Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) memberikan bantuan seperangkat alat panjat tebing dan peralatan susur goa kepada para pemandu wisata kawasan karts Sangkulirang- Mangkaliat.


Bantuan peralatan tersebut diberikan dalam rangka meningkatkan kunjungan wisatawan  di kawasan yang telah ditetapkan oleh UNESCO menjadi situs Warisan Dunia.

Bantuan yang diberikan berupa Karmantel, harnes, karabiner, jumar, figure of eight, auto stop, grigri, helm, senter kepala, coveral (pakaian untuk masuk goa), HT dan Tandu untuk rescue di dalam goa.

Selain bantuan peralatan, pemandu wisata yang mayoritas warga lokal Desa Tepian Langsat, Hambur Batu Bengalon dan Merabu, Berau juga diberikan pelatihan cave rescue atau penyelamatan di dalam goa.

Paru pemandu wisata juga dibekali ilmu  menyambut para tamu baik wisatawan domestic maupun mancanegara.

"Para pemandu wisata itu diharapkan bisa menjadi Story Teller dari sejumlah kisah di kawasan karst itu sendiri," kata Dr Pindi Setiawan seorang peneliti gambar cadas dikawasan Sangkulirang-Mangkalihat.

Ia mengatakan ada mitos yang berkembang, jika masyarakat yang berkunjung di kawasan karst Sangkulirang- Mangkaliat harus waspada dengan hewan kelabang berkaki panjang yang biasa hidup di tepi goa.

Hewan kecil yang disebut oleh masyarakat sekitar dengan nama pesan-pesan itu, bisa menyebabkan kematian bagi umat manusia.

"Jika kita tergigit hewan tersebut tinggal pesan terakhir saja, makanya disebut hewan pesan- pesan,"kata Peniliti dari ITB Bandung tersebut.

Kang Pindi sapaan akrabnya melihat dalam perspektif yang berbeda dari keberadaan hewan pesan pesan itu yakni pesan yang ingin disampaikan kepada umat manusia.

"Karts bukanlah batu, kart adalah tempat hidup," kata Pendi 


-Perjalanan menuju Karst Sangkulirang- Mangkaliat

Bantuan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melalui National Geography Indonesia tersebut diserahkan secara langsung dengan membentuk tim ekpedisi menuju kawasan wisata alam di Kabupaten Kutai Timur pada 18-24 November 2020.

Diketahui Karst Sangkulirang Mangkalihat terbentang luas dengan bebatuan yang memiliki ciri khas sendiri dengan yang lain. 

Terdapat Goa dan Ceruk yang setiap lokasi atau Goa tersebut mempunyai ciri berbeda-beda antara Goa satu dengan Goa  lainya. 

Medan yang berat untuk menuju lokasi Goa memberi tantangan tersendiri bagi wisatawan untuk mencapai tujuan.

Tim ekpedisi di pimpinan Dr Pindi Setiawan dari ITB Bandung, seorang peneliti gambar cadas dikawasan Sangkulirang-Mangkalihat.

Dalam rombongan juga menyertakan Rescue Caver dan tim pimpinan Kang Ferri dari Asosiasi Wisata Goa Indonesia, National Geography, Didi Kasim dan Agung, Artis sekaligus youtuber Ramon Y Tungka,  Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kadis Dinas Pariwisata Ibu Sri Wahyuni, Dinas Pariwisata Kutai Timur, Demmy Adhitya, dan sejumlah jurnalis diantaranya fotografer Suryawan.

Menurut penuturan Suryawan rombongan dibagi menjadi dua kelompok, yang pertama langsung  menuju gua Tewet sedangkan tim kedua menyusuri ke arah hulu, melalui sungai Jelai hingga masuk ke sungai Marang, dengan tujuan awal goa Tengkorak dan Kedanum.

Sayangnya, lanjut Suryawan dipertengahan perjalanan, dikarenakan debit air sungai Marang tidak memungkinkan, akhirnya perjalanan tim kedua berhenti, dan dialihkan ke goa Kebobo dan liang John.

Perjalanan menuju goa kebobo, tak seru dan menantang, Tim ekapedisi harus menyusuri sungai Sungai Bengalon, terus masuk ke sungai Jelai , masuk lagi ke arah hulu sungai Marang.

Usai melewati Sungai Marang, perjalanan semakin sempit berbatu dan akhirnya kandas karena debit air yang surut ditambah banyaknya batang pohon yang melintang.

Selama beberapa jam melalui medan air sungai, akhirnya tim ekspedisi menemukan daratan di kawasan Hutan.

Tampak Menara Karst Pegunungan Marang berdiri dengan megahnya, tim ekpedisii berjalan memasuki hutan hujan tropis dengan medan khas kawasan Karst yang berbatu runcing, rombongan tiba di muara Goa Kebobo dalam keadaan mulai gelap sehingga rombongan mulai menyalakan head lamp.

Dimuara ini Dr Pindi sempat menunjukan dimana di temukanya gerabah gerabah.  
  
Kemudian tim masuk ke ke dalam dimana merupakan daerah gelap abadi, tampak sebuah chamber (aula goa lebih 50 meter tingginya yang sangat besar). 

Sepanjang Hole (lorong goa) dipenuhi tumpukan Guano (kotoran kalelawar) sehingga dirasakan empuk untuk pijakan kaki, Flow Stone ( bantuan berbentuk air terjun), Draperi ( ornamen seperti sirip ikan hiu) , Gorjin (ornamen seperti gorden), Canopy ( ornamen payung kuncup), dan Stalakmit besar. 

Dalam penyisiran goa tampak terlihat Speleo Temp (kumpulan dari berbagai ornamen) yang proses pembentukanya sdisebut Kartisipikasi yaitu  proses pelarutan dan pengendapan batuan karst. 

Disini Kang Pindi panggilan akrab Dr Pindi Setiawan  berbagi cerita tentang pengalamanya hampir 30 tahun keluar masuk malang melintang di Kawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat.

Dari goa Kebobo perjalanan dilanjutkan dengan melewati hutan yang sangat rapat. Menanjak sedikit sampailah pada cerukan  dasar tebing, Liang Jon. Disitu terdapat meja dan bangku panjang terbuat dari kayu Ulin.

"Dulu saya dua bulan di sini bersama tim,disebelah situ (sambil menunjuk arah) tanda kayu di tanah, kami menemukan fosil manusia yang berusia 3000 tahun," kata Kang Pindi.

Kang Pindi mempunyai daya ingat yang luar biasa, dalam ceritanya itu Kang Pindi masih ingat secara lengkap dan detil beserta jam berapa kejadiannya.

Pada saat kembali ke base camp, satu perahu ketinting menghantam batu dan pecah, beruntung tidak jauh dari base camp, mengingat di sungai Bengalon yang kami lewati banyak terdapat buaya.

Setiap malam sehabis makan malam, acara diisi dengan diskusi dan berbagi pengalaman guna meningkatkan wisata budaya petualangan minat khusus dikawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat, 

Perjalanan menuju goa Tewet lebih membutuhkan ketrampilan, Selain hiking, scrambling hingga climbing yang memerlukan alat panjat sebagai pengaman merupakan keharusan untuk sampai di tebing atas.

Begitu sampai di teras goa, mata kita akan dikejutkan dengan pemandangan lukisan alam.

Terpapar ratusan tera tangan pada langit- langit goa Tewet yang berusia ribuan tahun, seolah memberikan salam kepada para pengunjung bahwa anda telah memasuki dunia masa lampau.

Karst adalah ekosistem yang unik, selain berfungsi sebagai spon hidup yang menyimpan cadangan air, mengalirkan air melalui sungai sungai kedaerah sekitar, karst juga menjadi rumah bagi manusia prasejarah sejak puluhan ribu tahun yang lalu. 

Ini terbukti dengan ditemukanya lukisan lukisan cadas pada dinding-dinding goa-goa yang terdapat di dalam kawasan karst, juga merupakan habitat satwa di hutan karst, karst sendiri terdiri dari ribuan puncak menara menara yang menjulang.

Kawasan Karst di Kalimantan Timur disebut Karst Sangkulirang-Mangkalihat dengan luas 1,8 juta hektare termasuk didalamnya adalah luasan batu gamping sebesar 355.481,42 Hektar yang membentang dari wilayah Kabupaten Kutai Timur sampai Kabupaten Berau 

Jika kawasan alam ini rusak, maka daerah disekitar karst akan menjadi daratan yang paling kering, karena bakal tidak ada lagi sungai yang mengalir. 

Bisa dibayangkan jika daerah Kutai Timur hingga Berau menjadi daerah tanpa air, maka dampaknya tidak hanya berimbas pada kerusakan lingkungan saja, namun juga akan berpengaruh pada kehidupan umat manusia

Pewarta: Arumanto

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020