Berbahan Semen Bergerutan, Bahayakan Kendaraan Berkecepatan Tinggi

Praktisi dan pemerhati transportasi logistik Bambang Harjo Soekartono mengaku pesimis jalan Tol Balikpapan-Samarinda bisa dimanfaatkan oleh publik.

“Tujuannya untuk mempercepat akses, terutama ke Bandara Internasional Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan tapi ternyata di Samarinda
sudah beroperasi Bandara APT Pranoto. Dan sekarang trafik (penumpang) bandara di Balikpapan malah berkurang dampak dari hadirnya Bandara Samarinda,” tuturnya memberi pandangan saat dihubungi awak media perihal jalan Tol Balikpapan-Samarinda, Rabu (18/12). 

Jalan Tol Balikpapan-Samarinda baru saja diresmikan Presiden Joko Widodo. Peresmian dilakukan untuk tiga seksi dari total lima seksi yang dibangun.

Masing-masing seksi II, III dan seksi IV sepanjang 58,7 Kilo Meter (Km) dari total 99,3 Km. Sisanya yakni seksi I dan V ditargetkan rampung April 2020.

Lebih dari itu, lanjut Bambang Harjo S., Anggota DPR - RI periode 2014 - 2019 dan pengamat transportasi  menilai, jalan Tol Balikpapan-Samarinda yang menggunakan semen dengan pengerasan kaku (rigid pavement) dianggap berbahaya untuk kendaraan berkecepatan tinggi.

Itu karena rigid pavement mempunyai gerutan sehingga mengakibatkan ban cepat panas karena gesekan. 

“Itu salah satu teknologi yang salah dan tidak pernah terjadi di dunia. Kecuali semen di-mix dengan aspal supaya penggunaan aspal tidak terlalu banyak,” tegasnya. 

Ia berpendapat, kendaraan berukuran besar seperti truk dan bus yang menggunakan ban vulkanisir, cenderung menghindari jalan tersebut.

“Karena kalau temperaturnya panas, vulkanisir akan mudah lepas,” ulasnya. 

Pun begitu untuk kendaraan pribadi, memungkinkan ban akan cepat meletus jika kerap melintas di jalan berbahan rigid pavement dengan kecepatan tinggi.

“Maka dibatasi hanya 60-80 Km saja, artinya kalah cepat dengan jalan biasa yang berbahan aspal. Di jalan aspal kecepatan bisa lebih dari itu karena aspal lebih dingin,” serunya kemudian.

Apalagi, jalan poros Balikpapan-Samarinda yang digunakan sebelumnya, papar Bambang, volume kendaraan yang melintas tidak lebih dari 40 persen alias masih rendah sehingga akan lebih banyak digunakan para pengendara.

“Karena berbahan aspal, maka kecepatan di jalan eksisting bisa lebih tinggi,” sahut pria ramah ini.

Belum lagi tatkala hujan mengguyur dengan curah tinggi, sambung Bambang Harjo, membuat jalan yang menggunakan Rigid Pavement akan mudah berlumut.

“Berlumut berarti jalanan licin, beda dengan aspal yang cenderung berminyak,” imbuhnya. 

Parahnya lagi, lanjut dia menjelaskan, jalan berbahan Rigid Pavement juga mudah pecah. Pecahannya pun diyakininya cukup tajam. “Hal itu bisa menyayat ban dan meletus,” celetuknya. 

Di sisi lain, tarif yang konon akan dipatok Rp100 ribu, dianggap cukup mahal. Padahal sebagian anggaran pembangunannya memakan dana Anggaran Pembangunan Belanja Negara (APBN) bahkan APBD.

Idealnya, ada keberpihakan pemerintah kepada masyarakat agar tarif yang akan dipungut tidak membebankan.

“Tol Balikpapan-Samarinda itu wilayah perintis, Rp1.000 per Km itu mahal, seharusnya mendapatkan subsidi. Sebab kalau tidak ekonomis biaya logistik akan membengkak, ujungnya yang dirugikan juga masyarakat. Sedangkan di Pulau Jawa tarif tol hanya Rp300 hingga Rp400 per Km,” jelasnya.

Yang tidak kalah penting, belum adanya rest area di jalan tersebut. Ia pun berharap segera direalisasikan. Termasuk tarif yang dipatok lebih murah. Dan penambahan aspal sepanjang jalan. 

Mengingat penggunaan dana APBN, ia juga berharap, permasalahan tuntutan ganti rugi lahan yang hingga kini belum tuntas diharapkan segera rampung.

"Harusnya dengan adanya sebagian dana APBN yang digunakan, di dalamnya sudah termasuk untuk membayar ganti rugi lahan penduduk setempat. Maka wajib segera dibayar,” pungkas Bambang Harjo.

Pewarta: AHM

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019