Jurnalis korban kekerasan oknum aparat kepolisian, Darwin Fatir kembali menjalani pemeriksaan lanjutan di Markas Polda Sulawesi Selatan, Makassar, Selasa (24/12).
Penyidik Polda Sulsel memeriksa korban karena peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan serta untuk perampungan berkas diawal pemeriksaan termasuk memanggil dua saksi dari jurnalis yang berada di lokasi kejadian saat aksi penolakan revisi Undang-undang KPK dan RKUHP pada 24 September 2019.
“Sekitar satu jam diperiksa. Ada 21 pertanyaaan yang diajukan penyidik tadi waktu diperiksa. Pemeriksaan hanya untuk memastikan kejadian yang saya alami,” tutur korban, Darwin Fatir, Jurnalis LKBN Antara itu.
Awalnya penyidik memanggil dua saksi masing-masing Muhammad Nur dan Muh Taufiq Lau, namun berhalangan hadir karena kurang sehat dan ada aktivitas lain yang lebih penting, hingga diundur pada Jumat, 27 Desember 2019.
Pemeriksaan lanjutan tersebut didampingi Tim hukum korban dari LBH Pers masing-masing Anggareksa PS, Hamka, Wiwin Suwandi, dan Firmansyah.
Usai pemeriksaan itu, Firmansyah mengatakan kliennya hadir memenuhi panggilan penyidik di Ditreskrimum Polda Sulsel Berasarkan Surat Nomor : S. Pgl/1229/XII/RES.1.6/2019/Ditreskrimum, tertanggal 19 Desember 2019.
Dengan adanya surat panggilan saksi tersebut, kata dia, sebagai rangkaian penyidikan atas kasus kekerasan pers yang dialami korban saat aksi penolakan kebijakan pemerintah dan DPR kala itu.
“Dapat kami pastikan bahwa peristiwa tentang kekerasan yang dialami oleh Darwin dan dua rekannya pada tanggal 24 September telah terbukti. Kini kami menunggu pernyataan resmi dari pihak kepolisian tentang siapa saja oknumnya,” ujar dia.
Pria disapa akrab Charlie ini menyebut, pasal yang dikenakan yakni pasal 170 dan pasal 351 KUHPidana. Selain itu, dimasukkan juga pasal 18 Undang-Undang Pers nomor 40 tahun 1999. Korban diperiksa selama satu jam dengan pertanyaan sesuai apa yang dialaminya ketika kejadian.
Rencananya, dua saksi korban yang akan memenuhi panggilan nantinya tetap mendapat pendampingan saat pemeriksaan lanjutan berkaitan dengan kasus kekerasan pers tersebut di Makassar.
“Kami tetap mendampingi saksi-saksi, dan tentu menunggu kepastian penetapan tersangka atas kasus ini. Sebab, keadilan itu derajatnya sama dimata hukum,” ucapnya.
Sebelumnya, tiga jurnalis salah satunya Darwin Fatir dari media LKBN ANTARA, mendapat kekerasan dan penganiyaan oknum anggota Polri saat melakukan peliputan aksi menolak revisi Undang-undang KPK dan RKUHP di depan kantor DPRD Sulsel, jalan Urip Sumoharjo pada Selasa, 24 September 2019.
Usai kejadian itu, korban sempat mengalami luka pada bagian kepala dan sekujur tubuh mengalami sakit hingga dilarikan ke rumah sakit Awal Bros. Tidak hanya Darwin, dua jurnalis lainnya Saiful Rania dari media Inikata.com dan Isak Pasabuan dari media Makassar today.com juga mengalami kekerasan saat meliput aksi tersebut.
Korban selanjutnya didampingi LBH Pers melaporkan kejadian itu di SPKT Polda dengan nomor laporan : LPB/347/XI/2019/SPKT tanggal 26 September 2019., Selain dilaporkan ke Propam juga dilaporkan ke pidana umum.
Direktur Reserse Kriminal Umum, Polda Sulsel Kombes Pol Andi Indra Jaya juga telah mengeluarkan surat pada Senin 25 November 2019 tentang dimulainya penyidikan dugaan tindak pidana secara bersama-sama di muka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau penganiayaan sebagai mana dimaksud dalam pasal 170 dan pasal 351 KUHPidana.
Dalam surat tersebut, disebutkan ada empat terduga terlapor anggota Polri masing-masing berinisial MJ, IS, AW dan PGAP.
Munculnya nama-nama itu atas penelusuran awal Propam Polda Sulsel usai korban melaporkan dengan menyerahkan barang bukti yakni video dan foto-foto ketika terjadi kejadian itu.
Dari beberapa oknum yang diperiksa Propam, dua orang diantaranya dinyatakan melanggar disiplin yakni Aipda Rezky dan Aiptu Mursalim berniat memukul korban Darwin Fatir dengan pentungan sesuai bukti foto dan video.Keduanya, kemudian dijatuhi divonis hukuman 21 hari tahanan di ruangan khusus serta tidak diberikan hak untuk mengikuti pendidikan kepolisian selama 6 bulan, terhitung mulai November 2019, hingga April 2020 usai disidang disiplin.
Sedangkan empat lainnya, tengah menjalani proses pidana dan sudah masuk ke tahap penyidikan di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Sulsel.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019
Penyidik Polda Sulsel memeriksa korban karena peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan serta untuk perampungan berkas diawal pemeriksaan termasuk memanggil dua saksi dari jurnalis yang berada di lokasi kejadian saat aksi penolakan revisi Undang-undang KPK dan RKUHP pada 24 September 2019.
“Sekitar satu jam diperiksa. Ada 21 pertanyaaan yang diajukan penyidik tadi waktu diperiksa. Pemeriksaan hanya untuk memastikan kejadian yang saya alami,” tutur korban, Darwin Fatir, Jurnalis LKBN Antara itu.
Awalnya penyidik memanggil dua saksi masing-masing Muhammad Nur dan Muh Taufiq Lau, namun berhalangan hadir karena kurang sehat dan ada aktivitas lain yang lebih penting, hingga diundur pada Jumat, 27 Desember 2019.
Pemeriksaan lanjutan tersebut didampingi Tim hukum korban dari LBH Pers masing-masing Anggareksa PS, Hamka, Wiwin Suwandi, dan Firmansyah.
Usai pemeriksaan itu, Firmansyah mengatakan kliennya hadir memenuhi panggilan penyidik di Ditreskrimum Polda Sulsel Berasarkan Surat Nomor : S. Pgl/1229/XII/RES.1.6/2019/Ditreskrimum, tertanggal 19 Desember 2019.
Dengan adanya surat panggilan saksi tersebut, kata dia, sebagai rangkaian penyidikan atas kasus kekerasan pers yang dialami korban saat aksi penolakan kebijakan pemerintah dan DPR kala itu.
“Dapat kami pastikan bahwa peristiwa tentang kekerasan yang dialami oleh Darwin dan dua rekannya pada tanggal 24 September telah terbukti. Kini kami menunggu pernyataan resmi dari pihak kepolisian tentang siapa saja oknumnya,” ujar dia.
Pria disapa akrab Charlie ini menyebut, pasal yang dikenakan yakni pasal 170 dan pasal 351 KUHPidana. Selain itu, dimasukkan juga pasal 18 Undang-Undang Pers nomor 40 tahun 1999. Korban diperiksa selama satu jam dengan pertanyaan sesuai apa yang dialaminya ketika kejadian.
Rencananya, dua saksi korban yang akan memenuhi panggilan nantinya tetap mendapat pendampingan saat pemeriksaan lanjutan berkaitan dengan kasus kekerasan pers tersebut di Makassar.
“Kami tetap mendampingi saksi-saksi, dan tentu menunggu kepastian penetapan tersangka atas kasus ini. Sebab, keadilan itu derajatnya sama dimata hukum,” ucapnya.
Sebelumnya, tiga jurnalis salah satunya Darwin Fatir dari media LKBN ANTARA, mendapat kekerasan dan penganiyaan oknum anggota Polri saat melakukan peliputan aksi menolak revisi Undang-undang KPK dan RKUHP di depan kantor DPRD Sulsel, jalan Urip Sumoharjo pada Selasa, 24 September 2019.
Usai kejadian itu, korban sempat mengalami luka pada bagian kepala dan sekujur tubuh mengalami sakit hingga dilarikan ke rumah sakit Awal Bros. Tidak hanya Darwin, dua jurnalis lainnya Saiful Rania dari media Inikata.com dan Isak Pasabuan dari media Makassar today.com juga mengalami kekerasan saat meliput aksi tersebut.
Korban selanjutnya didampingi LBH Pers melaporkan kejadian itu di SPKT Polda dengan nomor laporan : LPB/347/XI/2019/SPKT tanggal 26 September 2019., Selain dilaporkan ke Propam juga dilaporkan ke pidana umum.
Direktur Reserse Kriminal Umum, Polda Sulsel Kombes Pol Andi Indra Jaya juga telah mengeluarkan surat pada Senin 25 November 2019 tentang dimulainya penyidikan dugaan tindak pidana secara bersama-sama di muka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau penganiayaan sebagai mana dimaksud dalam pasal 170 dan pasal 351 KUHPidana.
Dalam surat tersebut, disebutkan ada empat terduga terlapor anggota Polri masing-masing berinisial MJ, IS, AW dan PGAP.
Munculnya nama-nama itu atas penelusuran awal Propam Polda Sulsel usai korban melaporkan dengan menyerahkan barang bukti yakni video dan foto-foto ketika terjadi kejadian itu.
Dari beberapa oknum yang diperiksa Propam, dua orang diantaranya dinyatakan melanggar disiplin yakni Aipda Rezky dan Aiptu Mursalim berniat memukul korban Darwin Fatir dengan pentungan sesuai bukti foto dan video.Keduanya, kemudian dijatuhi divonis hukuman 21 hari tahanan di ruangan khusus serta tidak diberikan hak untuk mengikuti pendidikan kepolisian selama 6 bulan, terhitung mulai November 2019, hingga April 2020 usai disidang disiplin.
Sedangkan empat lainnya, tengah menjalani proses pidana dan sudah masuk ke tahap penyidikan di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Sulsel.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019