Sidang perkara pemalsuan surat keterangan kepemilikan tanah dikuasai negara dengan terdakwa mantan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Suyanto berlanjut setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Penajam menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan oleh terdakwa.
"Mengadili untuk menolak eksepsi penasihat hukum terdakwa," ujar Ketua Majelis Hakim Anteng Supriyo dalam putusan sela di Pengadilan Negeri atau PN Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kamis.
Dalam putusannya, hakim berpendapat seluruh isi dakwaan jaksa penuntut umum telah sesuai serta disusun secara cermat dan lengkap. Selanjutnya sidang akan dilanjutkan kepada pemeriksaan materi pokok perkara.
Majelis hakim PN Penajam juga menolak eksepsi yang diajukan oleh Rahling, terdakwa kasus pemalsuan surat keterangan kepemilikan tanah dikuasai negara lainnya dalam sidang putusan sela tersebut.
Dengan ditolaknya nota keberatan itu, persidangan berikutnya mulai masuk kepada pokok perkara yang akan digelar pekan depan atau Kamis (11/7), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Koordinator Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Penajam Paser Utara Budi Susilo, mengapresiasi putusan sela yang diberikan oleh majelis hakim dan menyatakan kesiapan untuk menghadirkan sejumlah saksi dalam sidang perkara pemalsuan surat keterangan kepemilikan tanah dikuasai negara tersebut.
Kuasa hukum Suyanto, Wawan Sanjaya mengatakan menghormati putusan hakim itu dan tidak keberatan sidang diteruskan kepada pokok perkara, serta akan menghadirkan saksi-saksi yang memperingan dakwaan.
Suyanto menandatangani 48 surat kesaksian penguasaan tanah negara di atas lahan PT Kebun Mandiri (KMS) yang memiliki sertifikat HGU atau hak guna usaha berlokasi di Kelurahan Buluminung, Kecamatan Penajam pada 2010.
Dengan tidak dilakukan pengukuran tanah, Suyanto yang pada saat itu menjabat Camat Penajam menandatangani surat pernyataan penguasaan tanah negara tersebut dan dipergunakan Rahling serta warga lainnya untuk mengakui dan mengusai lahan milik PT KMS.
Selanjutnya pada 22 Oktober 2018, Suyanto membuat dan menandatangani surat pernyataan pencabutan tanda tangan atas surat pernyataan kesaksian penguasaan tanah negara itu yang dtujukan kepada Kepolisian Daerah Kalimantan Timur atau Polda Kaltim.
Suyanto serta Rahling diancam pidana pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP menyangkut pemalsuan surat dengan hukuman penjara maksimal enam tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019
"Mengadili untuk menolak eksepsi penasihat hukum terdakwa," ujar Ketua Majelis Hakim Anteng Supriyo dalam putusan sela di Pengadilan Negeri atau PN Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kamis.
Dalam putusannya, hakim berpendapat seluruh isi dakwaan jaksa penuntut umum telah sesuai serta disusun secara cermat dan lengkap. Selanjutnya sidang akan dilanjutkan kepada pemeriksaan materi pokok perkara.
Majelis hakim PN Penajam juga menolak eksepsi yang diajukan oleh Rahling, terdakwa kasus pemalsuan surat keterangan kepemilikan tanah dikuasai negara lainnya dalam sidang putusan sela tersebut.
Dengan ditolaknya nota keberatan itu, persidangan berikutnya mulai masuk kepada pokok perkara yang akan digelar pekan depan atau Kamis (11/7), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Koordinator Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Penajam Paser Utara Budi Susilo, mengapresiasi putusan sela yang diberikan oleh majelis hakim dan menyatakan kesiapan untuk menghadirkan sejumlah saksi dalam sidang perkara pemalsuan surat keterangan kepemilikan tanah dikuasai negara tersebut.
Kuasa hukum Suyanto, Wawan Sanjaya mengatakan menghormati putusan hakim itu dan tidak keberatan sidang diteruskan kepada pokok perkara, serta akan menghadirkan saksi-saksi yang memperingan dakwaan.
Suyanto menandatangani 48 surat kesaksian penguasaan tanah negara di atas lahan PT Kebun Mandiri (KMS) yang memiliki sertifikat HGU atau hak guna usaha berlokasi di Kelurahan Buluminung, Kecamatan Penajam pada 2010.
Dengan tidak dilakukan pengukuran tanah, Suyanto yang pada saat itu menjabat Camat Penajam menandatangani surat pernyataan penguasaan tanah negara tersebut dan dipergunakan Rahling serta warga lainnya untuk mengakui dan mengusai lahan milik PT KMS.
Selanjutnya pada 22 Oktober 2018, Suyanto membuat dan menandatangani surat pernyataan pencabutan tanda tangan atas surat pernyataan kesaksian penguasaan tanah negara itu yang dtujukan kepada Kepolisian Daerah Kalimantan Timur atau Polda Kaltim.
Suyanto serta Rahling diancam pidana pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP menyangkut pemalsuan surat dengan hukuman penjara maksimal enam tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019