Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Kutai Barat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Irwan Yuli Prasetyo mengabarkan situasi Melak, Sekolaq Darat, dan Barong Tongkok, aman dan terkendali.


Ketiganya adalah kecamatan yang membentuk Sendawar, ibukota Kabupaten Kutai Barat, 350 km barat Samarinda, Kalimantan Timur.

Pernyataan Kapolres berkenaan dengan tindak kriminal pembunuhan yang sempat dikaitkan dengan sentimen kesukuan karena perbedaan etnis antara pelaku dan korban.

“Berkat pemahaman masyarakat, juga para tokoh agama dan tokoh adat, juga tokoh masyarakat lainnya, keadaaan aman dan terkendali,” kata Kapolres Irwan, Rabu malam.

Selanjutnya Kapolres menjelaskan bahwa, “Jadi yang tejadi adalah tindak pidana murni yang tidak ada sangkut pautnya dengan SARA (suku agama ras antargolongan).”

Saat ini juga polisi sudah menangkap pelaku dengan inisial MM (21 tahun). Bahkan polisi sudah menetapkannya sebagai tersangka atas dasar pengakuan, sejumlah bukti dari tempat kejadian, dan keterangan saksi-saksi.

MM mengakui merencanakan pembunuhan atas MS (20 tahun) karena marah dan kecewa keinginannya melakukan hubungan seks dengan korban ditolak. Sebelumnya MM sudah memberikan uang sebesar Rp2 juta, dan kemudian mengiming-imingi lagi dengan uang Rp600 ribu.

Saat meminta uang yang Rp600 ribu itulah, pada Senin 1/2 pukul 13.00 di rumah tersangka MM di Barong Tongkok, MS diserang MM dengan pisau yang sudah disiapkan MM.

Meski MS sempat melawan, ia kemudian tertusuk di bagian leher. Luka itulah yang menurut visum dari RSUD Sendawar yang menjadi sebab kematiannya.  

“Maka kami mengenakan pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 dan Pasal 351 ayat 3 hal pembunuhan berencana atas perbuatannya tersebut, di mana pelaku terancam hukuman seumur hidup atau hukuman mati,” tegas Kapolres Irwan.

DENDA ADAT

Selain hukum positif yang ditegakkan kepolisian, juga berlaku hukum adat mengingat Kutai Barat adalah kawasan pusat budaya dan populasi masyarakat asli Tunjung, Kenyah, dan Benuaq.  

Pada sidang hukum adat yang digelar Kamis 4/2 lampau, kepada tersangka MM dan keluarganya dijatuhkan denda adat senilai total Rp1,8 miliar lebih. Jumlah itu dapat dibayar dalam masa 6 bulan terhitung sejak denda dijatuhkan.

“Dengan rincian denda adat berupa antang (guci) sebanyak 4.120 buah senilai total Rp1,65 miliar atau Rp400 ribu per guci. Kemudian ditambah biaya ‘parapm api hingga kenyau kededariq’ atau acara adat kematian korban sebesar Rp250 juta,” rinci Kepala Lembaga Adat Besar Kubar Manaar Dimansyah Gamas.

Menurut Kepala Adat Gamas, tujuannya pemberlakuan denda adat

adalah agar kedamaian kembali tercipta dan memelihara kepercayaan masyarakat bahwa keadilan ada dan akan selalu ditegakkan.

“Hal jumlah dendanya, kita semua tahu sebab tidak ada nominal uang yang cukup dan relevan untuk harga sebuah nyawa. Tapi dengan ini keadilan sudah ditegakkan bagi keluarga korban dan juga bagi pelaku,” jelas Gamas.

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021