Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sabtu, memeriksa Deky Aryanto (DA) selaku rekanan yang juga tersangka pemberi suap kepada Bupati Kutai Timur Ismunandar (ISM).
"Hari ini, Sabtu pukul 10.45 WITA, DA dibawa ke Jakarta dan sekitar pukul 12.30 WIB telah tiba di Kantor KPK untuk proses lebih lanjut. Saat ini, tersangka sedang menjalani pemeriksaan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Setelah selesai diperiksa, kata dia, tersangka Deky direncanakan segera dibawa ke Rutan Polres Jakarta Pusat dan menjalani isolasi mandiri terlebih dahulu guna memenuhi protokol kesehatan pencegahan penyebaran COVID-19.
Sebelumnya, dengan bantuan Polres Sangatta, Jumat (3/7), Deky turut pula diamankan dan diserahkan kepada tim KPK di Polresta Samarinda untuk dilakukan pemeriksaan.
KPK menemukan bukti permulaan yang cukup adanya peran Deky selaku rekanan Dinas Pendidikan Kabupatan Kutai Timur yang diduga sebagai pemberi uang sebesar Rp2,1 miliar kepada Ismunandar melalui Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Suriansyah (SUR) dan Kepala Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Musyaffa (MUS).
Diketahui pada Jumat (3/7), KPK telah menetapkan Ismunandar dan istrinya yang juga Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria (EU) sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan pemerintah kabupaten Kutai Timur 2019-2020.
Selain Ismunandar dan Encek Unguria, KPK juga menetapkan Kepala Bapenda Musyaffa, Kepala BPKAD Suriansyah, dan Kepala Dinas Pekerjaan umum Aswandini (ASW) sebagai tersangka penerima suap.
Sedangkan sebagai tersangka pemberi, KPK menetapkan Aditya Maharani (AM) selaku rekanan dan Deky Aryanto selaku rekanan.
Dalam OTT, ditemukan uang tunai sebesar Rp170 juta, beberapa buku tabungan dengan total saldo Rp4,8 miliar, dan sertifikat deposito sebesar Rp1,2 miliar.
Penerimaan sejumlah uang tersebut diduga karena Ismunandar selaku bupati menjamin anggaran dari rekanan yang ditunjuk agar tidak mengalami pemotongan anggaran dan Encek selaku Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang terkait dengan pekerjaan di pemkab setempat.
Musyaffa selaku kepercayaan Bupati juga melakukan intervensi dalam menentukan pemenang pekerjaan di Dinas Pendidikan dan Pekerjaan Umum di Kutai Timur.
Sementara itu, Suriansyah selaku Kepala BPKAD mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10 persen dari jumlah pencairan.
Selanjutnya, Aswandini selaku kepala Dinas PU mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan menjadi pemenang.
Para tersangka penerima disangkakan melanggar pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
Sedangkan para pemberi disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, dengan ancaman hukuman minimal satu tahun penjara dan maksimal lima tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020
"Hari ini, Sabtu pukul 10.45 WITA, DA dibawa ke Jakarta dan sekitar pukul 12.30 WIB telah tiba di Kantor KPK untuk proses lebih lanjut. Saat ini, tersangka sedang menjalani pemeriksaan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Setelah selesai diperiksa, kata dia, tersangka Deky direncanakan segera dibawa ke Rutan Polres Jakarta Pusat dan menjalani isolasi mandiri terlebih dahulu guna memenuhi protokol kesehatan pencegahan penyebaran COVID-19.
Sebelumnya, dengan bantuan Polres Sangatta, Jumat (3/7), Deky turut pula diamankan dan diserahkan kepada tim KPK di Polresta Samarinda untuk dilakukan pemeriksaan.
KPK menemukan bukti permulaan yang cukup adanya peran Deky selaku rekanan Dinas Pendidikan Kabupatan Kutai Timur yang diduga sebagai pemberi uang sebesar Rp2,1 miliar kepada Ismunandar melalui Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Suriansyah (SUR) dan Kepala Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Musyaffa (MUS).
Diketahui pada Jumat (3/7), KPK telah menetapkan Ismunandar dan istrinya yang juga Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria (EU) sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan pemerintah kabupaten Kutai Timur 2019-2020.
Selain Ismunandar dan Encek Unguria, KPK juga menetapkan Kepala Bapenda Musyaffa, Kepala BPKAD Suriansyah, dan Kepala Dinas Pekerjaan umum Aswandini (ASW) sebagai tersangka penerima suap.
Sedangkan sebagai tersangka pemberi, KPK menetapkan Aditya Maharani (AM) selaku rekanan dan Deky Aryanto selaku rekanan.
Dalam OTT, ditemukan uang tunai sebesar Rp170 juta, beberapa buku tabungan dengan total saldo Rp4,8 miliar, dan sertifikat deposito sebesar Rp1,2 miliar.
Penerimaan sejumlah uang tersebut diduga karena Ismunandar selaku bupati menjamin anggaran dari rekanan yang ditunjuk agar tidak mengalami pemotongan anggaran dan Encek selaku Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang terkait dengan pekerjaan di pemkab setempat.
Musyaffa selaku kepercayaan Bupati juga melakukan intervensi dalam menentukan pemenang pekerjaan di Dinas Pendidikan dan Pekerjaan Umum di Kutai Timur.
Sementara itu, Suriansyah selaku Kepala BPKAD mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10 persen dari jumlah pencairan.
Selanjutnya, Aswandini selaku kepala Dinas PU mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan menjadi pemenang.
Para tersangka penerima disangkakan melanggar pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
Sedangkan para pemberi disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, dengan ancaman hukuman minimal satu tahun penjara dan maksimal lima tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020