Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menghapus koalisi militer yang dipimpin oleh Arab Saudi dari daftar hitam PBB, Senin, beberapa tahun setelah PBB mengumumkan kepada publik bahwa kelompok tersebut membunuh dan melukai anak-anak di Yaman.
Guterres mengatakan dalam laporan tahunannya kepada Dewan Keamanan PBB (DK PBB), Senin, bahwa koalisi tersebut akan "dihapus dari daftar untuk pelanggaran membunuh dan melukai, menyusul penurunan signifikan terus-menerus dalam membunuh dan melukai akibat serangan udara" dan penerapan langkah-langkah yang bertujuan melindungi anak-anak.
Laporan tahunan terkait anak dan konflik bersenjata dibuat sesuai permintaan DK PBB. Koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi itu telah resmi berada dalam daftar hitam PBB selama tiga tahun terakhir, dan laporan tersebut mengatakan koalisi itu telah menewaskan dan melukai 222 anak-anak pada tahun 2019.
Sebelumnya, kelompok yang sama sempat masuk dalam daftar hitam pada tahun 2016 dan dihapuskan oleh mantan Sekjen Ban Ki-moon dengan peninjauan ulang yang tertunda.
Ban menuduh Arab Saudi telah memberikan tekanan "yang tidak dapat diterima" dan tidak semestinya, setelah sejumlah sumber mengatakan kepada Reuters bahwa Riyadh mengancam akan memotong sejumlah dana untuk PBB. Arab Saudi menyangkal telah mengancam Ban Ki-moon.
Dalam upaya untuk meredam kontroversi seputar laporan tersebut, daftar hitam yang dirilis pada tahun 2017 oleh Guterres dipecah menjadi dua - satu berisi daftar pihak yang telah mengambil langkah-langkah untuk melindungi anak-anak, dan yang lainnya mengikutsertakan pihak yang belum.
Yaman telah terperosok dalam konflik sejak kelompok Houthi yang beraliansi dengan Iran menggulingkan pemerintah negara itu dari ibu kota Sanaa pada tahun 2014. Koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi melakukan intervensi dalam upaya untuk memulihkan pemerintah pada tahun 2015.
Laporan PBB tidak menundukkan mereka yang terdaftar untuk bertindak, tetapi justru mempermalukan para pihak dalam konflik dengan harapan dapat mendorong mereka untuk menerapkan langkah-langkah untuk melindungi anak-anak.
Hal tersebut telah lama menjadi kontroversi, dengan para diplomat yang mengatakan baik Arab Saudi maupun Israel telah memberikan tekanan dalam beberapa tahun terakhir, sebagai upaya untuk tetap berada di luar daftar.
Negara atau kelompok dapat dimasukkan dalam daftar hitam karena membunuh, melukai atau menyalahgunakan anak-anak, menculik atau merekrut anak-anak, menolak akses bantuan untuk anak-anak atau menargetkan sekolah dan rumah sakit.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020
Guterres mengatakan dalam laporan tahunannya kepada Dewan Keamanan PBB (DK PBB), Senin, bahwa koalisi tersebut akan "dihapus dari daftar untuk pelanggaran membunuh dan melukai, menyusul penurunan signifikan terus-menerus dalam membunuh dan melukai akibat serangan udara" dan penerapan langkah-langkah yang bertujuan melindungi anak-anak.
Laporan tahunan terkait anak dan konflik bersenjata dibuat sesuai permintaan DK PBB. Koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi itu telah resmi berada dalam daftar hitam PBB selama tiga tahun terakhir, dan laporan tersebut mengatakan koalisi itu telah menewaskan dan melukai 222 anak-anak pada tahun 2019.
Sebelumnya, kelompok yang sama sempat masuk dalam daftar hitam pada tahun 2016 dan dihapuskan oleh mantan Sekjen Ban Ki-moon dengan peninjauan ulang yang tertunda.
Ban menuduh Arab Saudi telah memberikan tekanan "yang tidak dapat diterima" dan tidak semestinya, setelah sejumlah sumber mengatakan kepada Reuters bahwa Riyadh mengancam akan memotong sejumlah dana untuk PBB. Arab Saudi menyangkal telah mengancam Ban Ki-moon.
Dalam upaya untuk meredam kontroversi seputar laporan tersebut, daftar hitam yang dirilis pada tahun 2017 oleh Guterres dipecah menjadi dua - satu berisi daftar pihak yang telah mengambil langkah-langkah untuk melindungi anak-anak, dan yang lainnya mengikutsertakan pihak yang belum.
Yaman telah terperosok dalam konflik sejak kelompok Houthi yang beraliansi dengan Iran menggulingkan pemerintah negara itu dari ibu kota Sanaa pada tahun 2014. Koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi melakukan intervensi dalam upaya untuk memulihkan pemerintah pada tahun 2015.
Laporan PBB tidak menundukkan mereka yang terdaftar untuk bertindak, tetapi justru mempermalukan para pihak dalam konflik dengan harapan dapat mendorong mereka untuk menerapkan langkah-langkah untuk melindungi anak-anak.
Hal tersebut telah lama menjadi kontroversi, dengan para diplomat yang mengatakan baik Arab Saudi maupun Israel telah memberikan tekanan dalam beberapa tahun terakhir, sebagai upaya untuk tetap berada di luar daftar.
Negara atau kelompok dapat dimasukkan dalam daftar hitam karena membunuh, melukai atau menyalahgunakan anak-anak, menculik atau merekrut anak-anak, menolak akses bantuan untuk anak-anak atau menargetkan sekolah dan rumah sakit.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020