Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah kepemimpinan Menteri Edhy Prabowo diharapkan bisa menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil perikanan terbesar dunia.
Bambang Haryo Soekartono, anggota DPR RI periode 2014-2019 menilai Edhy Prabowo cocok memimpin KKP karena pernah menjadi Ketua Komisi IV DPR RI yang membidangi sektor maritim, kelautan dan perikanan.
"Sebagai pimpinan Komisi IV, beliau sudah mengetahui tantangan di sektor maritim, termasuk kelautan dan perikanan. Saya optimistis KKP akan lebih baik di bawah kepemimpinan Pak Edhy Prabowo," kata Bambang Haryo, dalam rilisnya yang diterima Sabtu.
Menurut Wakil Ketua Bidang Maritim DPP Partai Gerindra itu, potensi sektor kelautan dan perikanan Indonesia sangat besar karena merupakan negara maritim dan kepulauan dengan dua pertiga wilayahnya terdiri atas wilayah perairan.
"Potensi luar biasa itu harus bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk meningkatkan perekonomian demi kesejahteraan rakyat," katanya.
Untuk mewujudkan impian tersebut, dia menyampaikan, sejumlah catatan dan pandangannya terkait dengan sektor kelautan dan perikanan.
Salah satu catatannya, kebijakan KKP selama ini belum berhasil memanfaatkan kekayaan sumber daya laut yang melimpah.
Padahal, potensi laut Indonesia luar biasa besar, termasuk migas serta pariwisata laut dan pantai.
Sebagai contoh, tutur Bambang Haryo, Indonesia merupakan sumber lobster terbesar di dunia tetapi kekayaan itu tidak bisa dimanfaatkan untuk ekspor dan membudidayakannya.
"Perikanan budidaya keramba, baik ikan laut seperti kerapu dan lobster, maupun ikan air tawar misalnya udang galah dan ikan sungai, harus diberdayakan maksimal," katanya.
Dia mengatakan, laut Indonesia menjadi lalu lintas ikan tuna yang bermigrasi perairan Asia Timur/Pasifik ke Australia dan sebaliknya, tetapi hasil tangkapnya kecil.
Begitu juga dengan rumput laut, mutiara, kerapu, dan biota laut dalam, belum berhasil dikembangkan.
Hasil tangkap tuna dan ikan laut dalam, lanjut Bambang Haryo, sangat kecil karena Menteri KKP sebelumnya melarang kapal di atas 300 GT.
"Pelarangan kapal ini membuat kita tidak bisa mengeksplorasi Zona Ekonomi Eksklusif dan laut dalam, kebijakan itu perlu direvisi," ujar Bambang Haryo.
Selain itu, ribuan kapal di atas 30 GT selama ini sulit mendapatkan izin dari KKP sehingga nelayan di seluruh Indonesia kehilangan mata pencarian. Kondisi itu diperparah dengan kesulitan mendapatkan solar subsidi.
Catatan lain adalah pelarangan cantrang mengakibatkan produksi ikan rucah merosot sehingga Indonesia terpaksa mengimpor pakan ikan. Kondisi itu mendorong industri perikanan mati dan tinggal 20% dari sebelumnya sekitar 100 perusahaan.
Yang memalukan, lanjut Bambang Haryo, Indonesia bahkan tidak mampu menghasilkan garam sehingga harus mengimpor 1-3 juta ton garam per tahun.
Indonesia membutuhkan tata ruang industri garam, seperti di Kupang NTT dan membangun pabrik garam kualitas tinggi untuk industri.
"Inilah kesalahan besar suatu negara dengan sumber daya laut terbesar dunia dan pantai terpanjang dunia. Saya yakin Menteri Edhy Prabowo bisa memperbaiki masalah itu," kata Bambang Haryo, yang pernah menjadi anggota Komisi V dan VI DPR RI.
Dia juga berharap Menteri KKP yang baru memperhatikan terjaganya ekosistem laut dan ketersediaan infrastruktur pelabuhan dengan gudang berpendingin (cold storage) yang didukung sumber listrik.
KKP harus menjamin ekosistem tempat ikan bertelur, seperti hutan bakau dan terumbu karang, selama ini kurang mendapat perhatikan.
"Pengeboman kapal juga perlu dievaluasi karena merusak ekosistem dan keindahan laut, selain melanggar aturan UNCLOS 1982 dan International Maritime Organization (IMO) yang telah diratifikasi Indonesia. Soal keamanan laut, serahkan saja kepada instansi yang berwenang seperti Polair, Bakamla, dan TNI AL," ujarnya.
Berdasarkan regulasi IMO dan UU No. 17/2008 tentang Pelayaran, bangkai kapal yang menghalangi jalur pelayaran harus diangkat sehingga penenggalaman kapal di pesisir melanggar aturan dan UU itu.
Adapun United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) hanya membolehkan bahan organik dibuang ke laut, itupun harus difilter dulu.
Menurut Bambang Haryo, KKP juga harus membangun marine culture dengan membuat program-program untuk meningkatkan budaya makan ikan melalui kreativitas dan produk olahan ikan.
Saat ini, konsumsi ikan Indonesia diperkirakan kurang dari 40 kg per kapita per tahun, jauh di bawah negara tetangga seperti Malaysia sekitar 70 kg, Singapura 80 kg, dan Jepang sekitar 100 kg per kapita per tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019
Bambang Haryo Soekartono, anggota DPR RI periode 2014-2019 menilai Edhy Prabowo cocok memimpin KKP karena pernah menjadi Ketua Komisi IV DPR RI yang membidangi sektor maritim, kelautan dan perikanan.
"Sebagai pimpinan Komisi IV, beliau sudah mengetahui tantangan di sektor maritim, termasuk kelautan dan perikanan. Saya optimistis KKP akan lebih baik di bawah kepemimpinan Pak Edhy Prabowo," kata Bambang Haryo, dalam rilisnya yang diterima Sabtu.
Menurut Wakil Ketua Bidang Maritim DPP Partai Gerindra itu, potensi sektor kelautan dan perikanan Indonesia sangat besar karena merupakan negara maritim dan kepulauan dengan dua pertiga wilayahnya terdiri atas wilayah perairan.
"Potensi luar biasa itu harus bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk meningkatkan perekonomian demi kesejahteraan rakyat," katanya.
Untuk mewujudkan impian tersebut, dia menyampaikan, sejumlah catatan dan pandangannya terkait dengan sektor kelautan dan perikanan.
Salah satu catatannya, kebijakan KKP selama ini belum berhasil memanfaatkan kekayaan sumber daya laut yang melimpah.
Padahal, potensi laut Indonesia luar biasa besar, termasuk migas serta pariwisata laut dan pantai.
Sebagai contoh, tutur Bambang Haryo, Indonesia merupakan sumber lobster terbesar di dunia tetapi kekayaan itu tidak bisa dimanfaatkan untuk ekspor dan membudidayakannya.
"Perikanan budidaya keramba, baik ikan laut seperti kerapu dan lobster, maupun ikan air tawar misalnya udang galah dan ikan sungai, harus diberdayakan maksimal," katanya.
Dia mengatakan, laut Indonesia menjadi lalu lintas ikan tuna yang bermigrasi perairan Asia Timur/Pasifik ke Australia dan sebaliknya, tetapi hasil tangkapnya kecil.
Begitu juga dengan rumput laut, mutiara, kerapu, dan biota laut dalam, belum berhasil dikembangkan.
Hasil tangkap tuna dan ikan laut dalam, lanjut Bambang Haryo, sangat kecil karena Menteri KKP sebelumnya melarang kapal di atas 300 GT.
"Pelarangan kapal ini membuat kita tidak bisa mengeksplorasi Zona Ekonomi Eksklusif dan laut dalam, kebijakan itu perlu direvisi," ujar Bambang Haryo.
Selain itu, ribuan kapal di atas 30 GT selama ini sulit mendapatkan izin dari KKP sehingga nelayan di seluruh Indonesia kehilangan mata pencarian. Kondisi itu diperparah dengan kesulitan mendapatkan solar subsidi.
Catatan lain adalah pelarangan cantrang mengakibatkan produksi ikan rucah merosot sehingga Indonesia terpaksa mengimpor pakan ikan. Kondisi itu mendorong industri perikanan mati dan tinggal 20% dari sebelumnya sekitar 100 perusahaan.
Yang memalukan, lanjut Bambang Haryo, Indonesia bahkan tidak mampu menghasilkan garam sehingga harus mengimpor 1-3 juta ton garam per tahun.
Indonesia membutuhkan tata ruang industri garam, seperti di Kupang NTT dan membangun pabrik garam kualitas tinggi untuk industri.
"Inilah kesalahan besar suatu negara dengan sumber daya laut terbesar dunia dan pantai terpanjang dunia. Saya yakin Menteri Edhy Prabowo bisa memperbaiki masalah itu," kata Bambang Haryo, yang pernah menjadi anggota Komisi V dan VI DPR RI.
Dia juga berharap Menteri KKP yang baru memperhatikan terjaganya ekosistem laut dan ketersediaan infrastruktur pelabuhan dengan gudang berpendingin (cold storage) yang didukung sumber listrik.
KKP harus menjamin ekosistem tempat ikan bertelur, seperti hutan bakau dan terumbu karang, selama ini kurang mendapat perhatikan.
"Pengeboman kapal juga perlu dievaluasi karena merusak ekosistem dan keindahan laut, selain melanggar aturan UNCLOS 1982 dan International Maritime Organization (IMO) yang telah diratifikasi Indonesia. Soal keamanan laut, serahkan saja kepada instansi yang berwenang seperti Polair, Bakamla, dan TNI AL," ujarnya.
Berdasarkan regulasi IMO dan UU No. 17/2008 tentang Pelayaran, bangkai kapal yang menghalangi jalur pelayaran harus diangkat sehingga penenggalaman kapal di pesisir melanggar aturan dan UU itu.
Adapun United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) hanya membolehkan bahan organik dibuang ke laut, itupun harus difilter dulu.
Menurut Bambang Haryo, KKP juga harus membangun marine culture dengan membuat program-program untuk meningkatkan budaya makan ikan melalui kreativitas dan produk olahan ikan.
Saat ini, konsumsi ikan Indonesia diperkirakan kurang dari 40 kg per kapita per tahun, jauh di bawah negara tetangga seperti Malaysia sekitar 70 kg, Singapura 80 kg, dan Jepang sekitar 100 kg per kapita per tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019