa 'Pak Lurah' ini? Sedikit-sedikit kok 'Pak Lurah'. Belakangan saya tahu, yang dimaksud 'Pak Lurah' itu ternyata saya," kata Presiden Jokowi.
Baca juga: Presiden janjikan pemilihan penjabat gubernur berlangsung transparan