Tenggarong (ANTARA News Kaltim) - Dalam tradisional suku Dayak Benuaq, jika dalam sebuah keluarga ada sanak saudara yang meninggal dunia, sebagai penawar atau pelipur lara, maka digelar ritual yang dinamakan Tota Timui Betawai Betentau.

Dalam rangka memeriahkan Erau pelas benua etam 2012 ini, ritual tersebut digelar Selasa (3/7) sore di padang rumput sekitar panggung seni Erau jl KH A Mukhsin, Tenggarong atau tepatnya di depan
sekretariat Gerbang Raja.

Ritual tersebut dilaksanakan oleh kelompok seni Pokan Takaq kelurahan Loa Ipuh Tenggarong, dengan delapan orang gadis berpakain Benuaq yang terbuat dari ulap doyo sebagai penari dan dipimpin oleh pawang atau belian yang bertugas melafalkan mantra, yang diiringi tetabuhan gendang dan gong kecil.

Mengawali ritual itu, dupa pun dibakar sehingga menimbulkan bau khas, lalu beberapa orang wanita setengah baya mempersiapkan kelengkapan sesajen yang diantaranya terdiri dari, darah ayam, seekor ayam
panggang, tiga batang lemang, tiga bungkus ketan,beras, sebutir telur ayam, kelapa, air kembang, dan pakaian lengkap.

Adapun kelengkapan ritual, yaitu empat batang kayu yang masih lengkap dengan daunnya di tancapkan pada empat penjuru yang bagian atasnya dihubungkan dengan daun kelapa, sehingga terbentuk ruang kira - kira berukuran 2 meter persegi. Didalam ruangan tersebut ditancapkan dua kayu berdaun yang digantung sehelai kain di tiap-tiap batangnya, salah satunya di tempelkan daun pinang.

"Pohon ini untuk persembahan, dan pohon yang ada daun pinangnya sebagai tangga bagi roh leluhur yang akan kita panggil pada ritual ini," ujar salah satu wanita paruh baya yang mempersiapkan kelengkapan
tersebut.

Sedangkan dibawah dua pohon tersebut ditaruh tiga wadah yang berisi air. Wadah pertama atau yang paling besar berisi air yang diberi empat jenis bunga, diantaranya adalah pandan dan mayang pinang. Lalu dua wadah lainnya masing-masing berisi air yang diberi arang dan kunyit.

"Air ini untuk menghilangkan penyakit dan mensucikan dari segala hal buruk," katanya.

Kelengkapan sudah beres, dupa mengepul, dihadapan sesajen sang pawang duduk bersila dan mulai mengucap mantra. Sesaat setelah itu gendang dan gong mulai ditabuh dan delapan gadis menari mengelilingi lokasi ritual.

Setelah membaca mantra sang pawang atau belian masuk ke antara empat kayu dan mengambil air untuk di usapkan kepada orang yang sakit atau berduka, setelah itu para penari juga ikut membasuh muka dari air itu.

Pimpinan kelompok Pokan Takaq, Ipong menjelaskan ritual ini biasanya dilakukan didalam rumah sehabis mengubur orang meninggal, bertujuan mengobati depresi bagi keluarga yang ditinggalkan.

Adapun asap dupa dijelaskannya yaitu untuk memanggil roh leluhur yaitu delapan belian bawe (perempuan ahli mantra) dan delapan belian upo (lelaki ahli mantra).

"Jadi roh delapan belian bawe dan upo ini dipanggil oleh pawang tadi untuk membantu mensucikan atau mengobati yang berduka atau sakit," paparnya dilokasi acara yang dipenuhi penonton.

Menurut Ipong, ritaul Tota Timui ini juga bisa digelar untuk mensucikan calon pengantin dan apabila seseorang mendapat mimpi buruk.

"Dalam rangka Erau ini, Tota Timui digelar untuk membersihkan Kota Raja Tenggarong dari segala macam keburukan dan bencana," demikian jelasnya.
 (*)

Pewarta: Hayru Abdi

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012