Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan bahwa Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 yang salah satu ketentuannya mengatur mengenai besaran iuran akan membuat pembiayaan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) tidak defisit pada tahun 2020.
"Proyeksinya kalau nanti Perpres 64 ini berjalan, kita hampir tidak defisit. Kurang lebih bisa diseimbangkan antara cash in dan cash out," kata Fachmi dalam konferensi pers mengenai penjelasan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 melalui sambungan video di Jakarta, Kamis.
Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam Perpres itu disebutkan iuran peserta mandiri atau segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja kelas III sebesar Rp42.000 mulai berlaku Juli 2020.
Namun, di dalam ketentuan Pasal 34 ayat 1 Perpres Nomor 64 Tahun 2020 disebutkan peserta hanya cukup membayarkan iuran sebesar Rp25.500 saja karena sisanya sebesar Rp16.500 disubsidi oleh pemerintah pusat. Sedangkan untuk tahun 2021 iuran peserta mandiri kelas III menjadi Rp35 ribu dan selisih sisanya sebesar RP7 ribu dibayarkan oleh pemerintah. Bagi peserta PBPU dan BP kelas II ditetapkan iuran sebesar Rp100 ribu dan kelas I sebesar Rp150 ribu yang mulai berlaku pada Juli 2020.
Fachmi menerangkan BPJS Kesehatan menanggung tunggakan klaim ke rumah sakit untuk tahun anggaran 2019 yang dibebankan pada tahun 2020 sebesar Rp15,5 triliun. Fachmi menjelaskan kewajiban pembayaran klaim tersebut perlahan-lahan telah dilunasi oleh BPJS Kesehatan kepada rumah sakit hingga tinggal menyisakan utang yang jatuh tempo sebesar Rp4,8 triliun.
Dengan adanya subsidi pemerintah kepada peserta mandiri kelas III yang dibayarkan di muka kepada BPJS Kesehatan sebesar RP3,1 triliun, utang jatuh tempo tersebut bisa segera diselesaikan.
DIrut BPJS Kesehatan menerangkan apabila pemerintah tidak menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang memperbaiki struktur iuran peserta, dikhawatirkan bisa terjadi defisit keuangan pada BPJS Kesehatan yang akan berdampak pada keberlanjutan program JKN-KIS.
"Kalau tidak diperbaiki sturuktur iuran sebagaimana keputusan seperti sekarang, itu akan terjadi potensi defisit. Dan tentu kita tidak ingin program ini tidak berkelanjutan," kata Fachmi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020
"Proyeksinya kalau nanti Perpres 64 ini berjalan, kita hampir tidak defisit. Kurang lebih bisa diseimbangkan antara cash in dan cash out," kata Fachmi dalam konferensi pers mengenai penjelasan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 melalui sambungan video di Jakarta, Kamis.
Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam Perpres itu disebutkan iuran peserta mandiri atau segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja kelas III sebesar Rp42.000 mulai berlaku Juli 2020.
Namun, di dalam ketentuan Pasal 34 ayat 1 Perpres Nomor 64 Tahun 2020 disebutkan peserta hanya cukup membayarkan iuran sebesar Rp25.500 saja karena sisanya sebesar Rp16.500 disubsidi oleh pemerintah pusat. Sedangkan untuk tahun 2021 iuran peserta mandiri kelas III menjadi Rp35 ribu dan selisih sisanya sebesar RP7 ribu dibayarkan oleh pemerintah. Bagi peserta PBPU dan BP kelas II ditetapkan iuran sebesar Rp100 ribu dan kelas I sebesar Rp150 ribu yang mulai berlaku pada Juli 2020.
Fachmi menerangkan BPJS Kesehatan menanggung tunggakan klaim ke rumah sakit untuk tahun anggaran 2019 yang dibebankan pada tahun 2020 sebesar Rp15,5 triliun. Fachmi menjelaskan kewajiban pembayaran klaim tersebut perlahan-lahan telah dilunasi oleh BPJS Kesehatan kepada rumah sakit hingga tinggal menyisakan utang yang jatuh tempo sebesar Rp4,8 triliun.
Dengan adanya subsidi pemerintah kepada peserta mandiri kelas III yang dibayarkan di muka kepada BPJS Kesehatan sebesar RP3,1 triliun, utang jatuh tempo tersebut bisa segera diselesaikan.
DIrut BPJS Kesehatan menerangkan apabila pemerintah tidak menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang memperbaiki struktur iuran peserta, dikhawatirkan bisa terjadi defisit keuangan pada BPJS Kesehatan yang akan berdampak pada keberlanjutan program JKN-KIS.
"Kalau tidak diperbaiki sturuktur iuran sebagaimana keputusan seperti sekarang, itu akan terjadi potensi defisit. Dan tentu kita tidak ingin program ini tidak berkelanjutan," kata Fachmi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020