Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyerukan kepada Kejaksaan Negeri Kotabaru di Kalimantan Selatan agar menghentikan kriminalisasi kepada bekas pemimpin redaksi laman kumparan/banjarhits.id Diananta Putera Sumedi.


“Kami mendesak Kejaksaan untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SKPP) dalam kasus Diananta ini. Sebab, kasus ini sudah diselesaikan melalui mekanisme di Dewan Pers sesuai amanat Undang Undang Pers dan MoU Polri dengan Dewan Pers,” rinci Ketua AJI Balikpapan Devi Alamsyah mengutip pernyataan Ketua Umum AJI Indonesia Abdul Manan, Rabu.

Devi menegaskan, sesungguhnya tidak ada lagi perkara yang menjerat Diananta sebab masalahnya sudah diselesaikan di Dewan Pers, di mana kumparan/banjarhits.id dihukum dengan kewajiban membuat pernyataan maaf dan memuat hak jawab yang proporsional.

Karena itu, AJI sangat menyesalkan langkah polisi yang terus memproses Diananta dan tidak mengindahkan UU Pers, yaitu UU Nomor 40/1999, yang menyatakan bahwa kasus pers diselesaikan oleh pers sendiri melalui lembaga Dewan Pers.

Apalagi antara Dewan Pers dan Kepolisian RI ada nota kesepahaman atau MoU mengenai hal tersebut, yang berisi antara lain, bila polisi menerima pengaduan masyarakat berkenaan dengan pemberitaan, maka penanganannya pertama kali diserahkan kepada Dewan Pers.

“Nah, pada kasus saudara Diananta ini, Dewan Pers bahkan sudah selesai menangani kasusnya, sudah mengeluarkan pernyataan penilaian dan rekomendasi (PPR) yang mengharuskan kumparan/banjarhits.id memuat hak jawab dan meminta maaf,” jelas Devi.

Sebelumnya, Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan (Polda Kalsel) pada Selasa 19/5 menyatakan hasil penyidikan kasus eks pemimpin redaksi Banjarhits Diananta Putra Sumedi telah lengkap atau P21. Kasus ini akan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kotabaru. Diananta dilaporkan ke polisi setelah menulis sengketa tanah warga dengan perusahaan milik Jhonlin Group.

Diananta atau Nanta ditahan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel di Rutan Polda mulai Senin 4/5. Upaya penangguhan penahanan yang dilakukan 48 jurnalis dan organisasi-organisasi non-pemerintah bidang lingkungan di Kalimantan Selatan tidak dikabulkan polisi dengan alasan dikhawatirkan Nanta mengulangi lagi membuat berita kasus tersebut dengan memasukkan hal-hal yang dapat mencederai suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

banjarhits.id sendiri adalah media yang bekerjasama dengan kumparan.com melalui Program 1001 Startup Media. Melalui kerjasama tersebut berita dari wartawan banjarhits dimuat di kanal kumparan.com/banjarhits.id. Berita yang dipermasalahkan berjudul "Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel" yang diunggah pada 9 November 2019 lampau.

Pelapor kasus ini adalah Sukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan. Ia menilai berita itu menimbulkan kebencian karena bermuatan sentimen kesukuan. Sukirman kemudian melaporkan Diananta ke Polda Kalsel dan ke Dewan Pers November 2019 lalu. Saat kasusnya ditangani Dewan Pers, Polda Kalsel tetap melanjutkan proses penyelidikan.

Pada 5 Februari 2020, Dewan Pers menyatakan bahwa redaksi kumparan.com menjadi penanggung jawab atas berita yang dimuat banjarhits itu. Dewan Pers juga memutuskan berita yang dilaporkan melanggar Pasal 8 Kode Etik Jurnalistik karena menyajikan berita yang mengandung prasangka atas dasar perbedaan suku (SARA).

Dewan Pers kemudian merekomendasikan agar teradu melayani hak jawab dari pengadu dan menjelaskan persoalan pencabutan berita yang dimaksud. Rekomendasi itu diteken melalui lembar Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers. Masalah sengketa pers ini dinyatakan selesai. Pihak kumparan melalui Banjarhits.id sudah memuat hak jawab dari teradu dan menghapus berita yang dipermasalahkan.

Namun, polisi tetap memproses kasus tersebut dan kini melimpahkan kasusnya ke Kejaksaan.

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020