Balikpapan (ANTARA News Kaltim) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) meminta agar oknum di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalimantan Timur serta Bakorkamla dihukum berat jika terbukti melakukan pemerasan terhadap nelayan asal Jawa Tengah.

Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kiara, Abdul Halim, yang dihubungi dari Balikpapan, Jumat, mengingatkan aparat penegak hukum tentang perlunya penyelidikan dan pemberian sanksi seberat-beratnya kepada oknum-oknum, baik di KKP maupun Bakorkamla, yang terbukti melakukan pelanggaran administratif dan tindak pidana pemerasan.

Sebelumnya diberitakan bahwa oknum DKP dan Bakorkamla diduga melakukan penahanan dan pemerasan hingga Rp90 juta kepada para nelayan asal Rembang dan Juwana, Jawa Tengah, di Balikpapan, Kalimantan Timur, pada 8-18 April 2012.

Abdul Halim mengatakan, pada pelanggaran wilayah penangkapan ikan (fishing ground) seperti yang dilakukan ke-88 nelayan tersebut, sebenarnya Bakorkamla cukup mengeluarkan surat peringatan.

Pasal 55 Peraturan Menteri KP Nomor 14 Tahun 2011 menyebutkan bahwa setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 (artinya melakukan penangkapan ikan di luar daerah yang tercantum dalam izinnya), dikenakan sanksi administratif: yaitu peringatan/teguran tertulis, pembekuan SIUP, SIPI, dan/atau SIKPI, dan pencabutan SIUP, SIPI, dan/atau SIKPI.

SIUP adalah Surat Izin Usaha Perikanan, SIPI Surat Izin Penangkapan Ikan, SIKPI Surat Izin Pengangkutan Penangkapan Ikan.

Bila terjadi tiga kali berturut-turut dalam satu bulan, barulah bisa diancam dibekukan atau dicabut izin-izin tersebut.

"Seharusnya tidak ada penahanan hingga berhari-hari seperti yang diberlakukan kepada para nelayan itu," lanjut Halim.

Apalagi, lanjut dia, para nelayan kemudian juga diperas oleh oknum yang mengaku berada di Dinas Kelautan dan Perikanan Kalimantan Timur dan Bakorkamla.

Terkait masalah itu, Kiara bersama Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), dan Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegur para pejabat terkait, sehubungan dengan dugaan pelanggaran yang dilakukan para bawahannya tersebut.

"Apalagi saat para nelayan ditahan tidak ada yang memberitahu secara resmi kondisi para nelayan tersebut kepada keluarganya di rumah. Kabar yang simpang siur juga membuat keresahan sehingga kemudian para keluarga rentan jadi korban pemerasan oknum tersebut," ujar Halim.

Para nelayan juga dibiarkan tidak didampingi pengacara saat diperiksa dan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Selama mereka ditahan, mereka dikenakan aturan jam malam, tidak boleh lagi meninggalkan kapal setelah pukul 21.00 Wita.

"Kami juga mengalami kerugian karena ikan-ikan yang sudah kami tangkap, yaitu kakap merah, menjadi busuk," kata Santoso, ABK Kapal KM Sumber Rejeki Putra II, salah satu dari keenam kapal tersebut.



Akhirnya dibebaskan

Setelah ditahan sejak Minggu (8/4), 88 nelayan dan 6 kapal berbobot 30 gross ton asal Jawa Tengah akhirnya dibebaskan dari status tahanan lepas di Pelabuhan Rakyat Kampung Baru, Balikpapan, pada Rabu (18/4) dini hari.

Hari itu juga mulai pukul 08.00 Wita, mereka kembali melaut dan pulang ke kampung halaman, yakni Rembang dan Juwana, Jawa Tengah.

Keenam kapal berawak 88 nelayan tersebut adalah KM Arta Mina Unggul, KM Arta Mina Barokah, KM Sumber Rejeki Putra 02, KM Arta Mina Rejeki (asal Rembang), KM Sido Mulyo 2, dan KM Era Sanjaya (asal Juwana).

Mereka ditangkap Kapal Pengawas Perikanan Hiu 202 pada tanggal 8 April 2012 di Selat Makassar, di Perairan Kotabaru, Kalimantan Selatan, saat sedang melakukan penangkapan ikan dasar seperti kakap merah. Izin mereka menangkap ikan hanya di Laut Jawa.

Oleh petugas Bakorkamla di KP Hiu, mereka digiring ke Pelabuhan Rakyat Kampung Baru, Balikpapan, Kalimantan Timur, dan ditahan hingga Rabu (18/4).

"Mereka diamankan karena melanggar batas wilayah penangkapan ikan. Mereka menangkap ikan di luar wilayah izinnya," kata Koordinator Pos Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kota Balikpapan, Hamza Kharisma, saat pertama kapal-kapal itu datang di Kampung Baru, Senin (12/4).  (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012