Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Tim Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mulai melakukan penyelidikan dengan meninjau lokasi jatuhnya pesawat Piper PA-31 Piper Navajo Chief Tain milik PT Intan Angkasa.
"Hari ini kami baru ke lokasi, namun saya belum tahu berapa lama waktu ditempuh menuju lokasi," ungkap Investigator KNKT, Kapten Khairuddin, kepada wartawan di Posko Penanggulangan Pencarian Korban Pesawat Jatuh di Bandara Temindung Samarinda, Senin siang.
Dari pantauan, dua anggota KNKT itu terlhat tiba di Bandara Temindung Samarinda pada Senin siang sekitar pukul 14.00 Wita.
Selanjutnya, sekitar pukul 14.27 Wita kedua investigator KNKT yakni, Kapten Khairuddin dan Hendri, meninggalkan Bandara Temindung menuju lokasi jatuhnya pesawat milik PT Intan Perkasa di Gunung Mayang, Kabupaten Kutai Timur menggunakan heli MD 500.
"Kami hanya akan melihat bagaimana kondisi pesawat itu di antaranya, sayap dan mesinnya. Sejauh ini, kami belum memiliki gambaran awal tentang pesawat yang jatuh tersebut. Tujuan kami ke sini hanya untuk mengumpulkan data-data terkait jatuhnya pesawat itu dan hasilnya akan dievaluasi di Jakarta, sehingga hanya itu yang bisa saya sampaikan," kata Kapten Khairuddin.
Terkait keberadaan "black box" atau kotak hitam yang bisa dijadikan petunjuk atas jatuhnya pesawat itu, investigator KNKT itu mengakui, pesawat berpenumpang di bawah 19 orang tidak termasuk yang direkomendasikan harus memiliki "black box".
"Kami belum tahu, sebab pesawat berpenumpang di bawah 19 orang bukan mandatari," ungkap Kapten Chairuddin.
Pihak KNKT, lanjut Kapten Khairuddin, juga belum mengetahui bagaimana kondisi ELT (emergency locator transmitter) pesawat yang jatuh tersebut.
"Kami belum mengetahui bagaimana kondisi ELT pesawat itu, apakah sudah hancur atau tidak. Salah satu alat yang sempat dibawa Tim SAR dari lokasi jatuhnya pesawat itu yakni altimeter atau alat pengukur ketinggian namun kondisinya terbakar sehingga tidak bisa dibaca," kata Kapten Khairuddin.
Pesawat milik PT Intan Angkasa jenis PA-31 Piper Navajo Chief Tain dengan nomor registrasi PK-IWH yang dicarter oleh Elliot Geophysics International itu, sedang melakukan pemetaan di salah satu area perusahaan tambang batu bara di Kota Bontang, dilaporkan telah kehilangan kontak sejak Jumat (24/8) pagi sekitar pukul 08.04 Wita.
Pesawat survei dengan pilot Capt Marshal Basir berpenumpang tiga orang, yakni Peter John Elliott selaku General Manager Elliot Geophysics International, seorang surveyor, Jandri Hendrizal, serta pendamping dari Kementerian Pertahanan RI, Kapten Suyoto, diketahui lepas landas dari Bandara Temindung Samarinda pada Jumat pagi sekitar pukul 07.51 Wita, dan dipastikan hilang pada Jumat siang sekitar pukul 13.51 Wita.
Pesawat buatan Amerika pada 1978 itu akhirnya ditemukan dalam kondisi hancur dan terbakar di lereng Gunung Mayang, Kabupaten Kutai Timur, pada Minggu (26/8) sekitar pukul 17.25 Wita.
Tiga penumpang dan pilot pesawat itu tewas dan mayatnya langsung dievakuasi ke RSUD AW Sjahranie Samarinda pada Senin dinihari sekitar pukul 02.55 untuk proses identifikasi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
"Hari ini kami baru ke lokasi, namun saya belum tahu berapa lama waktu ditempuh menuju lokasi," ungkap Investigator KNKT, Kapten Khairuddin, kepada wartawan di Posko Penanggulangan Pencarian Korban Pesawat Jatuh di Bandara Temindung Samarinda, Senin siang.
Dari pantauan, dua anggota KNKT itu terlhat tiba di Bandara Temindung Samarinda pada Senin siang sekitar pukul 14.00 Wita.
Selanjutnya, sekitar pukul 14.27 Wita kedua investigator KNKT yakni, Kapten Khairuddin dan Hendri, meninggalkan Bandara Temindung menuju lokasi jatuhnya pesawat milik PT Intan Perkasa di Gunung Mayang, Kabupaten Kutai Timur menggunakan heli MD 500.
"Kami hanya akan melihat bagaimana kondisi pesawat itu di antaranya, sayap dan mesinnya. Sejauh ini, kami belum memiliki gambaran awal tentang pesawat yang jatuh tersebut. Tujuan kami ke sini hanya untuk mengumpulkan data-data terkait jatuhnya pesawat itu dan hasilnya akan dievaluasi di Jakarta, sehingga hanya itu yang bisa saya sampaikan," kata Kapten Khairuddin.
Terkait keberadaan "black box" atau kotak hitam yang bisa dijadikan petunjuk atas jatuhnya pesawat itu, investigator KNKT itu mengakui, pesawat berpenumpang di bawah 19 orang tidak termasuk yang direkomendasikan harus memiliki "black box".
"Kami belum tahu, sebab pesawat berpenumpang di bawah 19 orang bukan mandatari," ungkap Kapten Chairuddin.
Pihak KNKT, lanjut Kapten Khairuddin, juga belum mengetahui bagaimana kondisi ELT (emergency locator transmitter) pesawat yang jatuh tersebut.
"Kami belum mengetahui bagaimana kondisi ELT pesawat itu, apakah sudah hancur atau tidak. Salah satu alat yang sempat dibawa Tim SAR dari lokasi jatuhnya pesawat itu yakni altimeter atau alat pengukur ketinggian namun kondisinya terbakar sehingga tidak bisa dibaca," kata Kapten Khairuddin.
Pesawat milik PT Intan Angkasa jenis PA-31 Piper Navajo Chief Tain dengan nomor registrasi PK-IWH yang dicarter oleh Elliot Geophysics International itu, sedang melakukan pemetaan di salah satu area perusahaan tambang batu bara di Kota Bontang, dilaporkan telah kehilangan kontak sejak Jumat (24/8) pagi sekitar pukul 08.04 Wita.
Pesawat survei dengan pilot Capt Marshal Basir berpenumpang tiga orang, yakni Peter John Elliott selaku General Manager Elliot Geophysics International, seorang surveyor, Jandri Hendrizal, serta pendamping dari Kementerian Pertahanan RI, Kapten Suyoto, diketahui lepas landas dari Bandara Temindung Samarinda pada Jumat pagi sekitar pukul 07.51 Wita, dan dipastikan hilang pada Jumat siang sekitar pukul 13.51 Wita.
Pesawat buatan Amerika pada 1978 itu akhirnya ditemukan dalam kondisi hancur dan terbakar di lereng Gunung Mayang, Kabupaten Kutai Timur, pada Minggu (26/8) sekitar pukul 17.25 Wita.
Tiga penumpang dan pilot pesawat itu tewas dan mayatnya langsung dievakuasi ke RSUD AW Sjahranie Samarinda pada Senin dinihari sekitar pukul 02.55 untuk proses identifikasi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012